(6)

57 13 0
                                    

"Ternyata dia juga gak seburuk gue kira. Ah tapi ya udah. Jangan sampe mata genit terbutakan oleh hati."

***

"Apa?!"

"Iya, lo inget gak yang gue cerita pernah sepedaan sama Erryl?"

Reyn mengangguk. Nata berkata bahwa ia sempat mengalami rasa yang telah terpendam lama muncul kembali.

"Cie, jangan-jangan si pangeran Erryl ala-ala lo itu beneran si Kak Dave."

"Gak. Gue yakin, Darryl orangnya."

"Ya udah, sih. Terserah lo aja,gue cuma ngerasa feeling gue ini bener. Awas kemakan omongan sendiri. Keambil pangeran lo, lo jangan nangis, haha."

"Gak bakal, dia pasti setia nungguin gue."

"Eh udah sore. Lo gak pulang ikut kelas kesenian baru yang deket rumah lo?" tanya Reyn.

"Oh itu. Gue denger cuma buat anak-anak."

"Gak kok, coba dulu aja, kalo lo gak cocok ya udah."

Akhirnya Nata memutuskan untuk mencobanya. Mereka saling berpamitan dan Lucas menunggu diluar.

"How was your day, sistah?"

"Nothing, brotha."

Lucas dan Nata tertawa secara bersamaan. Gelak tawa itu mengingatkan mereka pada hubungan persaudaraan yang indah.

"Nat? Lo udah tau belom kalo ada kelas kesenian deket rumah lo belom?"

Lucas mulai merangkul bahu Nata.

"Udah. Tadi Reyn cerita."

"Lo minat ikutan?"

"Iya."

"Ayo, gue sekalian anterin lo kesana aja. Tapi habis itu kakak pulang ya."

***

Tuhkan, nih tempat emang pembelajarannya anak-anak,
pikir Nata.

Ia melihat banyak anak-anak yang mengambil kanvas dan melukis indah meskipun sederhana.

Bawaannya pingin bantuin gambar. Mereka pinter-pinter, salut. Samperin, ah. Nata tersenyum.

"Haloo, Dek! Ini tempatnya baru, yah?"

Salah satu diantara adik itu menoleh. Ia mengangguk dengan lucunya. Nata pun merasa gemas.

"Kakak cantik hehe. Coba gurunya kakak. Gurunya Jaka suka telat," ujar Jaka cemberut.

"Oh,nama kamu Jaka? Kak Nata."
Nata tersenyum dan menyalami Jaka.

"Kamu mau kakak ajarin gambar?"

"Kakak Nata bisa?"

"Bisa, dong. Ajak temen-temen kamu kesini. Kakak Nata ajarin gambar ornamen tumbuhan, mau?"

Jaka mengangguk senang. Ia mengajak teman-temannya dan mulai melukis bersama. Sepertinya peralatannya memang sudah disediakan. Jadi sang guru tak perlu membawanya kesana kemari.

Lucu banget mereka. Mereka hebat. Pasti guru yang ngajarin mereka telaten, pintar, plus sabar banget. Jadi penasaran, kikik Nata optimis.

"Ayoo, adek-adek! Kalian sedikit lagi selesai! Kakak kagum,hihi!"

Nata menatap satu persatu dari mereka. Nata tidak bisa berhenti tersenyum.

Drap drap drap.

Lho? Dia si nenek rabun bukan,sih? Kok bisa disini? Mereka kan murid-murid gue. Tapi, kayaknya gue kelamaan, mereka kok kayaknya udah pada selesai gambar, sih?

Dave mendekati area itu.

Gila, bagus-bagus. Masa si nenek rabun yang ngajarin, tanya Dave dalam hati secara bertubi-tubi.

"Kak Depiii!"

Hah? Kak Depi? Siapa sih? Masa gurunya yang dateng?
Nata tersengguk heran.

