Begitu cerah surya memancar, menyilaukan mata seorang gadis yang sedang berjalan menuju sekolahnya, setelah beberapa menit diantar oleh supir pribadi Papa-nya.
"Seenggaknya Papa masih peduli sama gue walau lewat orang lain."
Terkadang Sona selalu senang walaupun sang Papa jarang ia temui.Elang menghadangnya dengan mata sungguh tajam.
"Kamu marah sama aku Son?"
Beberapa malam belakangan memang Sona tidak membalas pesan LINE yang Elang kirimkan padanya.
"Aku sibuk. Besok mau ujian akhir semester kenaikan kelas. Aku harus fokus!"
"Tapi kamu bisa luangin waktu buat aku Son."
Sona menatap Elang pekat.
"Luangin kata kamu? Elang, denger ya. Aku selalu nunggu kamu pulang sekolah, tapi setiap kali kamu selalu sibuk, kamu dijemput sama Papa kamu. Sebenarnya ada apa sih? Kamu selalu pergi tiba-tiba tanpa meninggalkan pesan apapun." Sona terlihat sedikit emosi. Elang mulai memutar bola matanya canggung.
"Itu ... itu bukan urusan kamu Son. Aku emang ada perlu sama Papa."
"Apa aku gak harus tau?"
"Karena ini emang bukan urusan kamu. Kamu gak harus tau apapun. Ini cuma hubungan antara keluarga aja."
"Oke!" Sona melangkah pergi meninggalkan Elang, kali itu Elang tak mengejarnya seperti biasa.
Telihat kedua mata yang menatap perbincangan kecil mereka di balik tiang listrik dekat kantin bu Fitri. Ya, dia Agam. Memang akhir-akhir ini Agam selalu curiga apapun persoalan hubungan mereka. Hanya satu yang ia tidak inginkan, yaitu melihat sahabatnya terluka karena seseorang.
Di sisi lain, Manu melangkahkan kakinya ke rumah. Ia terlihat canggung dari sebelumnya. Beberapa malam ia tidur di rumah Agam. Pencerahan Tiara membuatnya kuat untuk menghadapi masalahnya. Bu Mawar melebarkan matanya kaget melihat Manu yang membuka pintu kamarnya. Terlihat mata yang berkantung dari wajah seorang Bu Mawar.
"Manu?" Manu berjalan menghampiri ibundanya. Pelukan ia berikan di selingi dengan tangis.
"Maafin Manu Bu. Manu gak bisa jadi orang dewasa." Manu terisak di pelukan ibundanya.
"Ibu tau kamu anak baik nak. Kamu gak bakalan tinggalin ibu sendirian." Ucapan Bu Mawar membuat Manu semakin mengeratkan pelukannya.
Beberapa menit mereka terlihat duduk tenang tanpa air mata.
"Papa kamu sudah pergi ke Singapura bersama istri dan anaknya." Ucapan Bu Mawar sontak mengejutkan Manu.
"Apa maksud ibu?" Manu meninggikan suaranya."Ya nak. Selama ini, ibu baru tau kalau Papa kamu menikah lagi sudah satu tahun lamanya. Mereka di karuniai seorang anak perempuan yang cantik baru berusia 6 bulan."
"Brengsek!" Manu berdiri tegap dengan kekesalan.
"Manu, ibu mohon jangan emosi demi ibu. Ibu mohon!"
Manu menatap sendu seorang ibu yang memohon padanya. Sungguh, pekhianatan macam apa yang ia dapatkan dari sang Papa sendiri. Terlebih lagi, ia selalu mencemaskan perasaan sang ibu.
"Ibu mohon ikhlaskan semua ini. Ibu udah maafin Papa kamu. Kami gak bisa bersama karena pasti kasih sayangnya terbagi dan ibu gak mau kamu sedih karena itu." Bu Mawar menangis.
"Kenapa harus seperti ini bu? Kenapa hidup itu kejam bu?" Manu menangis terisak.
"Manu janji, Manu akan buat ibu bahagia setiap hari walaupun tanpa sosok Papa. Memang Papa harus lenyap dari penglihatan kita. Manu gak akan benci Papa demi ibu. Inget bu, semuanya demi ibu."

KAMU SEDANG MEMBACA
SONA
Teen FictionCinta atau persahabatan? Mana yang akan kau pilih? Sona, Agam dan Manu. Ketiga anak SMA itu telah bersahabat sejak lama. Bahkan persahabatan mereka sudah diartikan layaknya keluarga. Namun, persahabatan yang mereka jalin dengan baik malah terpecah b...