Malam begitu pekat terlihat, Sona masih saja memikirkan peristiwanya dengan Elang. Tiba-tiba saja tarikan sebuah senyum tersorot dari wajah Sona membuatnya aneh sendiri.
"Baru kali ini, gue kalau deket cowok rasanya aneh. Padahal gue udah sering interaksi sama banyak cowok tapi biasa aja," batinnya.
Dirinya melamun di teras rumah. Sebuah mobil terparkir di depan rumahnya, sorotan lampu membuat Sona tersadar dari lamunannya.
"Papa!" Teriakan Sona keras ketika melihat sang Papa turun dari mobil. Sona berlari menghampiri Papa-nya dan lantas pelukan hangat ia berikan pada sang Papa.
"Sona, kok belum tidur?"
"Pa, Papa sibuk banget ya? Setiap ada rapat orangtua wali murid, Papa selalu gak bisa. Padahal yang lain, orangtuanya lengkap dateng."
"Sona, kamu jangan kekanakan kayak gini dong, kamu tau Papa sibuk, kan masih ada Mama."
"Papa, udah pulang?" Sambutan seorang wanita cantik keluar dari rumah besar Sona.
"Mama tolong bilangin Sona, dia udah beranjak dewasa gak seharusnya dia manja begitu." Pak Aryan tegas, ia Papa dari Sona.
"Pa, wajar Sona manja, dia anak satu-satunya kita. Udah Papa jarang di rumah karena selalu dinas ke luar kota, biarin Sona melepas kangen sama Papa-nya," jawab Bu Sima.
"Tapi Papa gak mau Sona jadi anak manja, dia harus belajar mandiri. Udah ya, Papa capek mau istirahat." Pak Aryan lantas melangkah memasuki rumah dengan gagah. Bu Sima merangkul Sona yang mulai tertunduk sendu karena peringatan sang Papa yang membuatnya begitu tersinggung.
••
"Lo tau gak Man, gue dibilang anak manja sama Papa gue. Padahal kan gue cuma kangen sama dia," ucap Sona lewat panggilan teleponnya dengan Manu.
"Udah Son, lo sabar aja. Siapa tau emang dia sibuk, jangan galau terus."
"Hem, eh lo lagi apa?"
"Biasa, lagi duduk tampan di taman depan rumah. Nungguin cewek cantik lewat." Manu terkekeh.
"Gak ada hal yang bermanfaat apa yang lo kerjain?"
"Hehe, gue bercanda Son. Lagi pula, gue lagi nemenin ibu gue."
"Salam ya buat ibu lo, semoga cepet sembuh."
"Thanks. GN!"
Sungguh bersyukur Sona memiliki sahabat, walau kadang pertengakaran maupun salah paham sering terjadi, tapi ia tak bisa mendapat kebahagiaan jika bukan karena kedua kurcacinya itu.
Awan pagi sungguh menyejukkan. Matahari yang belum sepenuhnya muncul terlihat begitu indah di balik awan. Agam berjalan santainya melewati koridor sekolah, bersamaan dengan itu Manu lantas menghampirinya.
"Gam!"
"Eh lo, baru sampe? Sona mana?"
"Pagi banget Sona udah dateng, dia sekarang ada di perpus sama Elang, katanya sih mau selesain tugas kelompok."
"Apa? Sama Elang?"
"Gue harus ke sana," ucap Agam seraya melangkah menuju perpustakaan, namun tangan Manu menahannya.
"Mau ke mana lo? Tugas lo aja belum kelar, ikut gua." Manu menarik paksa Agam masuk ke kelas.
"Geng, lama-lama gue geram liat si Sona makin deket sama anak baru itu," ucap Elsa disela kumpul bersama temannya di kantin.
"Lo risih gak sih? Liat si Sona centil ke cowok-cowok, udah gitu dia udah cuci otak si Tiara," timpal Lili.
"Geng, dia mulai nyari ribut sama kita. Dia udah hina lo di depan temen-temen cowoknya Sa." Putri menimpali omongan Lili dan membuat Elsa semakin geram.
Sona berjalan bersamaan dengan Elang menuju kelas sebelum bel berbunyi.
"Elsa! Lo Elsa kan?" Elang membuat mereka semua terheran.
"What, tau dari mana lo nama gue?"
"Emm, lo pasti anaknya Pak Ferdo kan? CEO perusahaan teknologi itu?"
"Dari mana lo tau?" Elsa tersenyum heran.
Sementara Sona hanya terdiam, hendak beranjak pergi dari belakang Elang, Elang menahan tangannya di balik tubuhnya membuat Sona terkaget. Niat Sona untuk pergi seketika sirna, menatap Elang memegang lengannya tanpa sepengetahuan Elsa juga gengnya.
"Kenalin, gue anak dari Pak Erwin Sudrajat, kolega Ayah lo. Kebetulan Ayah lo sering main ke rumah juga bahas tentang lo. Kalau gitu, gue duluan. Ayo Son." Elang dan Sona pergi.
Sampai di kelas, Sona terdiam mengerucutkan mulutnya sejenak. Teguran Manu pun ia hiraukan begitu saja dan sibuk mengeluarkan buku pelajarannya.
"Son, lo kenapa?" tanya Manu.
"Gue gak apa-apa!"
"Muka lo gak ngenakin." Manu semakin terheran.
Agam memperhatikan gerak-gerik Elang terhadap Sona. Elang terus melirik Sona yang entah dia kenapa, tiba-tiba saja tertegun diam tanpa ada keramahan di wajahnya.
Jam istirahat tiba, Agam, Sona dan Manu menuju kantin tempat biasa mereka makan. Elang menahan mereka membuat Manu juga Agam terheran tak terkecuali Sona.
"Sorry guys, gue perlu bicara sama Sona."
"Soal apa? Bukannya tugas udah di kumpulin ya?" Sona heran.
"Lo mau bicara, bicara aja," sahut Agam datar masih dengan ekspresi coolnya. Agam bahkan tak menyangka, kalau Elang lebih sering menghentikan mereka untuk pergi sekarang karena Sona. Padahal, mereka hanya dekat karena perihal tugas kelompok.
"Gue gak bisa, karena gue cuma mau bicara sama Sona." Sona akhirnya mengikuti Elang.
Apa yang mau mereka bicarain ya?
Note :
Teruntuk silent reader. Kami memang menyajikan sebuah cerita untuk kalian. Apa salahnya kalian mengapresiasi karya seseorang?
Tekan vote di kiri bawah gess, kritik dan saran kalian di harapkan.Voment.
KAMU SEDANG MEMBACA
SONA
Teen FictionCinta atau persahabatan? Mana yang akan kau pilih? Sona, Agam dan Manu. Ketiga anak SMA itu telah bersahabat sejak lama. Bahkan persahabatan mereka sudah diartikan layaknya keluarga. Namun, persahabatan yang mereka jalin dengan baik malah terpecah b...