"Haloo Raka, Jaka, Dela, Adi, Bagus,
Bagas, Ratna, Ranti, Safira, Shiela! Oi, nenek rabun!"

Hah?! Gu-gue?! Jangan jangan-
Nata menoleh ke arah belakang.

"L-lo?! Lo siapa disini?! Lo daftar jadi murid juga? Hehe, e-e-gurunya gak dateng-dateng, haha. Pemalas ya gurunya, enaknya dihukum kalau kayak gitu, udah gitu saya gak disampaiin info kalau cuma buat anak-anak padahal saya udah nungguin, kejam ya gurunya."
cengir Nata tanpa rasa bersalah.

"Kakak Nata,dia gurunya,Kak. Kak Depi,si Kak Dave." sahut Jaka polos.

H-hah?! Tau gitu gue tarik omongan gue tadi. Guru macam apa coba kalo itu si babe sialan.

"Lo g-guru? E-haha, sejak kapan berbakat jadi guru?! Lo pelukis?" Nata mulai merasa ketakutan dan sedikit malu.

Ni nenek emang minta ditampol. Kurang ajar bet. Huh sabar, anak ganteng. Anak ganteng yang sabar berlipat kali lebih banyak pahalanya, bisik Dave menenangkan diri.

"Ya. Napa? Hm, lo ngefans ya sama gue? Buntutin gue mulu."

"Enak aja, gue minat ngelukis. Salah?"

"Ngelukisnya kagak, lo nya yang salah."

Nata menggerutu sebal. Pipinya yang memerah lucu itu membuat orang-orang yang melihatnya menjadi gemas.

Anjir. Lucu banget.

Dave segera mengalihkan perhatiannya ke anak-anak lain.

"Ya udah, lo bantuin gue aja, nek. Lo kan nenek-nenek pasti bakat jaga anak-anak."

"Iya, babe sewot."

Dave kesal. Nata dan Dave pun akhirnya saling membantu anak-anak untuk menyelesaikan sentuhan terakhir lukisan mereka.

Nata tersenyum bahagia. Ia merasa senang jika mereka melihat anak-anak tersenyum bangga atas melihat lukisan mereka masing-masing yang menurut Nata dan Dave cukup indah.

Diam-diam, Dave sempat sengaja-tak sengaja melirik Nata. Nata yang terlabel sebagai salah satu perempuan dengan paras wajahnya yang indah tersenyum begitu manisnya. Dave mulai meleleh dan wajahnya bersemu merah tomat.

"E-heh! Nenek tua, ngapain lo senyam senyum terus? Lo gejala ya?"

"Heh kurang ajar. Kagak. Gue bangga bisa ngajarin anak-anak ini melukis ornamen tumbuhan ala-ala Natalia Serena yang sangat berbakat."

Dave merengut tidak peduli. Tapi sebetulnya itu fakta. Nata mengajar mereka dengan baik dan hasilnya pun cukup memuaskan.

"L-lo mau ngajar ni anak-anak lagi gak besok? Itung-itung gue suka telat."

"Hm? Gue? Kenapa?"

"Y-ya, lo cocok aja gitu jadi guru. Gue sendiri awalnya juga gak percaya lo bisa bimbing mereka dengan baik."

Nata pun mulai bingung. Ia sebetulnya memiliki banyak waktu kosong.

"Kakak Nata, ayo temenin kita, Kak. Kakak rajin gak kayak Kak Dave. Telat mulu," jujur Dela.

Nata terkekeh bangga. Ia pun mengangguk dan akan melakukan apapun asal mereka juga bisa berkarya dengan rasa bahagia.

Ternyata dia juga gak seburuk gue kira. Ah tapi ya udah. Jangan sampe mata genit terbutakan oleh hati. Gue udah janji bakal tetep selalu setia sama Erryl!

Mereka kira-kira baikkan gak ya?

Cie Dave salting🤣,pantau terus ni!
thankyou 70+ readers nyaa💖
-♡,arinnelle

NÜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang