part 23

2.1K 93 7
                                    


Happy reading ❤

    
       Lisya menggulingkan badannya ke kiri dan ke kanan di atas tempat tidurnya, matanya benar-benar tidak bisa terpejam. Kejadian demi kejadian di festival tadi terus berputar-putar di dalam benaknya. Lisya mengusap wajahnya kasar, menyibak selimut, dan beranjak menuju meja belajarnya. Lisya terdiam cukup lama sebelum akhirnya membuka laci mejanya dan mengambil sesuatu.  Sesuatu yang ditemukannnya dihalaman rumah beberapa hari yang lalu. Sesuatu yang menjadi akar masalah dari semuanya. Sesuatu yang membuat Lisya merasakan kekecewaan, kemarahan, dan kesedihan.

  Sepenggal memori tentang kejadian di festival tadi, semakin memperkuat bukti akan isi dari kotak hitam tersebut.

   Tanpa sadar, lagi dan lagi bulir bening itu kembali menetes dari pelupuk mata Lisya.

  "lo jahat, van."

Isak tangis mulai terdengar, memecah keheningan malam. Lisya terduduk di atas lantai, memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya. Ia menangis sesenggukan.

  "gue benci sama lo."

****

   Setelah pulang dari festival tadi, masih banyak pula pertanyaan yang  menjadi tanda tanya besar bagi Devan.

  Kini ia sedang berdiri di depan pintu kamar Revan.

"ketuk? Apa langsung masuk aja ya?"

"ah langsung aja deh, biasanya juga gitu."

Devan mulai memegang gagang pintu dan memutarnya perlahan, dibukanya pintu kayu itu dan didapatinya Revan tengah duduk bersandar sambil bermain ponsel.

  Devan pun langsung ikut nangkring di atas tempat tidur, dan mengambil duduk di sebelah Revan.

  "van?"

  "hm," jawab Revan tanpa mengalihkan pandangannya.

  "gue mau nanya nih"

  "soal?" Revan sedikit melirik ke arah Devan.

  "banyak"

Revan menutup ponselnya lantas membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman.

  "apa?"

  "gimana ya, gue bingung harus nanya yang mana dulu," jawab Devan sembari menggaruk tengkuknya.

Revan menghela napas pelan.

"em... Lo ngga lagi ada masalah kan sama Lisya?" Devan memulai pertanyaan pertamanya.

"ngga"

"bener?"

"hm"

"tapi kenapa dia ngga ngajak lo aja waktu ke festival, kenapa dia malah ngajak gue? Dan kenapa lo malah pergi sama Shila?" tenya Devan beruntun.

"ngga tau, tapi akhir-akhir ini sikapnya aneh sih ke gue," jawab Revan.

  "aneh gimana?"

  " cuek, marah-marah, ngga mau ngomong, ngehindar."

"itu mah dia lagi marah sama lo, ish... Peka dikit napa." kesel Devan.

  "gue ngga ngerasa salah," jawab Revan santai.

"Astagfirullah.....makanya peka pak, peka..."

"eh, tapi lo kok mau sih pergi bareng si Shila?" lanjut Devan.

"ngga tau juga, waktu itu gue main bilang oke gitu aja."

"eh lo tau ga van..."

"ngga," potong Revan cepat.

Pilihan Hati [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang