30. Canggung

271 20 0
                                    

Sona terlihat melamun di pekarangan rumahnya malam hari. Ia terbayang peristiwa permohonan maaf Elsa di depan semua orang. Sona memang tidak mengambil hati apa yang Elsa lakukan, namun saat gadis itu bilang semua adalah berkat Agam, dari situ Sona mulai merasakan perasaan yang aneh.

"Nggak Son. Lo gak boleh kayak gini."

Sona tertunduk merutuki dirinya. Ia memejamkan matanya juga memegang dadanya sesekali. Sona mengambil sebuah kertas dari laci nakas di kamarnya. Sebuah wasiat sang kakek yang memang diberikan khusus padanya, membuat Sona sungguh dilema.

Sementara, Manu sudah di restoran. Ibunya, semakin hari kian pulih dari penyakit stroke ringan yang dideritanya. Di sisi lain, Manu melamun memikirkan setiap peristiwa yang menyangkut kedua sahabatnya.

"Lo harus belajar ikhlas Man. Dan lo harus bisa bahagia demi sahabat-sahabat lo." Ia bergumam fokus duduk di kursi restoran.

Pagi menjelang, Sona dan Tiara terlihat berjalan di taman berdua. Mereka saling melempar cerita dan mengenang setiap masa sekolah. Sungguh bosan, ketika mereka sudah tak aktif lagi bersekolah, tentu saja tak ada hari semenyenangkan kemarin.

"Em, Tia?"

Tiara menoleh saat Sona mulai memanggilnya dengan nada datar.

"Gue mau nanya tentang satu hal."

Mereka terduduk di kursi taman.

"Lo mau tanya apa Son?"

"Kenapa lo bisa suka sama Manu?" Pertanyaan Sona membuat Tiara tertegun kaget.

"Bukan maksud gue bertanya karena gue sahabat Manu, bukan. Gue mau tau bagaimana perasaan lo saat lo suka sama seseorang?" Pertanyaan Sona kali ini membuat Tiara mengerti, ini semua adalah tentang perasaan.

"Ketika gue suka sama seseorang, gue gak liat dia dari segi apa yang pernah dia lakuin ke gue. Entahlah, jatuh cinta itu sulit banget diutarain rasanya. Lo seneng, lo gembira, lo nyaman saat apapun yang berhubungan dengan orang itu. Dan ketika lo bener-bener suka sama seseorang ataupun jatuh cinta, lo gak akan meminta sebuah jawaban dari cinta lo. Dan cukup ngerasainnya aja serasa udah menuhin apa yang hati lo mau." Tiara melamun saat bercerita tentang perasaannya.

"Terus. Gimana sama Manu?"

"Manu? Dia unik, dia emang jutek, udah gitu galak. Tapi ketika dia lemah, dia bener-bener bukan seperti Manu yang lo tau. Lo juga tau, ketika kita suka sama seseorang bukannya gak harus ada alasan kan?"

Hari itu adalah hari dimana Sona mulai memikirkan apa perkataan Tiara. Setelah sekolah selesai, jiwanya terbangun untuk bisa memikirkan perasaan apa yang sebenarnya tengah menjamahinya beberapa hari terakhir. Ketika dengan Elang, tentu saja Sona memang merasakan kesenangan tapi tak pernah dapat yang namanya kebahagiaan. Beberapa hari ia pun terus dilema. Akankah bisa ia pergi sendiri dengan meninggalkan perasaannya yang begitu labil saat ini. Sona beberapa kali melamun. Beberapa menit ia melamun di jendela kontrakan rumahnya, ponselnya berdering mengagetkannya. Sebuah chat masuk membuatnya penasaran.

"Son, temen-temen mau pada kumpul di sekolah. Lo ikut kan?"

Pesan teks dari Tiara membuatnya tersenyum. Entahlah, semenjak selesai ujian, ia begitu merindukan masa sekolahnya kembali, tak terlebih menikmati hari-harinya bersama Manu dan Agam. Mereka saat ini tengah sibuk merencanakan masa depan. Manu sibuk mengelola restoran ibunya. Dan Agam, ia mungkin sibuk untuk mencari kampus baru ataupun ikut Papanya masuk perusahaan.

Beberapa siswa kelas 12 yang belum resmi menjadi alumni terlihat berkumpul di taman sekolah dengan menggunakan kaos kasual yang sopan.

"Tumben banget si Agam belum sampe sini?" Manu menatap arlojinya beberapa kali.

SONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang