Beberapa menit mereka mengerjakan tugas, bel berbunyi untuk menghentikan proses belajar sementara. Baik Sona, Agam maupun Manu mereka tak bisa dipisahkan kalau sudah jam istirahat seperti itu.
"Ke tempat biasa?" tanya Sona dengan mengangkat-angkat kedua alisnya pada kedua cowok yang sudah berdiri standby di depannya.
"Iya lah, Gam ... lo ngerti maksud gue kan?" Manu melirik Sona sekilas.
"Kalian mau apa? Jangan macam-macam ya!" ketus Sona sudah curiga pada kedua temannya itu.
Seketika kedua tangan dari Agam dan Manu merangkul dan menggendong Sona menuju kantin.
Ya, siapa yang tidak tahu mereka. Kekonyolan yang mereka buat sudah menjadi pemandangan lumrah seluruh siswa SMA Mandala. Sona sering dibilang gadis tomboy. Dia selalu bermain dengan laki-laki yang membuatnya selalu dikucilkan teman perempuannya di kelas. Walaupun begitu, Sona tak pernah memikirkan perkataan yang tak penting bagi hidupnya. Jika untuk dirinya bahagia, kenapa tidak?
"Makan yang banyak," ucap Agam menaruh sebuah kerupuk di atas piring berisikan nasi goreng milik Sona.
Dengan sergap, tangan Manu lantas mengambil kerupuk itu dan dilahapnya dengan tenang.
"Heh sial, lo udah makan banyak. Kasih Sona zona nyamannya." Agam memukul kepala Manu.
Agam Prajasa, anak seorang pengusaha terbesar di wilayahnya. Kehidupannya selalu enak. Dia bisa mendapat apapun yang dia mau. Dia sedikit introvert dari pada para temannya yang pecicilan. Agam adalah anak yang paling dewasa dari kefua sahabatnya. Ia selalu menjadi penengah ketika mereka bertengkar.
Manu Mahendra Putera, dia terlahir dari keluarga pemilik restoran di pinggir kota. Hidupnya pun lebih dari enak. Dia keluarga yang sederhana namun masih terbilang orang berada. Manu sangat menyayangi ibunya. Ia pun selalu dikenal anak Mama oleh para sahabatnya. Walaupun begitu, Manu adalah orang dengan pembuat keputusan paling berani dari kedua sahabatnya itu. Ia berani memutuskan apa yang menurutnya benar.
Sona Auristela. Siapa yang tak mengenalnya. Gadis yang dibilang tomboy ini memiliki seorang Ayah yang berprofesi sebagai CEO sebuah perusahaan konveksi di daerah Bandung. Sona anak tunggal. Maka dari itu hidupnya selalu terbilang enak, walaupun ia tidak punya banyak teman di sekolah, kedua cowok kocak itu adalah pelengkap hidup Sona Sedari SD hingga SMA tersebut.
"Sonaaaaa, ayo bangun nak. Ponsel kamu bunyi terus tuh dari tadi." Ucapan seorang wanita paruh baya bernama Sima seraya terus melipat pakaian di kamar Sona tertidur.
"Hah? Mama, ini udah jam berapa Ma?" tanyanya dengan mata yang masih lemah untuk terbuka.
"Jam 7 pagi."
"Kenapa Mama gak bangunin Sona?"
"Ini kan libur. Mama tau kamu tuh di sekolah selalu lembur karena eskul kan?"
"Tapi Ma, Sona ada janji sama mereka," ucap Sona meraih ponsel di atas nakas.
"Maksud kamu, Agam sama Manu? Sona, kamu itu anak gadis satu-satunya Mama. Mama khawatir kalau kamu main terus sama laki-laki nak, kamu ini anak remaja yang beranjak dewasa."
"Mereka orang baik, Mama tau sendiri kalau Sona gak pernah memilih-milih teman, asalkan dia baik. Sona mandi dulu Ma," tukas Sona beranjak dari kasur empuknya.
Bu Sima hanya bisa menghela napasnya panjang. Apapun yang Sona lakukan asalkan itu baik selalu di IYA-kan Mamanya tanpa terkecuali.
Berdiri seorang laki-laki bernama Agam di halte Bus seraya terus menatap arlojinya.
"Agam!" Teriakan keras Sona seraya melangkah menghampirinya.
"Sona!"
"Ayo naik," ucap Agam menyuruh Sona segera menaiki bus.
"Woy, tunggu!" Teriakan selingan dari Manu yang hampir saja tertinggal Bus itu membuat telinga Agam berdengung.
Satu tangan Agam keluarkan di depan pintu Bus untuk menarik Manu masuk.
"Huhh, kenapa kalian tinggalin gue sih?"
"Gue kira lo udah masuk di pintu belakang."
Terduduk tiga orang di kursi belakang bus. Ada Sona, Manu dan Agam. Sona serasa menjadi princess kala dirinya dihimpit oleh kedua lelaki tampan di samping kiri dan kanannya. Manu terus saja menggoda Sona dengan memasukkan snack pada mulut Sona yang terbuka karena ia tertidur saat perjalanan. Kepala Sona refleks terjatuh di bahu Agam. Hal itu membuat Manu menariknya untuk jatuh di bahunya. Namun kepala Sona refleks untuk kembali lagi ke bahu Agam. Agam hanya terkekeh geli melihat Manu yang sudah jengkel dengan hal itu. Mereka sama-sama melindungi Sona layaknya saudara. Mereka menjaga Sona di setiap mereka bersama. Bahkan hal itu yang selalu Sona dapatkan jika bersama mereka dan ia merasa kesepian jika sudah berada di rumah.
"Sona, kalau sekarang lo bersandar di bahu Agam, gue yakinin besok-besok lo bersandar di bahu gue," batin Manu menatap sinis mereka dengan jengkel.
Saat itu mereka bermain, menonton, juga bercanda bersama mengisi hari weekend. Pulangnya, Agam mengantar Sona sampai rumah, karena Manu memang ada urusan penting setelah itu. Itu lah Manu, setiap kali mereka selesai main, Manu akan berpura-pura dan melayangkan alasan apapun agar tidak mengantar Sona untuk pulang. Ia selalu mengeluh karena jarak rumahnya dan Sona terpaut sangat jauh. Agam lah yang selalu mengantar Sona sampai rumah walau mereka menaiki Bus setiap kali pergi.
"Son," panggil Agam kala Sona melangkah menuju pintu rumahnya setelah mereka menghabiskan waktu bersama.
"Gue takut."
"Takut apa?" Sona mengerutkan dahinya heran karena ucapan teman sejawatnya itu serasa tergantung.
"Gue takut, kalau salah satu dari kita jatuh cinta."
"Kenapa emangnya? Lo suka seseorang? Siapa?" Sona malah balik meledek Agam.
"Nggak. Gue takut kita gak bisa punya waktu kayak gini lagi." Ucapan Agam membuat Sona terdiam dengan berpikir.
"Emmm, jadi lo takut jatuh cinta? Apapun itu, gue gak bakalan biarin kita berpisah. Pulang sana lo, nanti dicariin Emak lagi."
"Chhh dasar, gue cabut. Have a nice dream."
Tekan bintang di kiri bawah gess, jangan lupa kritik dan sarannya.
thx ❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
SONA
Teen FictionCinta atau persahabatan? Mana yang akan kau pilih? Sona, Agam dan Manu. Ketiga anak SMA itu telah bersahabat sejak lama. Bahkan persahabatan mereka sudah diartikan layaknya keluarga. Namun, persahabatan yang mereka jalin dengan baik malah terpecah b...