part 40

2.1K 70 3
                                    

Happy Reading ❤

  Revan melangkah tergesa menuruni setiap undakan tangga yang menghubungkan dengan lantai dasar rumahnya. Senyum kecil tiada hentinya mengembang menghiasi wajah putih itu.

  Usai menerima telepon dari Rama dua menit lalu yang mengatakan bahwa mereka telah menemukan satu titik terang yang bisa dijadikan harapan atas kembalinya gadis kesayangan mereka. Rama bilang ia mendapat informasi dari salah satu warga yang mengetahui bahwa pada beberapa hari belakangan ini ada mobil mencurigakan yang keluar masuk dari area gudang tua tak terpakai di pinggir kota, dan setelah di selidiki lebih lanjut ternyata benar. Mereka melihat ada beberapa orang berpakaian serba hitam, persis seperti yang terekam di cctv yang mereka lihat tadi.

  Bersama dengan Devan dan yang lainnya Revan bergegas menyusul Rama, karena pria itu menyuruhnya datang kesana dengan segera.

  "cepet Dev, kita udah ditunggu disana." dengan tak sabar Revan terus menekan-nekan klakson mobilnya, meminta Devan untuk cepat.

  "iya-iya.. Ini udah cepet ah," balas Devan masih berkutat dengan sepatu di kaki kirinya.

  Sedangkan untuk Niko, Zion, Nindi, dan Dila sudah berangkat lebih dulu menggunakan mobil milik Niko.

  Tak ingin mengulur waktu lebih banyak lagi, Revan segera melajukan kendaraan beroda empat tersebut tepat setelah Devan masuk kedalamnya bahkan ia tak memberi kesempatan pada Devan untuk memasang sabuk pengaman terlebih dahulu.

  "gue tau kita lagi dikejar waktu, tapi tetep hati-hati juga.. Yang ada kita nabrak malah berabe urusan," ucap Devan disela memasang sabuk pengamannya.

  "gue tau." balas Revan ringan.

  Devan mendengus. Emang susah ngasih tau orang di sampingnya itu.

****

  Dduuar!!

  Tubuh Lisya gemetar hebat saat Shila meluncurkan tembakannya, dalam hati ia terus merapal doa supaya masih diperkenankan untuk hidup setelah peluru itu menembus tubuhnya, entah dibagian mana ia pun tidak tau.

  Cukup lama ia menunggu, tapi tak kunjung merasakan apa-apa pada tubuhnya, rasa penasaran mulai membayangi dirinya dengan perlahan ia mulai membuka mata dan melihat apa yang terjadi.

  Hal pertama yang berhasil ditangkap netranya adalah Shila yang masih setia berdiri dengan napas memburu di depannya. Ia lantas sedikit melirik ke arah samping, tepat dimana peluru itu mendarat dan menghantam tembok.

  Lisya tersenyum miris, "kenapa? Kenapa lo ngak jadi bunuh gue?!"

  Shila masih diam, enggan menjawab. Tatapannya perlahan melunak,"terlalu mudah ngebiarin lo mati dengan cara kaya gini."

  Kini giliran Lisya yang terdiam. Sebenci itu kah Shila kepadanya sampai-sampai mau membunuhnya pun harus menggunakan cara yang paling sulit?

  "apa ngak cukup? Dengan lo nyekap gue tiga hari disini menjelang hari pernikahan gue, tanpa lo kasih makan sedikitpun. Tapi buktinya Tuhan masih sayang sama gue, masih ngebiarin gue hidup sampai sekarang. Bahkan saat lo berusaha buat bunuh gue tadi." cukup sudah tubuhnya yang lemas membuatnya tak mempunyai banyak tenaga untuk bicara lebih.

  "lo cuma beruntung!" ucap Shila pelan.

  Setelahnya hening kembali mengambil alih suasana, Lisya sama sekali tak berniat menanggapi ataupun kembali menyangkal perkataan Shila. Terlalu malas beradu argumen dengan wanita itu.

  Hingga suara tarikan pintu yang cukup keras berhasil mengalihkan perhatian keduanya. Orang itu berjalan mendekat ke arah mereka, langkahnya sedikit tergopoh dengan air muka yang terlihat panik.

Pilihan Hati [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang