Mengikis jarak antara mereka, Samudra dengan senyum miring yang tak pernah luput menghiasi wajahnya itu sedikit menundukkan kepala agar mata teduhnya dapat menatap lekat bola mata Barsha.
Cukup terkejut, namun sebisa mungkin Barsha menetralisirkan rasa terkejutnya. "Otak lo ketinggalan di jamban? Minggir!"
Ketika sang pemilik tubuh semampai itu hendak mendorong bahu kokoh Samudra, dengan cepat lelaki itu mencegah pergerakan Barsha dengan cara mencekal tangannya. "Gue kira lo itu ceweknya Galaxy, tapi ternyata bukan ya."
"Gue kira lo pasien rumah sakit jiwa yang kabur, tapi ternyata emang bener ya." sahut Barsha enteng.
"Ken--" ucapan Samudra harus terhenti tatkala Galaxy menghampiri mereka dan menarik bahu Samudra kemudian didorongnya lelaki itu hingga menjauh dari hadapan Barsha. Beruntungnya keadaan koridor saat ini sedang sepi, mengingat banyak murid yang memilih untuk menghabiskan waktu istirahatnya di kantin.
Galaxy melangkah ke hadapan Samudra hingga posisi mereka terbilang cukup dekat. "Gak usah bawa-bawa orang lain buat mancing gue." ujar Galaxy dengan suara pelan dan penuh penekanan.
"Mancing lo? Gak usah ge'er bro, malu diketawain sama nenek lo." timpal Samudra diakhiri tawa hambar.
Sudut kiri bibir Samudra tertarik ke atas, salah satu tangannya ia masukan ke dalam saku celana abu-abunya dan matanya menatap Galaxy dengan sorot mata tajam. "Gue masuk sekolah ini bukan buat ngajak lo sparing, Man. Alasan gue sama kayak lo." ujar Samudra kemudian.
Sementara itu, Barsha yang tidak kuat lagi menahan air kencingnya yang siap meluncur kapan saja, langsung saja memasuki toilet untuk memenuhi panggilan alam.
Menurut Barsha, membuang air ketika kebelet adalah suatu kenikmatan hakiki. Entahlah, namun dunianya seolah lega dan hatinya senang.
Keluar dari bilik toilet, kemudian Barsha mencuci tangannya di wastafel. Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin, ingatan tentang Samudra beberapa hari lalu mendadak terlintas dalam benaknya. Kini Barsha mengingat dengan jelas siapa lelaki itu.
"Dia siapanya Galaxy?" tanya Barsha pada dirinya sendiri. Jemarinya mengetuk-ngetuk wastafel, penasaran akan hubungan Galaxy dan Samudra. Ia rasa kedua lelaki itu tidak berhubungan dengan baik.
Ketika Barsha hendak meninggalkan tempat, seseorang meneleponnya. Melihat nama yang terpampang di layar ponselnya, Barsha tanpa berpikir panjang langsung menerima panggilan tersebut.
"Selamat siang, apakah benar ini saudari Barsha? Saya dari pihak BNN--," adalah kalimat pertama yang dilontarkan oleh sang penelopon.
"Bacot lo monyet," sahut Barsha diakhiri tawa kecil. Lalu terdengarlah tawa renyah dari sebrang sana.
"Gue bosen sekolah di sini. Anak-anaknya pada gak asik sumpah."
"Makanya lo kalo ngerokok main cantik dong. Mampus kan jadi di D.O, lagian ngerokok di kelas. Genius amat jadi orang."
"Lah ini mah gue lagi sial aja, buktinya waktu itu lo ngelempar petasan ke dalem ruang OSIS yang ternyata ada guru di sana, terus banyak lagi kebobrokan lo yang lainnya, tapi lo kagak di D.O tuh." ujar pemilik nama Bianca. "Eh btw, kangen gue nyet sama lo."
"Gue engga."
"Anjing!"
Mendengar itu, Barsha pun sontak tertawa lebar.
"Eh udah dulu ya, Njing. Mau ketemu calon suami dulu." Barsha memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak tanpa mau mendengar balasan dari Bianca.
Barsha berharap jika Galaxy masih berada di tempat semula, namun nyatanya tidak. Galaxy maupun Samudra sudah tidak nampak oleh penglihatannya. Barsha mendengus, padahal dirinya ingin menanyakan perkembangan mengenai kaki Galaxy yang waktu itu tertembak oleh peluru.
Tak lama bel tanda berakhirnya istirahat berbunyi, alih-alih kembali menuju kelasnya, Barsha justru memilih untuk pergi ke suatu tempat di mana hanyalah kesunyian yang ada. Gadis itu membutuhkan waktu menyendiri untuk mengisi tenaganya.
Memilin rambutnya yang sudah kembali hitam, Barsha berjalan dengan langkah angkuh tanpa menghiraukan tatapan kagum dari para siswa serta tatapan iri dari para siswi. Barsha sadar betul jika saat ini ia sedang menjadi pusat perhatian, namun itu sama sekali tidak membuatnya merasa risih. Sebab Barsha menyukai jika dirinya menjadi pusat perhatian.
Seseorang memegang bahunya yang otomatis membuat Barsha menghentikan langkahnya. Barsha menoleh ke arah sang pelaku yang ternyata adalah Aciel.
"Lo harus hati-hati." bisik Aciel membuat Barsha bingung.
Sebelum Barsha sempat bertanya, Aciel sudah terlebih dahulu meninggalkan tempat. Namun Barsha tak ambil pusing, ia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti menuju rooftop sekolah.
Barsha membuka pintu yang menghubungkan ruangan yang dipijakinya ini dengan rooftop. Setelah Barsha berjalan beberapa langkah dari sana, seseorang menarik kedua bahunya dan mendorongnya ke tembok samping pintu. Telapak tangan kiri lelaki itu menempel pada tembok di samping kepala Barsha, sedangkan tangan kanannya ia masukan pada saku celana abu-abunya.
Apa-apaan ini, mengapa hari ini ia terus menerus diperlakukan seenak jidat oleh orang-orang?
Nyaris Barsha mengamuk, namun ia tersadar jika orang yang berdiri di depannya dengan jarak yang begitu dekat itu adalah Galaxy. Untung saja, karena jika bukan, habislah riwayatnya di tangan Barsha.
"Galaxy?"
Barsha sempat terlihat tak percaya, namun kini ia tersenyum manis dan menatap Galaxy dengan sorot mata yang berbinar. Semburat merah timbul di pipinya membuat Galaxy menceloskan napas berat dari mulutnya.
"Lo ngintilin gue?" tanya Barsha dengan senyuman yang tak luput menghiasi wajahnya.
"Gak."
"Boong."
Galaxy berpindah posisi, kini lelaki itu berdiri di samping Barsha dan menyandarkan punggungnya pada dinding.
"Lo udah gak marah sama gue?" tanya Barsha dengan hati-hati.
"Marah." mendengar jawaban dari Galaxy, Barsha pun berdecak.
"Hari ini kita latihan." kata Galaxy, matanya menatap lurus ke depan.
Jika bibir bisa robek karena tersenyum, mungkin bibir Barsha akan robek saat ini juga. "Kan hari ini bukan jadwalnya."
"Jadwalnya gue ubah jadi seminggu tiga kali."
Mendengar itu Barsha hampir bersorak jika saja ia tak bisa menahannya. "Gue sekarang bakal diajarin nembak?" tanya Barsha mengusir niat ingin bersoraknya.
"Bukan."
"Terus?"
"Sumo." sahut Galaxy membuat Barsha mencebikkan bibirnya.
"Serius, Zeroun Galaxy."
"Judo. Gue bakal latih lo bela diri judo sampe bisa." balas Galaxy seraya menoleh ke samping untuk menatap Barsha. Tatapannya teduh nan menghangatkan membuat Barsha tak bisa berkutik, perutnya saat ini terasa bergejolak, degup jantungnya berdetak dengan hebat dan aliran darahnya berdesir. Bahagianya berada di atas puncak, padahal Galaxy hanya menatapnya saja. Bagaimana jika Galaxy membalas perasaannya? Bisa-bisa Barsha modar.
Sadar tak sadar, Barsha mengalami sedikit perubahan. Sekarang dirinya tidak terlalu agresif pada Galaxy. Mungkin penyebabnya karena beberapa waktu lalu ia diculik oleh Alejandro yang saat ini sedang diproses hukum, kemungkinan pria itu akan dipenjara dengan vonis penjara seumur hidup di pulau Nusakambangan.
"Dengerin gue baik-baik." Galaxy menatap lekat Barsha. "Sebisa mungkin lo jangan sendiri kalo kemana-mana, ke toilet sekalipun harus ada yang nemenin."
"Siniin nomor telepon lo," pinta Galaxy kemudian.
:::o:::
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Gun N' Loves [END]
Teen FictionTeen Fiction X Action Melewati masa-masa remaja dengan monoton adalah suatu hal yang Galaxy sesali di usianya yang telah menginjak 21 tahun. Ketika para remaja 17 tahun bersenang-senang, Galaxy di balik tembok besi sana berlatih tembak runduk. Ketik...