part 34

1.7K 72 2
                                    

Happy reading❤

  Lisya sedari tadi terus memandangi cincin yang telah melingkar indah di jari manisnya itu. Cincin berwarna putih perak dengan ukiran huruf 'RL' yang melambangkan sebuah ikatan hubungan yang di sebut pertunangan.

  Acara yang digelar dengan konsep kesederhanaan itu terasa sangat berkesan baginya. Bahkan tamu yang di undang pun tak seberapa hanya keluarga besar dari Revan dan Lisya dan juga teman-teman dekat mereka. Namun itu semua sudah cukup, karena baginya acara pertunangan tidaklah perlu besar dan mewah. Yang terpenting adalah bagaimana keduanya bisa membawa ikatan itu hingga sampai ke jenjang yang di sebut pernikahan.

  Satu bulan yang lalu ia pernah membayangkan, bagaimana rasanya menggunakan cincin couple an bersama pasangan. Dan tepat satu jam yang lalu ia telah merasakannya, rasanya campur aduk antara bahagia, senang, gembira, deg-degan, terharu, bangga, dan entah apa lagi.

  " udah kali, Sya. Ngga usah di lihatin terus cincinnya," Lisya tersadar dari lamunannya lantas menengok ke sumber suara.

  " belum pulang, Dil?" tanyanya saat mendapati Dila yang sekarang sudah ikut duduk di ranjangnya.

  " ngusir nih ceritanya?"

Lisya berdecak kesal, " sensi amat lo, gue kan cuma nanya."

  " iya-iya.... Gue masih pengen disini, lagian dirumah juga ngga ada orang. Mama lagi ada urusan di luar." jelasnya.

  " oh yaudah disini aja, nginep juga ngga papa." Lisya mengubah posisinya menjadi terlentang.

  " nggak ah, ntar ganggu malam pertama lo lagi," ucap Dila dengan senyum mengejek.

  " malam pertama pala lo! Gue sama Revan tuh cuma tunangan bukan nikah!"

  " ohh... Yakali, emang lo ngga mau keluar gitu?" Dila ikut merebahkan tubuhnya di samping Lisya.

  " rencananya sih mau," jawab Lisya santai sembari memainkan ponselnya.

  " gue seneng tau ngga, akhirnya lo bisa nentuin pilihan lo." ucap Dila kemudian.

  " gantian lo dong sekarang, masa iya mau sendiri terus," goda Lisya.

  " gatau, gue masih takut, Sya." jawabnya murung.

Lisya menghela pelan, " ngga semua cowok gitu juga kali, Dil."

  " gue masih ragu. Takut sakit hati lagi." sahut Dila.

  " ya gimana mau yakin kalo hati lo ketutup terus." Lisya mematikan ponselnya lantas diletakkan di sampingnya.

  " gue masih trauma aja. Dua kali dihianatin ngebuat gue jadi takut. Gue cuma ngga mau disakiti lagi untuk yang ketiga kalinya, Sya."

Lisya tersenyum simpul, " gue ngerti kok."

  " oh ya, katanya tadi lo mau keluar, kemana emang?" Dila mencoba mengalihkan pembicaraan.

  " gatau, terserah Revan aja nanti."

  " oh."

****

  Sinar matahari perlahan-lahan mulai meredup, meninggalkan goresan berwarna jingga kemerahan dilangit bagian barat, sebelum akhirnya memilih menenggelamkan dirinya dan membiarkan sang rembulan mengambil alih tugasnya.

  Sesuai dengan rencananya tadi, kini Lisya tengah berada di kamarnya, bersiap-siap sembari menunggu Revan datang menjemputnya. Sedangkan Dila, sahabatnya itu sudah pulang sejak jam lima sore tadi, dengan beralasan tidak mau mengganggu malam istimewa Lisya.
Padahal menurutnya malam ini biasa saja, sama seperti malam-malam lainnya saat dirinya hendak pergi dengan Revan.

Pilihan Hati [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang