Happy reading❤Semilir angin malam, menjadi teman setia lisya yang tengah berada di balkon kamarnya. Lisya berdiam diri sembari menopang dagu, dengan tangannya yang ia sandarkan di tepi pembatas balkon, pandangannya lurus ke depan membiarkan dinginnya udara menyelimuti dirinya.
Wajah yang tenang nan datar yang ia tampakkan, sangat berbanding terbalik dengan keadaan hatinya yang tengah porak-poranda. Ingin sekali ia berteriak sekencang mungkin dan melepas segala beban yang terus meracau di dalam pikirannya.Disaat seperti ini lisya sangat butuh tempat untuk mengungkapkan segala kegundahan di dalam hatinya. Tapi Ia tak tau harus bercerita kepada siapa, ia tak mungkin bercerita kepada mamanya, karena lisya tak mau anita mengetahui tentang masalah apa yang tengah dihadapinya sekarang. Bercerita kepada devan?, lisya merasa kurang nyaman jika harus curhat dengan lawan jenisnya, dengan sahabatnya?, entahlah, lisya tak mau membebani mereka dengan masalah pribadinya.
Sekilas lisya mengengok kebawah dan melihat sebuah mobil berwarna hitam yang berhenti didepan rumahnya, lisya sedikit memajukan tubuhnya agar bisa melihat secara jelas siapa sosok di dalam mobil tersebut. Beberapa saat kemudian tampak seorang pria yang keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke arah rumahnya.
"Revan?" desisnya pelan.
Selang beberapa menit, terdengar suara ketukan pintu.
Tok... Tok... Tok...
"sya, ada Revan di bawah," beritahu Anita dari balik pintu kamar Lisya.
Lisya menghela napas pelan, "iya ma."
Dengan malas, lisya mulai melangkahkan kakinya, mengarah ke lantai bawah.
"ada apa?" tanya Lisya datar saat sudah berada di hadapan revan.
Belum sampai Revan menjawab, Anita datang dari arah dapur dengan membawa nampan berisikan minuman.
"terima kasih, tante," ucap Revan setelah Anita menaruh minuman itu dimeja.
"iya, tante ke belakang dulu ya," pamit Anita sekaligus memberi ruang kepada dua orang itu untuk bicara.
Setelah memastikan bahwa Anita sudah benar-benar masuk, Revan berdiri dari duduknya dan menghampiri Lisya yang memang masih berdiri sejak tadi.
Revan menarik napas panjang, lantas menghembuskan. "oke, sebelumnya aku mau minta maaf, karena tadi siang udah ngebentak kamu. Aku benar-benar ngga sengaja, sya." ucap revan memohon.
"iya," jawab lisya sekenannya bahkan tanpa memandang ke arah revan.
"aku tau, sya. Kamu lagi marah sama aku. Tapi tolong kasih tau, ada apa sebenarnya. Kalau kamu terus-terusan diem kaya gini, semuanya ga akan pernah selesai."
" kalau tujuan kamu ke sini, cuma mau bahas soal itu, mendingan kamu pulang," sahut Lisya cepat.
"nggak, aku ngga akan pulang sebelum dapat jawaban yang jelas," kekeh Revan.
"terserah." ketus Lisya dan pergi begitu saja.
"Alisya," panggil Revan namun tak dihiraukan oleh Lisya, gadis itu terus berjalan menaiki tangga yang menghubungkan langsung dengan lantai dua.
Revan terduduk lesu di atas sofa, mengusap wajahnya gusar, merasa lelah dengan semua ini.
Tak lama Anita kembali datang dengan raut wajah bingung, pasalnya ia tak menemukan Lisya diruang tamu, yang ada hanya Revan yang tengah duduk seorang diri.
"lho, van lisya nya mana?" tanya Anita.
"eh... Tante. Ee... revan pulang dulu ya, tan." pamit revan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hati [end]
Tienerfictie➡ Part lengkap! Sebagian part ada yang direvisi:) Berawal dari pertemuannya dengan dosen dingin, killer, plus nyebelin, yang membuat lisya harus ekstra sabar dalam menjalani hari-harinya semasa kuliah. Namun apa jadinya jika orang tua lisya malah b...