part 29

1.9K 81 4
                                    


Happy reading❤

   Lisya mengerjapkan matanya pelan sebelum akhirnya menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya menghadap ke belakang, menatap lelaki yang tertinggal agak jauh di belakangnya.

  "Dev, buruan ih," seru Lisya sembari mengayunkan tangannya sebagai isyarat agar lelaki itu segera mempercepat langkahnya.

   "ck, ini juga gara-gara siapa coba? Berat tau," celoteh Devan sambil memperlihatkan kedua tangannya yang sudah di penuhi oleh kantung belanjaan milik Lisya.

  "hehehe.... Sorry, sini deh gue bantu" tawar Lisya saat Devan sudah berada di sampingnya sekarang.

   "udah ngga usah. abis ini mau kemana lagi?"

   " eemm... Kemana ya enaknya?" Lisya tampak minimang dulu keputusnnya. Semua barang yang ia perlukan sudah berada di tangan Devan sekarang. Kemudian matanya menelisik kesekitar tempat itu dan berhenti tepat di sebuah kedai es krim di sana. Lantas senyum kecil mengembang di bibir gadis itu.

   "beli es krim yuk!" ajak Lisya antusias yang hanya dibalas anggukan setuju oleh Devan. Tapi sebelum itu, Devan ijin untuk menaruh barang belanjaan Lisya ke mobil terlebih dulu, supaya tidak terlalu merepotkan nantinya.

   Lisya berjalan terlebih dahulu memasuki area kedai tersebut, sembari menunggu Devan kembali.
Lisya memilih tempat duduk yang berada di dekat jendela sembari mengamati kolam kecil yang berada di luar tempat itu. Entah kenapa tiba-tiba saja ingatannya kembali terlempar pada kejadian kemarin siang.

  Seketika Lisya merasa ada desiran hangat yang kembali mengalir jauh di dalam relung hatinya. Tanpa sadar kedua ujung bibirnya tertarik pelan, menciptakan senyum hangat di sana.

  Tapi entah kenapa juga, setelah 'insiden' di kamar Revan kemarin... Jujur Lisya merasa agak canggung pada pria itu sekarang. Buktinya saja saat ini ia lebih memilih Devan untuk menemaninya pergi ke mall daripada Revan, sebenarnya Lisya punya alasan lain mengapa tidak mengajak pria itu saja, mengingat Revan baru saja sembuh dari sakitnya, tapi tetap saja perasaan canggung dan tidak nyaman itu menjadi alasan yang utama.

   Tak lama kemudian Lisya merasa ada yang menepuk bahunya pelan, yang membuat Lisya tersadar dari lamunnnya.

  "nglamun aja, mikir apa sih?" Devan sekarang sudah duduk di depan gadis berbaju pink tersebut.

  "ngga papa" jawab Lisya pelan.

  " oh ya, kita belum pesen ya dari tadi?"

   Lisya hanya menggeleng pelan, entah kenapa perasaannya cepat sekali berubah dan berakhir dengan mood nya yang kembali kacau.

  Devan menganggat tangannya keudara dan sesaat kemudian datang seorang pelayan yang menghampiri meja mereka.

   Setelah Lisya dan Devan mengutarakan apa keinginan mereka, sang pelayan tersebut pamit undur diri dari sana untuk memenuhi pesanan mereka.

   Suasana kembali hening, tak ada yang berniat membuka suara. Selama itu yang Lisya lakukan hanyalah memandangi Devan yang sibuk menatap keluar jendela.

  Seketika itu Lisya baru menyadari kalau ternyata Devan itu cukup tampan juga dan kalau diperhatikan lebih baik, Devan itu sedikit mirip dengan Revan, hanya sedikit. Hanya saja perbedaan yang terlihat sagat kontras terletak pada matanya. Devan memiliki mata yang terlihat teduh dan menenangkan, dan Lisya suka itu. Sedangkan Revan cenderung memiliki mata yang terlihat tegas nan tajam.

  Tanpa sadar seulas senyum timbul di paras cantik gadis tersebut.

   "gue tau, gue ganteng. Tapi kalo liat ngga usah gitu juga kali, entar naksir lagi," ucap Devan tanpa memalingkan wajahnya.

Sontak hal itu membuat Lisya gelagapan sendiri, karena ketauan bermain mata dengan pria itu.

  "Gr... Siapa yang liatin," balas Lisya acuh.

  "mata lo yang liatin gue," ucap Devan tak mau kalah.

  Belum sempat Lisya membuka mulut untuk membalas perkataan Devan, pelayan yang beberapa menit lalu menghampiri mereka kini kembali datang dengan membawa nampan yang berisikan dua mangkuk es krim pesanan mereka.

   Mata Lisya tampak berbinar, tatkala pelayan tersebut meletakkan es krim blueberry dengan saus coklat itu ke hadapannya.

   Tanpa menunggu lama, Lisya segera menyendokkan es krim favoritnya itu ke dalam mulut dan merasakan sensasi dingin, manis, dan lumer secara bersamaan. Sungguh Lisya merasa suka akan hal itu. Menikmati Suap per suap es krim di iringi dengan mood nya yang semakin membaik.

  "perasaan lo udah gede, tapi makan es krim aja masih belepotan," ucap Devan yang dibarengi dengan tawa kecil setelahnya.

  "masa sih?" Lisya baru saja akan membersihkan mulutnya, namun belum sempat jemari kecilnya menyentuh mulut, dengan cepat pergerakan Devan menyelanya, membersihkan sisa-sisa es krim yang masih tertinggal di sana. Pergerakannya memang cukup cepat tapi semua itu berhasil membuat Lisya terpaku pada satu hal. Devan.
Dan entah kenapa Lisya merasa nyaman karenanya.

  "udah tuh" Devan membuang tisu yang digunakannya tadi, pada tempat sampah di sampingnya.

   Sesaat Lisya tersadar dari keterpakuannya. " ck, nyamber aja tangan lo. Gue bisa bersihin sendiri."

  "bilang makasih kek udah di bantuin."
  
  "ogah"

  "yee....mulut lo dikerubungin semut baru tau rasa lo...."

   "biarin... Wlee" balas Lisya dengan menjulurkan lidahnya. Membuat Devan yang berada di depannya hanya bisa geleng-geleng kepala, lalu tersenyum setelahnya.

   Dia memang selalu suka pada Lisya yang apa adanya, cerewet, ngeselin, dan semua itu selalu bisa membuatnya merasa nyaman. Sangat.

****

  "maaa.... Shila ngga mau ke Amerika, Shila masih mau disini," rengek Shila pada mamanya.

  "emang kamu ngga kasian apa sama papa kamu, yang kelimpungan sendiri ngurusin perusahaannya yang sudah di ujung tanduk. Toh itu nantinya juga bakal jadi milik kamu, Shila" jelas bu Sandra pada anaknya itu.

  "tapi maa.... "

  "Shila, kalaupun mama bisa, mama udah terbang sejak kemarin. Tapi disini mama juga punya banyak kerjaan yang ngga bisa di tinggal gitu aja. Kamu tolong ngertiin dong semua ini."

   Shila menghela napas berat, lantas menjawab. "iya deh, iya... Minggu depan Shila berangkat." putusnya.

"besok," jawab bu Sandra cepat.

  "apa?"

  "besok kamu berangkat."

   "kok besok sih.... Lagian Shila juga belum sempet packing," protes nya.

   "kamu beresin barang kamu sekarang, besok pagi mama antar ke bandara," bu Sandra lantas berdiri dari duduknya dan berlalu meninggalkan Shila yang masih terdiam disana.

   Beginilah resikonya kalau jadi anak tunggal, kalau ada apa-apa pasti dirinya yang repot. Shila terus meruntuki keputusan sang mama, yang mengharuskannya berangkat ke Amerika besok pagi. Sebenarnya bukan karena ia tak mau membantu sang papa di sana, tapi dengan dirinya pergi dari Indonesia, bagaimana ia bisa melanjutkan rencana liciknya. Dan secara tidak langsung pula ia sudah membiarkan Lisya dan Revan hidup aman damai tanpa ada gangguan. Dan ia tak mau itu terjadi.

  Tapi sekarang Shila sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi, ia sudah tak punya rekan yang mau diajak kerja sama. Entahlah.... Tapi ia tak akan tinggal diam jika sudah menyangkut masalah antara Lisya dan Revan.






MAAF KALO NGECEWAIN.... 😔😔
LGI G MOOD NULIS 😪 TPI PNGN CEPET² UPDATE... 😴😴

UDAH YAA... GITU AJA, BABAY....

 

 

 

  

 

 
  

Pilihan Hati [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang