10. Sona Jadian?

425 31 0
                                    

Siang itu di kelas, Elang selalu melirik ke arah Sona membuat Manu menatapnya tajam. Tak tahan melihat tatapan maut Elang terhadap Sona, Manu menarik Sona dari posisi terduduknya untuk keluar kelas.

"Man, lo apa-apaan sih?" Sona jengkel.
"Son, masih ada waktu. Lo gak mau merubah pikiran juga perasaan lo, gue ngerasa gak enak hati sama Elang."

"Man, gue bilang gak usah ikut campur urusan gue. Kalian emang sama aja, gak pernah ngerti perasaan gue." Sona mendengus kesal karena Manu yang bertingkah aneh menahan perasaaannya terhadap Elang.

"Gue gak!" Agam tiba-tiba ikut dalam pembicaraan mereka.

"Gue gak Son. Manu emang gak mau ditinggal lo secepat ini, waktu lo akan lebih banyak sama Elang, mungkin dia gak terima."

"Gam!" Manu menepis perkataan Agam.

"Ikatan kita cuma sekedar sahabat, kita gak berhak mencampuri urusan satu sama lain dalam hal perasaan. Silahkan lo mau jatuh cinta pada siapapun, itu emang bukan urusan kita. Man, masuk! Pak Irsal lagi otw kelas." Agam melangkah masuk kelas, ia melirik Sona sekilas.

Sementara Sona, terdiam setelah mendapat izin dari Agam. Memang rasanya tidak enak kalau Agam sudah berbicara, karena Agam lah orang terbijak dari mereka bertiga. Manu pun tidak bisa melawannya jika Agam sudah berkata, karena ia tipe orang yang berbicara langsung pada inti tak banyak omong kosong yang ia sebutkan.

Jam pulang tiba, ketiga sejoli sedang berjalan bersama menuju parkiran. Tiba-tiba seorang lelaki menarik tangan Sona untuk menahannya.

"Elang?" Sona terpingkal kaget melihat Elang tiba-tiba menahannya.

"Mau apa lo?" Manu mendekati Elang dengan sinis.

"Gue ... gue mau ngomong sesuatu sama Sona Man, Gam. Boleh gue pinjem Sona sebentar?" tanya Elang membuat Agam begitupun dengan Manu terdiam.

Elang membawa Sona menjauh dari mereka, pandangannya mulai serius, matanya mulai menatap tajam kedua bola mata Sona. Sona gugup, ia sulit untuk menelan salivanya disaat seperti itu.

"Son?"

"Lo ... lo kenapa?"

"Gue ... gue ..."

Sona mengangkat alis meminta penjelasan dari perkataan Elang yang terbata.

"Selama ini, pertama kali liat lo ... jujur aja ada rasa penasaran berlebih dalam diri gue. Lo lucu, lo cantik, lo aneh tapi menarik. Jujur aja di kelas gue sering merhatiin lo diem-diem, dan semakin hari kita saling kenal lebih dekat, dan gue rasa perasaan gue ini lebih dari sekedar teman." Sona melotot kaget mendengar perkataan Elang yang terlalu bertele, padahal Sona menunggu untuk kata intinya.

"Maksud lo?" Sekilas Sona berpura-pura meminta penjelasan yang memang ia sudah mengerti.

"Gue suka sama lo, gue cinta sama lo. Lo mau jadi pacar gue?"

Sontak perkataan yang keluar dari mulut Elang membuat Sona melotot, sebenarnya hatinya sedang girang. Siapa yang tidak mau menjadi princessnya Elang, ia tampan, tinggi, visualnya begitu diidami beberapa kaum hawa. Sona menelan saliva kecanggungannya depan Elang, mata Elang menjadi sayu untuk menunggu jawaban yang keluar dari mulut Sona.
"Tapi ..." Elang melotot, ia kira Sona akan mudah untuk menerimanya namun kata 'Tapi' yang malah keluar dari mulutnya.

"Tapi apa? Lo gak suka ya sama gue?"

"Bukan, bukan gitu ... selama ini Manu juga Agam jadi panutan gue di sekolah, mereka pelindung yang selalu siap untuk gue. Gue akan nerima lo kalau lo bisa luluhin hatinya Manu sama Agam." Sona merasa gugup.

"Apa? Mereka kan bukan siapa-siapa lo!"

"Kalau lo gak mau, gue akan pikirin dulu jawabannya," ucap Sona hendak melangkah, namun Elang menahannya.

"Demi lo, gue akan minta izin sama mereka berdua!" Ucapan Elang membuat Sona melebarkan matanya. Tak habis pikir bahwa Elang mau menuruti perkataannya.

Elang menarik paksa Sona menuju ke tempat dimana Manu dan Agam berdiri menunggunya. Tatapan Elang begitu serius, membuat Manu meliriknya tajam, wajahnya berkeringat, napasnya terengah-engah.

"Agam, Manu, gue mau bicara sama kalian." Agam menatap Elang datar, dia bahkan saat ini mungkin sudah tahu apa yang akan Elang katakan padanya.

"Apa?" Manu menjawab sinis.

"Gue minta izin buat cinta sama Sona, gue suka sama Sona, gue mau Sona jadi pacar gue." Ucapan Elang membuat Manu melotot kaget.

"APA? PACAR? Son, lo bisa jelasin ini? Kenapa orang asing ini ngomong begitu depan gue?"

"Manu, Agam, maafin gue. Elang nembak gue. Gue belum terima jawaban dia karena gue mau dia izin lebih dulu sama kalian," ucap Sona setengah gugup membuat Agam menatapnya kaget.

"Selama ini kalian yang selalu jaga gue, kalian yang selalu temenin gue, gue gak mau deket siapapun tanpa seizin kalian."

"Son, lo apa-apaan sih?" Manu terlihat risih sendiri, masih tidak terima kalau Elang akan menjadi calon pacar Sona.

"Man!" Agam mulai bersuara.

"Son, terima kasih karena lo udah hargain kita sebagai sahabat di mata lo. Gue maupun Manu gak berhak buat ikut campur perasaan lo atau pun perasaan Elang. Terserah lo mau suka sama siapapun. Buat lo Elang, kalau emang lo suka, cinta sama Sona, gue mohon jaga dia dengan serius, karena kita gak mau liat Sona terluka. Liat Sona bahagia kayak gini sama lo, mana mungkin gue nahan dia buat bahagia."

"Jadi, kalian izinin gue pacaran sama Sona?" tanya Elang antusias.

"Gam," lirih Sona dengan mata sayunya.

"Good Luck." Manu menepuk pundak Elang, ia lantas melangkah pergi dalam tanda kutip dengan wajah masam. Agam segera menyusulnya.

"Jadi, lo mau jadi pacar gue?"

Sona mengangguk pelan.

"Apa? Gue mau denger lo jawab."

"I .... Iyaaaaaaa!" Sona sedikit jengkel namun ia begitu tersipu.

"Yes! Makasih Son, hari ini kita resmi pacaran. Gue akan selalu siap buat lo." Elang terlihat begitu girang, ia hanya bisa memegangi telapak tangan Sona dengan begitu nyaman.


Note :
Teruntuk silent reader. Kami memang menyajikan sebuah cerita untuk kalian. Apa salahnya kalian mengapresiasi karya seseorang?
Voment ges 🙏 thx

SONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang