15. Sapu Tangan

354 24 0
                                    

Malam pekat terlihat, Sona menelpon Mamanya untuk memberitahu posisinya saat itu. Ia menyuruh Bu Nuri untuk langsung memberitahu Bu Sima, untuk menyakinkannnya bahwa Sona tidak keliaran ke mana-mana. Manu dan Sona terduduk di depan rumah Agam. Mata Manu masih lembab terlihat, ia menatap datar dasar tanah.

"Man, lo kenapa? Ada masalah?" Sona memang belum tau masalahnya kala itu, ia merasa sesak untuk membicarakannya namun sepertinya Sona memang harus tau.

Manu menceritakan semuanya dengan nada tertekan, ia sesekali sesak terlihat, tangannya mengepal keras. Sona mulai menitihkan air matanya, ia tak tau kedua sahabatnya selama ini mengalami banyak masalah yang besar.

"Maafin gue Man, gue selalu gak ada buat kalian. Jangan lari kayak gini Man, ibu lo butuh lo. Mungkin ibu lo punya alasan kuat buat ini semua, gue mohon bicara baik-baik sama ibu lo, jangan bikin dia drop." Ucapan Sona sedikit mencerahkan pikiran Manu.

Tak sadar, Bu Nuri menguping semua pembicaraan mereka, ia ikut menangis, menghampiri Manu lantas memeluknya dari belakang. Sona melotot kaget, ia pun akhirnya ikut dalam kesenduan Manu.

"Yang sabar ya nak, kalau ada masalah apapun, tolong beritahu Mama, Sona ataupun Agam. Kami selalu siap buat kamu." Ucapan Bu Nuri semakin membuat Manu menangis terisak.

Sona pulang dengan membawa haru para sahabatnya sampai rumah. Sona melamun di teras rumahnya. Sesekali ia memikirkan masalah yang hinggap pada kedua sahabatnya. Telepon berdering, terlihat Elang menelponnya. Namun, jari lentiknya menghentikan deringan tersebut.

"Gue lagi gak pengen bicara sama siapapun."

Terkadang Sona pun takut, kedua sahabatnya telah mendapatkan banyak masalah, namun yang dia lakukan hanya berdiam diri menatapnya.

"Papah kenapa jarang banget pulang. Di saat kayak gini, gue butuh saran papah."

Pagi harinya, kedua sahabatnya pun tak masuk sekolah. Teman yang ia punya saat ini ialah Tiara. Sementara, Elang mengejar Sona yang tengah berjalan santai.

"Son, kenapa gak angkat telpon aku lagi malem?" Elang meminta penjelasan.

"Maaf Elang, aku sibuk. Kedua sahabat aku, bener-bener butuh aku, mereka lagi bermasalah."

"Lagi-lagi perihal mereka. Kenapa sih, kamu gak pernah mikirin aku sedikit pun? Kenapa harus mereka yang lebih kamu prioritaskan?" Pertanyaan Elang seketika membuat Sona menatapnya tajam. Tiara yang canggung, segera meninggalkan mereka.

Tiara yang cemas akan Manu, berusaha menelponnya namun hasilnya nihil.

"Gue kok cemas sama Manu ya? Gue kan gak mulut ember. Gue harus cari Manu."

Tiara pergi meninggalkan pelajaran, jika dibilang bolos, itu mungkin.

"Kenapa kamu marah-marah? Kamu tau hubungan aku sama Agam dan Manu."

"Son, lo harusnya tau diri. Mereka punya kehidupan masing-masing. Lo selalu belain orang lain. Kenapa lo harus nerima gue kalau gak siap buat punya pacar? Hah?"

Elang tiba-tiba bernada tinggi membuat Sona mengernyit heran.

"Sona gak salah!" Agam tiba-tiba muncul dengan seragamnya.

"Agam? Lo masuk?"

"Jangan pernah lo bentak Sona, dia gak salah. Kalau lo mau emosi, silahkan lo boleh marah ke gua." Ucapan Agam membuat Elang sedikit jengkel.

"Sona pacar gua!"

"Gua tau, gua tau. Tapi sikap emosi lo ke perempuan itu yang gak bener."

"Berani lo mulai ikut campur urusan orang lain?" Elang menatap sinis Agam.

SONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang