part 36

1.5K 64 0
                                    


Happy reading❤

  Kaki-kaki jenjang itu terus Lisya langkahkan meninggalkan area bank swasta yang berada di pusat kota itu, sudah terhitung sebulan lebih ia memperkerjakan dirinya di sana. Dan selama itu pula banyak kejadian-kejadian aneh terjadi di dalam hidupnya, mulai dari kotak teror, orang misterius yang selalu mengganggunya di malam hari, tulisan-tulisan aneh yang di dapatinya, dan masih banyak lagi hal-hal yang membuat kehidupan tenangnya mulai terusik.

  Seperti saat ini contohnya ia terus merasa seperti ada orang yang sedang mengikutinya. Lisya semakin mempercepat langkahnya, entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak. Sesekali Lisya kembali menoleh kebelakang namun tetap tidak ada siapa-siapa.

  "jadi merinding," gumamnya pelan sembari mengusap tengkuknya. Tak bisa dipungkiri Lisya mulai takut sekarang, kalaupun iya yang mengikutinya itu adalah makhluk tak kasat mata, ia tak begitu menghiraukannya, tapi bagaimana kalau yang mengikutinya itu adalah orang jahat yang berniat macam-macam dengannya? Kan repot.

  Krekk...

  Sontak Lisya menoleh kebelakang saat mendengar suara seperti ranting patah. Nihil, tak ada siapapun di sana. Mengingat hari sudah mulai beranjak sore dan para pegawai bank yang lain pun sudah pada pulang.

  Dengan secepat yang ia bisa, Lisya mulai berlari, tak memperdulikan hal apa yang ada di belakangnya. Yang terpenting sekarang ia harus segera sampai di parkiran depan.

  Setelah mengeluarkan sedikit tenanganya yang tinggal setengah itu, akhirnya Lisya sampai di tempat tujuan. Namun sayang, sekali lagi ia harus sabar menunggu karena jemputannya belum datang.

  Lisya hendak menghubungi orang yang sudah berjanji akan menjemputnya itu, memberitahukan bahwa ia sudah menunggu di parkiran depan, namun lagi-lagi yang didapatinya hanyalah sebuah kesialan. Ponselnya mati.

  "huft.." Lisya mendengus pelan, harus sampai kapan dirinya berdiri di sini?

  Tiba-tiba sebuah tepukan pelan mendarat di pundaknya, sontak Lisya menolehkan kepalanya dan...

Ssrett....

****

  Revan semakin mempercepat langkahnya saat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul empat sore. Harusnya ia sudah menjemput Lisya sejak satu jam yang lalu, namun lagi-lagi pekerjaan menghadangnya dan baru memperbolehkannya pulang setelah semuanya selesai.

  Dengan segera dikendarainya mobil hitam itu menuju ke tempat kerja Lisya, pasti gadis itu sudah menunggunya. Sekali lagi ia mencoba untuk menghubungi tunangannya itu, namun tetap saja jawaban dari sang operator yang kembali menyambutnya.

  Tak lama kemudian, mobil yang di lajukannya telah berhenti di depan sebuah bangunan yang sudah tak asing lagi baginya.

  Sepi. Itu yang didapatinya tatkala ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan gadis itu. Revan kembali mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubunginya lagi namun jawaban tetap sama, ponselnya tidak aktif.

  Revan mendengus pelan, sepertinya Lisya sudah pergi ke butik duluan. Ya hari ini mereka memang berencana untuk fitting baju guna acara pernikahan mereka yang akan di selenggarakan minggu depan.

  Revan pun kembali memasuki mobilnya dan melajukannya menuju ke butik yang jaraknya tak begitu jauh dari sini. Selama di perjalanan entah kenapa ia merasa tidak tenang. Resah, entah ada apa tapi perasaannya benar-benar tidak enak saat ini.

  "Assalamu'alaikum tante" ucapnya kala mendapati Anita yang tengah berbincang dengan wanita seumurannya yang sepertinya sang pemilik butik.

  "Wa'alaikumsalam Van."

  "loh Lisya nya mana?" tanyanya kemudian saat tak mendapati sang anak di belakang Revan.

  Sedangkan yang ditanyai malah menampilkan wajah bingung tak tau apa-apa.

  "bukannya Lisya udah kesini ya, tan?" tanya balik Revan.

  Anita membelalakkan matanya, pasalnya sedari tadi ia tak melihat kedatangan putri nya itu. "nggak Van, Lisya belum kesini," ucapnya berubah panik.

  "tante kira kesininya sama kamu," lanjutnya.

  Revan tentu saja terkejut mendengar penuturan itu, "iya tadinya memang Revan kesininya mau sama Lisya, tapi tadi Revan jemputnya agak telat terus  di tempat kerjanya juga udah sepi. Revan kira udah ke sini duluan." jelasnya.

  "tapi nggak ada, Van. Lisya belum kesini!"

  "terus Lisya kemana?!"

****

  Pejam mata itu perlahan mulai terbuka, tatkala merasakan sesuatu yang panas menjalar di pipi kirinya. Ia mengerjab sejenak, mencoba mengumpulkan kesadarannya. Dipandanginya area sekitar, tunggu... Berada di mana dirinya sekarang, kenapa banyak kardus-kardus bekas disini? Mirip seperti gudang.

  Lisya mencoba menggerakkan kaki dan tangannya namun sia-sia, keduanya terikat sempurna bersamaan dengan kursi yang didudukinya.

  "ekhem," pandangan Lisya sontak tertuju kearah sumber suara. Didapatinya seorang wanita yang entah sejak kapan berdiri di sana, wajahnya tertutupi masker lengkap dengan kacamata hitam dan topi yang bertengger di kepalanya, hingga membuat Lisya tak bisa mengenali siapa sosok itu.

  Sebentar... Lisya belum sepenuhnya paham akan apa yang dilihatnya,  seingatnya ia tadi berada di parkiran bank.

  Ssrett....

  Bersamaan dengan Lisya menolehkan kepalanya.

  'tik' tiba-tiba suara jentikkan ibu jari yang beradu dengan jari tengah tepat berlaku di hadapan Lisya. Dan entah terpengaruh sihir dari mana, atau memang pikirannya kala itu tengah kosong, bersamaan dengan itu tubuh Lisya langsung luruh dan di tangkap oleh orang lain yang sudah berjaga di belakangnya.

  "heh.. Malah diem. Kenapa, kaget?!" kesadaran Lisya kembali tertarik saat suara bentakan itu menggema.

  "Ss.. Siapa kamu?" tanyanya gemetar, beruntung mereka tidak menutup mulutnya dengan plester, seperti adegan penculikan di film-film, Eh.. Tunggu sebentar. Apa... Ini modus penculikan juga? Tapi untuk apa mereka menculik dirinya, toh ia juga bukan berasal dari keluarga kaya raya, yang bisa dimintai tebusan ratusan juta.

  "gue? Siapa? Hahaha...." tanyanya sembari menunjuk dirinya sendiri.

  "masa lo ngga bisa ngenalin suara gue?" lanjutnya.

  Lisya menggeleng pelan, ia memang tak asing dengan suara itu, tapi... Ia tak bisa mengingatnya dengan jelas siapa pemilik suara itu.

  "oke nggak penting juga gue siapa. Karna yang terpenting adalah..." dijedanya kalimat itu sejenak, lantas wanita itu lebih mendekat ke arah Lisya dan membisikkan sesuatu dengan penuh penekanan, "lo mati sebelum acara pernikahan." desisnya yang membuat bulu kuduk Lisya meremang.
















Pendek? Emang iya😐
Tokoh antagonisnya muncul lagi.... Jadi harap bersabar y 😈

👉VOTE & KOMENNYA kalo berkenan, kalo nggak juga gpp 😎

Ok bubay...
👀
💋

SEE YOU NEXT PART 💟💟💟💟💟
 

 

 

Pilihan Hati [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang