part 41[end]

3.2K 91 10
                                    

Happy Reading❤

  "baik, terimakasih" Revan mengakhiri percakapan dengan orang diseberang telepon dan segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

  Tatapannya tampak menajam, disertai kilatan amarah yang membuat nyali ciut bagi siapa saja yang melihatnya. Tanpa babibu ia langsung melenggang pergi tak menghiraukan semua orang yang turut berada di ruangan tersebut.

  Devan yang merasa janggal dengan sikap sepupunya itu langsung berdiri dari duduknya dan menyusul Revan sebelum jauh.

  "mau kemana lo?" hadangnya tepat di depan Revan.

  Sedangkan yang ditanya hanya berdecih, tak mengindahkan pertanyaan tersebut.

  "minggir!" sergahnya seraya menyingkirkan tubuh Devan yang menghalanginya.

  "jawab dulu pertanyaan gue," kembali ia menghadang Revan dan melontarkan pertanyaan serupa.

  "gue mau temuin cewek gak tau diri itu, kenapa?" ucap Revan datar namun terkesan tajam.

  Ternyata benar dugaannya, pasti Revan ingin menemui Shila untuk membalaskan apa yang telah wanita itu perbuat.

  "udahlah Van, nggak perlu diperpanjang. Biar pihak berwajib aja yang ngurus" ucap Devan berusaha menenangkan.

  Tapi bukannya luluh, emosi Revan malah semakin memuncak membuat Devan sedikit merasa.. Eeem.. Takut.

  "nggak perlu diperpanjang lo bilang! Lo pikir dengan apa yang udah dia perbuat ke Lisya, gue bakalan diem aja gitu?!" bentaknya membuat Devan beringsut mundur.

  Revan masih ingat bagaimana ia menemukan Lisya kemarin malam, dengan keadaan yang bisa dibilang tidak baik. Mata gadis itu sudah tertutup rapat dengan tarikan napas yang kian memberat ditambah dengan beberapa luka yang menghiasi tubuh mungil tersebut, berhasil membuat Revan kalang kabut.

  "gue tau lo emosi, tapi lo jangan gegabah. Ini bukan waktu yang tepat buat nemuin dia, Lisya lebih butuh lo disana, Van!" ujar Devan mencoba memberi masukan pelan-pelan.

  "Revan, Devan udah! Jangan buat keributan, Ini di rumah sakit kasian ganggu pasien yang lain," dari arah belakang terdengar suara yang sangat familiar mencoba melerai mereka.

  Keduanya sontak menoleh dan mendapati Meta yang sudah berdiri di sana dengan air muka yang terlihat panik.

  "kamu mau kemana, Van? Kasian Lisya nyariin kamu terus dari tadi."

  "Revan ada urusan bentar ma," ucap Revan tetap kukuh ingin pergi ke kantor polisi menemui penjahat wanita itu.

  "udah nggak usah ngurusin itu lagi, biarin polisi yang mengurusnya," ujar Meta mengetahui kemana arah perkataan putranya itu.

  "tapi.."

  "please dengerin kata-kata mama, tenangin diri kamu dulu," Meta mengusap lembut bahu Revan, membuat lelaki itu tersenyum hangat atas perlakuan mamanya.

  "balik ke ruangan yuk, temuin Lisya."

  Revan hanya mengangguk, mengikuti langkah Meta yang membawanya kembali ke ruang rawat Lisya, diikuti Devan di belakangnya.

****

  Anita dengan telaten kembali menyuapkan potongan buah pir itu pada Lisya yang sekarang tengah duduk bersandar sembari memainkan ponselnya.

  Tubuhnya sudah agak membaik sekarang, tak seperti kemarin yang hanya duduk pun ia tidak bisa.

  Merasa bosan dengan ponsel yang dimainkannya, Lisya pun memutuskan untuk menyudahi kegiatannya yang hanya geser-geser beranda itu, mengunci benda persegi tersebut dan meletakkan di atas nakas samping. Dengan jengah ia beralih menatap sang mama dan kembali melontarkan pertanyaan yang sama seperti sebelumnya.

