Semenjak saat itu, Sona terus memikirkan peristiwanya dengan Agam. Sona menatap beberapa lembar album foto mereka bertiga. Ia menatap senyum Agam yang begitu lepas di dalam foto.
"Apa yang terjadi ya?" Ia mengetuk beberapa kali wajah Agam dalam foto. Dagunya ditopang dengan tangan seraya melamunkan fotonya bersama kedua temannya.
Beberapa hari ini, ia merasa aneh akan dirinya sendiri. Ia lebih sensitif terhadap apapun yang menyangkut tentang Agam. Malam hari, Sona keluar menatap bintang bertaburan di atap langit malam. Keluar dari rumah, Bu Sima yang menghampiri Sona.
"Sona, Mama mau bicara sama kamu." Bu Sima mengeluarkan sebuah kertas dan menyodorkannya pada Sona.
"Apa ini Ma?"
"Baca aja."
Sona membacanya beberapa saat. Ia terkejut melebarkan matanya yang mulai bertanya-tanya dengan apa yang ia lihat.
"Mama mau kamu kuliah ke Finlandia. Om sama tante kamu, mereka memang membenci Papa, tapi mereka sempat berbicara soal pendidikan kamu sama Papa. Sebenarnya, Papa kamu mendapat sebuah warisan dari Abah, kakek kamu yang selama ini ia simpan baik-baik buat kamu bisa sekolah ke luar negeri."
"Tapi, kenapa Sona harus keluar negeri? Aku bukan Sona yang dulu. Kita gak boleh memaksa keadaan ketika keluarga kita lagi down begini. Sona gak apa-apa kalau emang harus kuliah di Bandung Ma." Sona sedikit menentang perkataan mamanya yang membuat dirinya bingung. Ya, memang cita-cita Sona adalah bisa kuliah di Finlandia semenjak kecil. Ia sudah banyak berencana bahkan Sona pernah menabung di sebuah celengan kecil waktu umurnya masih 10 tahun.
"Sona, ini semua warisan Abah. Bukan uang yang Papa hasilkan selama ini, kamu gak usah takut."
Sona tertunduk sejenak.
"Kenapa gak minta Om sama Tante buat bebasin Papa?"
"Kebencian mereka belum hilang sama Papa. Tapi mereka bilang, mereka akan bebasin Papa dari penjara asalkan Papa gak berulah lagi juga ... kamu harus ikut ke Finlandia sama Om Toni juga Tante Irish."
Sona tertunduk bingung saat itu juga. Perintah dari sang Mama juga warisan dari sang Abah membuatnya dirinya sungguh terkejut tiba-tiba. Ia tak pernah tahu, kalau sang Papa telah menyembunyikan hal ini, dan sempat-sempatnya memikirkan pendidikan Sona disaat ia melakukan kejahatan di perusahaan.
Pagi sekitar jam 10, Sona sudah berada di lapas tempat sang Papa ditahan. Ia meminta do'a sebelum ia melaksanakan ujian yang tinggal menghitung hari.
"Sona, Mama udah kasih tau semua kan? Papa mohon pergilah demi Abah. Papa tau semua orang membenci Papa. Papa merasa gak guna. Jadi nak, Papa mau kamu menjadi yang terbaik dengan apa yang kamu lakukan dan kamu ingin. Ini mimpi kamu kan nak?"
"Sona gak bisa Pa!"
"Papa mohon, Papa mohon, bukan demi Papa, tapi demi Abah yang pengin banget kamu bisa sekolah setinggi-tingginya. Itu wasiat terakhir. Beliau memberikan itu semua untuk pendidikan kamu nak. Besok kamu ujian kan? Lakukan yang terbaik, kamu pasti lulus."
Seorang petugas polisi datang.
"Maaf mba, jam besuk sudah habis. Silahkan mba tinggalkan lapas."
Mata Pak Aryan berkaca-kaca, ia memegang erat tangan Sona yang sedari tadi terdiam menunduk tanpa menimpali pesan Papanya.
"Papa mohon. Papa mohon sama kamu. Buat mama kamu bangga, dan sampaikan permintaan maaf Papa sama Om Toni, Papa mohon. Jaga kesehatan, semoga beruntung nak. Papa sayang kamu." Pak Aryan meninggalkan tempat.
Sona tertunduk sendu sekaligus bingung. Ia sangat sulit mengambil keputusan disaat masalah datang bertubi dalam kehidupannya.
Ujian Akhir Nasional dilakukan serentak di seluruh sekolah di Indonesia tingkat Sekolah Menengah Atas. Semua berjalan dengan lancar sampai pada hari terakhir ujian nasional. Seluruh siswa SMA Mandala bersorak riang ketika telah menyelesaikan UN dengan lancar. Aksi corat-coret pun dilakukan dalam lingkungan sekolah, semua itu untuk menjaga keamanan juga ketertiban para siswa SMA Mandala.
"Akhirnya, selesai juga. Semoga kita semua lulus."
Mata Sona berkaca, mereka mulai memeluk satu sama lain. Berusaha melepas kenangan indah ataupun pahit setiap masa di sekolah.
Setelah hari itu berlalu, mereka beristirahat di rumah masing-masing untuk menunggu saat-saat pengumuman kelulusan berlangsung. Mereka ke sekolah, jika ada kepentingan yang memang harus diselesaikan. Sona dan lainnya telah membuat janji untuk saling bertemu. Di sebuah cafe, semua kelasan Sona dan kelas 12 lainnya berkumpul. Elang pun ada di sana.
"Son, gimana ke depan? Lo mau kuliah atau kerja? Atau menikahhhhh. Hahaha!" Salah satu temannya di kelas bertanya padanya.
"Kalau nanya yang bener dong!" Manu menimpali sinis.
"Gue? Belum tau." Ucapan Sona membuat Agam maupun Manu menoleh padanya cepat.
"Bukannya Papa lo pernah minta lo buat kuliah, kok gak tau?" tanya Manu.
Sona melirik Agam dan lainnya tanpa maksud. Ia bahkan masih trauma jika mengungkit perihal Papa di depan teman kelasnya. Manu jatuh menjadi tak enak pada Sona.
"Aduh, sorry Son."
"Selow aja." Sona tersenyum.
Elsa hadir di pertengahan mereka. Gadis itu tiba-tiba saja menjulurkan tangan kanannya pada Sona membuat seluruh siswa SMA Mandala menganga kaget.
"Apa-apaan lo Sa?" Manu sudah kesal sendiri. Sementara, Tiara berusaha menghentikan emosi Manu.
"Gue minta maaf. Selama ini udah jahat sama lo!" Ucapan Elsa membuat semua orang terkejut, termasuk Sona sendiri. Sona meraih tangan Elsa perlahan, ia berjabat tangan dengannya walau keadaan bingung malah membuatnya linglung sendiri.
"Gue sadar, ucapan Agam emang ada benarnya. Kalau kejahatan dibalas dengan kejahatan, lo cuma dapet kepuasan tanpa ada maksud jelas di dalamnya."
Sona menoleh melirik Agam, sepertinya akhir-akhir ini Elsa dan Agam memang terlihat lebih akrab. Terlebih lagi, Agam telah merubah pemikiran dan sifat Elsa perlahan karena kata-kata bijak yang selalu ia keluarkan.
"Gam, thanks ya. Sebagai ucapan terima kasih gue, gue kasih ini buat lo!" Elsa menyodorkan sekotak coklat besar pada Agam. Setelah melakukan hal itu, Elsa lantas pergi dari hadapan mereka semua.
Di sisi lain, coklat Agam langsung diserbu oleh teman-teman kelasnya.
"Lo kasih racun apa sama si Elsa?"
"Manu!"
Tiara menggubris perkataan Manu.
Voment❤❤❤❤❤Thx
KAMU SEDANG MEMBACA
SONA
Teen FictionCinta atau persahabatan? Mana yang akan kau pilih? Sona, Agam dan Manu. Ketiga anak SMA itu telah bersahabat sejak lama. Bahkan persahabatan mereka sudah diartikan layaknya keluarga. Namun, persahabatan yang mereka jalin dengan baik malah terpecah b...