Sore hari, Sona pergi ke rumah Manu. Niatnya bertamu, tapi sebenarnya Sona membutuhkan teman curhat. Biasanya ia selalu curhat dengan Agam lebih dulu, karena Agam lah orang yang paling bijak dari mereka bertiga. Tapi saat dalam kondisi seperti ini, membuat Sona serba salah. Ia jatuh canggung depan Agam. Sona selalu tidak enak berpapasan dengan Agam, juga merasa gugup jika berintetaksi dengannya.
"Gue benci Man ngerasain hal ini. Gue benci, Agam harus jatuh cinta sama gue, dan gue benci ngerasain perasaan egois ini Man."
"Egois?"
"Gue kepikiran Agam semalaman. Gue takut dia benci sama gue, gue takut dia ngelakuin hal yang nggak-nggak, dan gue takut ketika Agam mikir bahwa gue nolak dia dan dia malah pergi sama cewek lain Man. Perasaan apa ini Man?" Sona curhat dengan melamun.
Sementara Manu terdiam menatap Sona penuh makna. Ia melihat mata Sona yang mulai berkaca.
"Lo sayang sama Agam. Jika perasaan lo sinkron sama Agam, kenapa harus lo tahan Son?" Pertanyaan Manu membuat Sona terdiam kaget.
"Kalian sama-sama sayang dan gak mau kehilangan. Agam selalu bilang, bahwa dia bisa melihat wanita mana pun menangis kecuali Mamanya juga lo Son." Manu begitu serius membuat Sona memasang pendengarannya dengan baik.
"Gue jatuh cinta?" Sona menatap Manu dengan mata berkaca.
"Cinta gak mandang status. Ketika lo bisa ngerasain hal itu, lo akan buang apapun yang melekat padanya. Cinta itu muncul dari sini, bukan di sini," ucap Manu menunjuk dadanya dan beralih menunjuk matanya.
"Sekarang, lo harus bicara sama Agam. Karena gue gak mau, gara-gara perasaan yang lo tahan semua makin riuh buat Agam, maupun buat gue. Karena gue gak mau, liat sahabat gue terluka cuma karena menahan perasaan." Manu lantas memeluk Sona erat, ia menangis dalam dada bidang Manu.
Sona melamun di kamarnya. Ia terus menatap selembar foto mereka saat acara sekolah lalu. Matanya, Sona fokuskan pada Agam. Sejenak ia berpikiran tentang apa yang sudah Agam lakukan untuknya selama ini. Ia pun belum menangkap jelas bagaimana perasaannya saat ini pada Agam.
Di sisi lain, ia memang suka dengan kehangatan Agam. Di sisi lain, ia pun teringat akan persahabatan yang mereka jalin cukup lama.
"Finally, lo bisa buat gue tergelincir Gam. Tergelincir dalam hal perasaan yang sama dengan lo." Mata Sona berkedip sayu menatap foto Agam. Ia menarik senyum perlahan.
"Ada baiknya. Gue emang harus jujur sebelum gue bener-bener akan kehilangan semuanya. Cuma karena gue punya lo, gue lebih tenang untuk pergi dari sini," gumamnya dan lantas menaruh kembali foto ke dalam laci.
Angin berhembus begitu kencang. Mendung mulai memasuki wilayah Bandung dan sekitarnya. Hujan mulai turun dan membasahi setiap jalan yang berdebu.
"Hah? Lo mau ketemu sama gue?" Pertanyaan Agam lewat telepon membuat gaduh suasana aula sebuah perusahaan.
Ya, Agam memang hendak melakukan interview untuk pekerjaan pertamanya. Ia seketika dilema dengan Sona yang tiba-tiba mengajaknya untuk keluar setelah hujan terhenti beberapa jam lalu.
"Gimana sama interview gue?"
Beberapa menit kemudian, Agam terlihat berlari menuju halte bus tempat Sona tengah terduduk manis menunggunya.
"Son!" Panggilan keras Agam membuat Sona berdiri menyambutnya.