  "ma.. Revan kemana sih?" tanyanya merengek.

  Anita hanya tersenyum menanggapinya "bentar Sya, lagi di panggilin sama tante Meta" ucapnya sembari mengelus pelan rambut Lisya.

  "masih lama ya?"

  Belum sempat Anita menjawab, terdengar suara deritan pintu yang mengalihkan perhatian mereka.

  "Assalamu'alaikum"

  "Wa'alaikumsalam" Lisya tak dapat menyembunyikan senyumannya saat melihat siapa yang berada di ambang pintu sekarang.

  Revan berjalan mendekat, membalas senyum yang Lisya perlihatkan. Jika ada yang bertanya kemana Devan dan Meta, mereka memang sengaja tidak ikut masuk ke ruangan dengan dalih ingin ke kantin, padahal mereka hanya tak mau mengganggu momen berdua mereka.

  "ah kebetulan kamu kesini Van, tante titip Lisya dulu ya, mau ke kantin bentar," pesan Anita. Sepertinya wanita tengah baya itu cukup peka dengan suasana.

  "iya, tante" angguk Revan.

  Sekarang hanya tinggal mereka berdua saja dalam ruangan itu. Nindi, Niko, Dila, dan Zion sudah pamit pulang sejak satu jam yang lalu, sedangkan Rama, juga sedang pulang untuk mengambil keperluan Lisya.

  "kenapa?" tanya Revan heran karena Lisya terus saja memandanginya dengan senyum yang terus mengembang.

  "kangen" ucap Lisya manja.

  Astaga.. Ada apa dengan gadisnya ini? Sifat manjanya meningkat drastis setelah mengalami kejadian tak mengenakkan tersebut. Tapi Revan hanya bisa maklum, mungkin Lisya masih trauma dan butuh perhatian lebih dari orang-orang disekitarnya.

  Perlahan tapi pasti, Revan mulai mendekap tubuh mungil itu dari samping dan mengusak pucuk kepalanya.

  "manja banget, udah besar juga" ucapnya lantas terkekeh.

  "biarin, emang kamu nggak kangen aku apa?" tanyanya sambil melirik singkat kearah Revan.

  "nggak sih biasa aja."

  "bohong dosa" balas Lisya tajam.

  "tapi bikin calon istri ketawa dapat pahala." sanggah Revan tak mau kalah.

Mendengar kata 'calon istri' sontak saja membuat kedua pipi itu memanas.

  "tuh kan senyum-senyum brarti gak jadi dosa."

  "yee.. Sok tau, emang situ malaikat."

  Revan tersenyum kecil lantas menjawab "malaikat pelindungnya Lisya kan?" bisiknya tepat ditelinga Lisya.

  Sudah merah ditambah merah lagi, entah sudah seperti apa rupa wajahnya sekarang, mungkin merah maroon? yang jelas ia malu, sangat.

  "udah ah.. Jangan ngomong lagi," Lisya menutup kedua telinganya dengan jari. Membuat Revan gemas melihatnya.

  "kalo malu yang ditutupin tuh muka bukan telinga." Revan menurunkan tangan Lisya dari telinganya, membuat gadis itu memberengut.

  "tau ah sebel."

Cup.

 
****

'Jika senyuman itu datang sebagai lambang kebahagiaan, maka jangan biarkan air mata hadir sebagai tanda kesedihan' ~ Revan.

'Jika senyumku menjadi alasan bahagiamu, tolong jangan jadikan tangisku sebagai alasan kerapuhanmu' ~ Lisya.

[END]







Yeay... Udah 'Selesai' ya ceritanya 🎉🎉

Makasih banget buat kalian yang udah baca dan vote cerita ini 😇
Tanpa kalian mungkin Pilihan Hati gak bakalan bisa tamat😍

Thank you so much... Buat kalian😘😘

Udah ya.. Author bingung mau ngomong apa lagi😂

Btw, ceritanya Stop disini aja atau mau nambah Extra part?

Terserah kalian loh ya😎

Pilihan Hati [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang