(25)

42 10 0
                                    

Nata terus menutupi sekujur tubuhnya dengan jaket yang digunakannya.

Bahkan ia terpaksa kembali ke toko buku itu untuk membeli buku yang sama dengan tampilan kusut sehingga membuat ibu kasir itu mulai sedikit khawatir.

Namun ia menenangkannya dan akhirnya keluar dari toko itu dengan rasa hampa.

Dar, lo kok tega, sih? Gak kasih tau gue? Padahal besok hari spesial gue. Kenapa lo selalu baperin anak orang padahal lo sendiri gak pernah bilang kalo lo udah punya pacar. Gue nyesel pernah denger kata yang namanya 'kenal' sama lo, Dar.

Seketika mobil biru melintas tepat didekatnya.

"Pak! Taksi!"

***

"Ma, Pa. Aku pul-"

"Ssst!"

"Kenapa, Kak?"

"Mereka udah tidur di deket sofa situ, lo malah teriak nada gaje gitu. Lo kenapa sih badannya ditutupin jaket semua? Hujan? Basah? Kedinginan? Mau kakak siapin air panas? Malem amat lo baru pulang."

"Ya maap, Nata gak tau. Gakpapa kok, Kak."

Lucas melihat Nata dengan curiga. Ia melihat bercak kotoran lumpur yang cukup berbekas di balik jaketnya. Lantas dengan sigap ia menarik jaket Nata dari belakang dan membuka tudungnya itu.

"M-Mata lo kok sembap? Nat?"

"Di kamar aja, Kak."

Selepas memasuki kamar Nata dan Nata mandi dengan air panas karena setengah tubuhnya yang kotor,Lucas melihat Nata dengan handuk di kepalanya namun matanya masih berbekas merah.

"Nat? Ada orang yang kurang ajar sama lo? Ada yang gangguin lo?"

"Jadi cuma it-"

"JUJUR! Gue gak suka lo bohong cuma-cuma gitu doang!"

Lucas teringat bahwa Nata trauma dengan pembullyan.

"M-Maaf, Dek."

Nata menatap kakaknya sekilas dan tersenyum.

"Tumben lo manggil gue adek. Lagi melas dulu nih ceritanya?"

Lucas mendecih.
"Giliran sebaliknya protes lo. Udah, ah! Lo kenapa tadi?"

Seketika mimik wajah Nata berubah. Seolah malas membahasnya. Menjelaskan semuanya, dan ditemani oleh air matanya yang terus ikut jatuh meliputi rasa kekecewaannya.

Ia merasa menjadi wanita terbodoh sedunia. Kenapa ia harus merasa begitu PD dan tidak dengan tegas bertanya kepadanya. Sedih, khayalan imajinasi tidak pernah akan menjadi nyata baginya.

Awalnya Lucas merasa sangat marah,namun karena tidak tega juga, ia mengurung perbuatannya itu. Hari ini ia tak ingin melanjutkan sikap-sikap gilanya dulu untuk sementara.

Ia tetap memeluk Nata erat layaknya sang penjaga yang selalu menjaga putri kecilnya.

"Lo jangan sedih, Nat. Lo masih punya kakak yang bisa diandalin,gue. Jangan nangis, ya?"

Nata mencium pipi kakaknya lembut.
"Sayang kakak!"

***

NÜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang