part 39

1.7K 69 3
                                    

Happy Reading❤

  Terpaan angin malam yang terasa dingin seolah tak berarti apa-apa bagi seorang pria yang tengah duduk termenung di balkon kamarnya, ditemani dengan secangkir kopi yang mulai mendingin dan tak tersentuh sedari tadi.

  Katakanlah penampilannya tak pernah sekacau ini sebelumnya, rambut yang biasanya tertata rapi kini tampak acak-acakan, lingkar mata yang terlihat begitu kontras dengan kulit pucat tanpa ronanya. Malam sudah sangat larut bahkan sudah hampir pagi, tapi mata sayu itu seakan enggan untuk dipejamkan.

  Revan memejam sejenak, menarik napas panjang nan dalam tatkala rasa pening itu semakin gencar menyerangnya, mungkin efek karena kurang tidur. Tangannya terangkat memijit pelan pangkal hidungnya berharap pusing itu akan segera hilang.

  Undangan sudah disebar dua minggu sebelum acara diselenggarakan dan sekarang tiba-tiba masalah datang mengacaukan semuanya.

  Suara deritan pintu yang terbuka berhasil mengalihkan pandangannya, Revan mendengus saat mengetahui siapa yang masuk ke kamarnya.

  "nggak tidur lo?" pria itu ikut mendudukkan dirinya di sofa sebelah Revan. Sesekali menggosokkan ke dua tangannya saat hawa dingin mulai menyeruak menusuki kulit.

  "lo sendiri?" tanya balik Revan, ia tau kondisi sepupunya itu tak jauh beda dari dirinya walaupun tak terlalu kentara.

  "gue nggak bisa tidur, nggak tau kenapa kepikiran lo terus.. Khawatir gue," ucap Devan menyuarakan kekhawatirannya, awalnya dia hanya ingin memastikan kalau sepupunya itu sudah tidur atau belum, dan ternyata belum atau lebih tepatnya tidak tidur.

  Revan menautkan kedua alisnya, merasa aneh dengan ucapan orang didepannya "khawatir kenapa?"

  Devan memandang jengah ke arahnya, "yaa.. Takut aja, lo gantung diri atau lompat dari atap gitu." ucap Devan dibarengi kekehan di akhir kalimatnya.

  "gue masih waras kali," jawab Revan tidak terima.

  "ya kali aja.. Gue kan cuma antisipasi."

  Revan tertawa kecil mendengarnya. Bukan apa-apa.. Dia hanya berpikir, apakah dirinya terlihat begitu menyedihkan sampai-sampai Devan mempunyai pikiran bahwa dirinya akan bunuh diri? Walaupun ia juga tau kalau ucapan Devan tadi hanya sekedar candaan belaka. 

  Mungkin bagi sebagian orang yang 'tidak tau', Revan itu terlihat paling kuat dan tegar diantara yang lain, padahal nyatanya dialah yang paling terluka batinnya. Selalu ada harapan yang ia nanti saat sang fajar mulai keluar dari peraduannya, berharap semoga 'cahayanya' ikut kembali bersama terbitnya sinar mentari.

  "lo kesini mau bilang itu doang?" Revan melirik ke arah Devan yang tengah bersandar sembari memejamkan matanya.

  "ada hal lain sih." jawabnya tanpa mengubah posisi.

  Revan terdiam, memilih menunggu pria disebelahnya melanjutkan kalimatnya.

  Devan sedikit membuka matanya dan melirik ke arah Revan yang tampak menunggunya bicara. Dihelanya napas pelan kemudian membenahi posisi duduknya menjadi lebih tegap.

  Sebenarnya ia sudah menduga hal ini sejak awal, tapi baru bisa mengatakannya sekarang saat dirinya sudah benar-benar yakin kalau asumsinya itu tepat.

  "kayaknya gue tau siapa dalang dari semua ini." ucapnya sedikit berbisik.

  "maksud lo?" Revan menautkan kedua alisnya, merasa kurang jelas akan ucapan Devan.

  Devan mendekatkan tubuhnya ke arah Revan dan tampak membisikkan sesuatu padanya.

  Revan sedikit terkejut saat mendengar penuturan dari sepupunya itu. Apa itu benar?

Pilihan Hati [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang