part 38

1.6K 65 6
                                        

Happy Reading❤

  Pancaran sinar matahari yang menerobos masuk melalui celah jendela membuat Lisya mengerjab sesaat, mendengus pelan saat menyadari dirinya masih berada di tempat--eem... Lebih tepatnya gudang tua ini.

  "enggh" lenguhnya pelan sembari berusaha menegakkan punggungnya yang terasa pegal akibat duduk semalaman. Ya.. Dia masih terikat di kursi kayu itu sejak kemarin. Bahkan ikatannya hanya dibuka saat dirinya mau ke kamar mandi, itupun dengan pengawasan ekstra sehingga tak bisa membuatnya berkutik sedikitpun.

  Sejenak pikiran Lisya menerawang jauh ke depan, lima hari lagi acara sakralnya akan di selenggarakan dan ia masih tersekap di tempat tua ini. Ah.. Iya mamanya pasti sekarang tengah mencemaskan dirinya. Kadangkala ia merasa kasihan pada dirinya sendiri kenapa perjalanan hidupnya terasa begitu rumit? Harusnya sekarang ia sudah berada dirumah, mempersiapkan acara pernikahannya yang hanya tinggal menghitung hari.

Braak....

  Pintu terbuka secara kasar, menampakkan beberapa orang pria berwajah sangar dengan tubuh besarnya yang berbalut pakaian serba hitam. Kalau menurut Lisya lebih mirip seperti bodyguard. Selang beberapa waktu, muncul seorang wanita yang sudah sangat Lisya hapal wajahnya. Shila berjalan mendekat ke arahnya dengan tatapan tajam yang seakan-akan menikam.

  Lisya tersenyum samar, tatapan tajam Shila tak berarti apa-apa baginya. Ia justru semakin merasa muak pada wanita itu, yang beraninya hanya main di belakang.

  "Ck..sampek kapan sih lo mau sekap gue hah! Gue mau pulang." ucap Lisya tanpa memperdulikan tatapan membunuh Shila.

  "diem! Lo tenang aja, gue pasti bakal lepasin lo kok." jawabnya.

  "Tapi nanti, kalo gue udah puas sekap lo disini." lanjutnya dengan nada yang sedikit lebih halus namun menakutkan.

  Lisya memutar bola matanya jengah, malas meladeni orang didepannya.

  "kenapa nggak langsung di habisin aja sih, non. Biar nggak ngrepotin," sela salah satu pria berkumis di sana.

  Shila menghela pelan,"tenang nggak perlu buru-buru. kalian nggak perlu repot-repot ngotorin tangan kalian. Lagian gue masih mau seneng-seneng sama dia," Shila mengembangkan smirk nya seraya memainkan ujung rambut Lisya.

****

  Pancaran sinar matahari yang semakin terik tak sedikitpun menyurutkan tekad ke empat remaja yang tengah membaurkan diri bersama orang-orang di sepanjang jalan.

  Terdengar helaan napas berat yang berasal dari salah satunya, ini sudah orang ke limabelas yang ditanyainya tentang keberadaan Lisya, namun jawabannya tetap sama. 'tidak tau'.

  Pagi tadi, pencarian Lisya resmi di mulai. Bahkan Rama pun kemarin malam setelah mendapat kabar bahwa putrinya itu menghilang, langsung meminta izin untuk pulang dan baru sampai di rumah dini hari tadi.

  "gimana, Ko?" Dila berlari mendekat ke arah Niko.

  "nggak ada yang tau," jawabnya pelan.

  Dila menghela napas sejenak, ia pun juga sama dari beberapa orang yang ditanyainya tadi tak ada sedikitpun titik terang yang didapatinya.

  Sementara Nindi dan Zion masih berusaha mencari di bagian timur dan barat, mereka memang sengaja berpencar guna memperluas lokasi pencarian.

  Selain itu juga ada beberapa anggota kepolisian yang di mintai tolong oleh  Rama untuk ikut andil dalam pencarian tersebut dan kebanyakan dari polisi-polisi itu adalah teman-teman dekat Rama.

  "kita duduk dulu yuk, sekalian nunggu Nindi sama Zion," ajak Dila yang langsung di angguki oleh Niko.

  Dila menyenderkan punggungnya pada kursi kayu yang di dudukinya, menghela napas sejenak dan mencoba menghalau rasa cemas yang terus menelusup dalam pikirannya. Selang beberapa waktu dari kejauhan tampak dua orang yang tengah mendekat ke arah mereka, Dila tampak berbinar melihat kedatangan mereka berharap ada kabar baik yang dibawanya.

Pilihan Hati [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang