Bel sekolah terdengar nyaring di penjuru SMA Mandala. Sona, Manu juga Agam terlihat berjalan berdampingan di koridor. Elang berpapasan dengan mereka yang membuat Agam lantas menatapnya begitu serius.
"Hai guys, gue boleh ikut kalian ke kelas?" tanya Elang. Sona sendiri terlihat begitu canggung dengan Elang setelah peristiwa di lapangan tenis lalu.
"Elang wangi banget sih, padahal cowok-cowok di sini jarang banget ada yang make parfum apalagi si Manu," batin Sona.
Usapan cool tangan Elang pada rambutnya memecah penglihatan Sona, dirinya seakan dibuat terpana oleh ketampanan Elang kala itu.
"Guys, gue ... gue ke toilet dulu."
Sona melarikan diri ke toilet membuat Agam juga Manu terheran dengan sikapnya. Di dalam toilet, Sona mendekapkan tangannya pada jantung yang tengah berdetak kencang.
"Kenapa setiap gue liat Elang rasanya gue selalu salting, gue takut ada hal jelek yang nempel di tubuh gue," batin Sona mulai bercermin.
Di kelas, Agam terlihat membaca sebuah buku, Manu sibuk dengan game-nya, dan Elang tengah duduk tampan di samping para gadis. Sona masuk ke kelas dengan canggung untuk melewati Elang. Langkah demi langkah, Sona menuju kursinya. Namun, hal tak disangka ia dapatkan, sebuah gelang perak terjatuh di depan Elang.
"Tunggu!" Panggilan Elang membuat Sona semakin kikuk.
"Gelang lo?"
Seluruh isi kelas menatap peristiwa itu.
"Eh, iya itu gelang gue." Sona baru saja sadar setelah melihat lengan kanannya yang kosong.
Belum sempat tangan Sona meraih gelang di tangan Elang, dengan tiba-tiba Elang menarik tangan Sona juga memakaikan gelang dihadapan semua orang membuat suasana kelas hening terkejut. Agam yang tadinya membaca sebuah buku, mulai mengintip peristiwa itu dari balik bukunya.
"Heh!" Teriakan Manu menghentikan peristiwa itu.
"Guru udah dateng," ucap Manu menarik Sona untuk duduk ke kursinya.
"Sial, ini menjengkelkan. Kenapa bisa bisanya dia nyentuh lengan gue gitu aja, dan bodohnya lo cuma diem Son," batin Sona dengan terus merasa menyesal. Ia membolak-balikkan kepalanya yang tertidur di atas meja dengan wajah memerah. Agam menatapnya dari jauh dan mulai merasa bahwa Sona sedang salah tingkah karena Elang.
Guru mulai membagi tugas untuk mereka secara kelompok. Baik Agam, Sona maupun Manu, mereka memiliki kelompok terpisah dan sialnya Sona sekelompok dengan anak baru itu, Elang. Pulang sekolah, Elang menghentikan langkah Sona membuat Manu dan Agam terdiam heran.
"Gue mau bicara, soal tugas kelompok."
"Bisa besok."
"Lebih cepat lebih baik, gue tunggu di perpus," ucap Elang lantas pergi.
"Guys, gue ke perpus dulu ya. Kalian pulang duluan aja, gue bisa minta jemput kok."
Manu dan Agam hanya menghela napasnya datar. Di tengah perjalanan, mereka sedikit berbincang, sebelum menuju parkiran motor.
"Gam, menurut lo si Elang orangnya kayak gimana sih?"
"Ngapain lo nanya itu? Emang gue emaknya?"
"Bukan gitu, gue merasa akhir-akhir ini Sona bertingkah aneh kalau depan si Elang. Jangan-jangan Sona suka lagi sama Elang." Ucapan Manu menghentikan langkah Agam.
"Emangnya kenapa kalau Sona suka sama cowok? Lo cemburu?" tanya Agam seraya menaiki motornya.
"Apa? Heh, gue bukan cemburu, takutnya ada hal buruk dari si Elang yang kita gak tau. Dia kan anak baru. Kalau emang Sona suka, kalau dia bermasalah, bisa aja imbasnya ke Sona. Dan gimana sama lo? Gue liatin lo gak khawatir Sona suka seseorang."
"Kenapa gue harus khawatir?" Agam lantas tancap gas meninggalkan Manu yang baru saja memakai helmnya.
"Hadeh, gue kalah ngomong terus sama si Agam, kapan-kapan omongan gue akan menang dari dia, liat aja." Manu lantas pergi.
Di perpustakaan Elang juga Sona tengah mencari sebuah buku untuk referensi tugas mereka.
"Menurut gue itu bukunya," ucap Sona berusaha meraih buku di rak yang cukup tinggi. Datanglah Elang dan menjulurkan tangannya di belakang Sona.
"Nih. Pendek sih!"
"Gue gak pendek, cuma kurang tinggi aja."
"Itu sih sama aja," jawab Elang senyum.
Mereka duduk berhadapan dengan Sona yang terus terlihat gugup di depan Elang.
"Kenapa lo diem? Cari tugasnya!" Sona berusaha mengalihkan kegugupannya.
"Diem, ada nyamuk di dahi lo," ucap Elang.
Sona hendak menampar dahinya dengan tangan namun Elang menahan tangannya, mendekatkan wajahnya pada Sona, refleks Sona menutup matanya takut.
"Apa-apaan lo?" ketus Sona.
"Huhhh!" Tiupan Elang pada dahi Sona membuat wajah Sona memerah dan dia lantas berlari pergi.
Jantung Sona berdetak begitu cepat, nadanya terus gemetar dengan tidak selaras.
"Gue kenapa sih? Elang ngapain coba segala niupin nyamuk," gumam Sona risih sendiri.
Pulang sekolah, Sona menunggu supir jemputannya yang tak kunjung datang. Elang tiba-tiba menghampirinya setelah membereskan bukunya di dalam kelas.
"Ngapain lo pergi? Tadi nyuruh gue ngerjain tugasnya."
"Nanti gue email apa yang harus lo cari, gue lagi buru-buru."
"Nunggu siapa?"
"Jemputan."
"Ikut gue aja," ujar Elang.
"Nggak!"
"Ayolah, arah kita sama kok."
"Son!" Panggilan seorang laki-laki mengejutkan mereka berdua.
"Agam, lo belum pulang?"
"Gue abis ngopi di warung Bu Isah."
"Sesore ini?" tanya Sona membuat Agam memutar bola matanya gugup.
"Jemputan lo belum dateng? Ayo pulang sama gue." Agam menarik paksa tangan Sona untuk menuju motornya dengan mengabaikan Elang dihadapannya.
Elang sedikit mendengus risih kala Agam membawa Sona pergi darinya. Padahal, mereka belum selesai berbincang saat itu.
Mereka berhenti di salah satu danau di pertengahan jalan menuju rumah masing-masing. Agam membukakan helm untuk Sona, hal itu memang sudah terbiasa mereka lakukan. Sona terduduk di dasar tanah menghadap danau yang airnya terbilang begitu tenang.
"Son." Panggilan seorang Agam memecah lamunan Sona.
Agam pun terduduk di samping Sona saat itu.
"Thanks ya, kalau gak ada lo gue mungkin pulang sendirian. Lagi pula, Pak Ari kan cuma supir Papa gue, dia punya kesibukan lain mungkin. Tapi dia lebih baik dari Papa gue, saat gue telepon dia selalu dateng gak kayak Papa." Sona sedikit termenung kalau sudah teringat dengan Papa-nya yang setiap kali selalu sibuk.
"Son! Jangan begitu, Papa lo sibuk demi keluarga. Lo bisa pulang setiap hari sama gue, dan itu gak dipungut biaya apapun." Ucapan Agam membuat Sona menatapnya dengan senyum.
"Ada yang salah?"
"Agam! Kenapa sih lo baik banget sama gue?"
"Lo baru ngerasa gue baik? Kenapa gak dari dulu?"
"Dulu lo gak sebaik ini." Sona terkekeh sesekali.
"Apa lo bilang? Berani lo ngomong begitu? Hayo sini!"
Seketika mereka saling bercanda, melepas tawa bersamaan juga melepas semua luka keluarga yang menyerang mereka.
Vote Coment Geng, Terima Kasih Sangat Banyak❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
SONA
Teen FictionCinta atau persahabatan? Mana yang akan kau pilih? Sona, Agam dan Manu. Ketiga anak SMA itu telah bersahabat sejak lama. Bahkan persahabatan mereka sudah diartikan layaknya keluarga. Namun, persahabatan yang mereka jalin dengan baik malah terpecah b...