Sona sendiri memang masih canggung, ia merasa sungguh bersalah mengabaikan Agam beberapa minggu, namun Agam tak pernah punya niatan untuk mengabaikannya. Pakaian Agam terlihat sudah berganti. Artinya, ia meninggalkan interviewnya demi menemui Sona kala itu. Agam terlihat canggung, menarik senyum sipu depan Sona.
"Hehe. Gue telat ya? So ... sorry abis boker tadi." Ucapan Agam membuat Sona terkekeh. Ia menatap Agam dengan senyum.
"Lo yakin gak mau naik motor?"
Sona menggelengkan kepalanya perlahan.
"Gue mau naik bus karena hindarin kemacetan aja. Hehe, gue gak tahan sama panas juga."
"Lo ini burung hantu? Takut sama matahari?" Agam terkekeh.
Bus kemudian datang. Mereka masuk dan memilih tempat duduk paling belakang karena terasa lebih luas. Agam duduk di samping Sona, namun jarak mereka agak sedikit berjauhan. Sona menatap alam lewat cermin bus dari dalam. Ia membuka sedikit jendela dan beberapa helaian rambutnya mulai terhempas angin. Agam memperhatikannya lama, jantungnya mulai berdekup saat matanya menangkap kecantikan Sona dengan sempurna. Sona menutup kembali dan beralih menoleh pada Agam. Agam tersadar dan ia malah jatuh canggung.
"Lo minta gue traktir buat jalan-jalan hari ini?" Pertanyaan Agam membuat Sona mengangguk antusias. Agam mengernyitkan dahinya cemas. Ia menoleh pada saku celananya. Membuka sebuah dompet berisikan uang yang mungkin cukup untuk menyenangkan Sona saat itu juga.
Sona terkekeh menatap tingkah laku Agam.
"Gue kira lo lagi ikut interview dan lo kabur dari sana karena gue telepon." Ucapan Sona yang hanya sebuah terkaan membuat Agam melotot.
"Hah? Interview? Ah belom. Haha. Kok lo bisa mikir gitu? Hehe, nggak ah." Agam menunduk cemas. Namun sedari tadi itu yang selalu membuat Sona terkekeh melihat tingkahnya.
"Ada apa ya sama Sona yang tiba-tiba ngajak gue begini? Ah tapi gue gak peduli, kayaknya Sona mau ngilangin rasa canggungnya sama gue. Gue harus lupain hal kemarin. Hari ini, biarin terus berjalan, karena gue seneng bisa berdua sama Sona," batin Agam.
Mereka sampai di sebuah taman hiburan terbuka di kota Bandung. Mereka melihat beberapa makanan dari berbagai negara. Mereka mencicipi beberapa gula-gula, dan sesekali Sona memaksa Agam untuk naik roller coaster. Padahal, Agam belum pernah menaiki benda besi memabukkan itu, terlebih lagi Agam anti ketinggian.
"Yuhu. Seru banget kan? Gue tau lo bosen kan di rumah terus selama belum kerja?"
Agam meringis nyeri merasakan mual saat itu. Sona panik melihat wajahnya dan lantas membawa Agam beristirahat di sebuah kedai.
"Minum dulu nih. Gue gak tau kalau lo takut ketinggian."
"Nggak! Siapa yang takut ketinggian?" Agam berusaha membela diri, ia tak ingin dirinya dipandang rendah oleh siapapun termasuk Sona saat itu.
"Hhh. Lo harus ikut gue naik satu wahana lagi. Gue pesen tiket dulu ya?" Sona melangkah antusias.
"Sebelum gue bener-bener dapetin lo, gue udah terbunuh lebih dulu gara-gara tuh wahana," gumamnya seraya meringis.
VOMENT YA GESSSS. Thanks a lot❤
KAMU SEDANG MEMBACA
SONA
Novela JuvenilCinta atau persahabatan? Mana yang akan kau pilih? Sona, Agam dan Manu. Ketiga anak SMA itu telah bersahabat sejak lama. Bahkan persahabatan mereka sudah diartikan layaknya keluarga. Namun, persahabatan yang mereka jalin dengan baik malah terpecah b...