"Mohon perhatian, panggilan terhadap Barsha Xavera, Tiffany Maharani dan Agustine Vanya dari 12 IPS 1, dimohon untuk segera memasuki ruangan BK. Sekali lagi, panggilan terhadap Barsha Xavera, Tiffany Maharani dan Agustine Vanya dari kelas 12 ips 1, dimohon untuk segera memasuki ruangan BK. Terimakasih."
Panggilan dari sang guru melalui pengeras suara sontak membuat antero sekolah gempar. Para murid bertanya-tanya, apa hal yang telah diperbuat oleh ketiga siswi tersebut hingga mereka dipanggil melalui pengeras suara? Jika seperti itu, tentulah yang mereka perbuat bukanlah hal sepele.
Kebisingan yang tercipta, gosip demi gosip yang beredar, serta pasang mata yang menyorot sinis terhadap Barsha, Tiffany dan Vanya adalah hal-hal yang kerap kali menghiasi hari-hari mereka di sekolah. Namun hal tersebut tak membuat mereka resah sedikitpun.
"Hari-hari dipanggil BK," keluh Tiffany seraya mengibas-ngibaskan kipas pada lehernya untuk meminimalisir rasa gerah.
"Lo sih tolol, udah tau di belakang ada CCTV. Yang ngudud lo, eh gue malah ikut kena," Vanya menoyor Tiffany.
"Lah gue pikir CCTVnya mati, lagian lo juga ngikut ngudud!" Tiffany menarik kasar rambut Vanya.
Barsha, Vanya dan Tiffany sedang berjalan menuju ruang BK. Selama perjalanan dari kelas menuju lokasi tujuan, pertengkaran kecil antara Vanya dan Tiffany tak kunjung usai. Barsha yang berjalan di depan mereka tak sedikitpun berinisiatif untuk melerai pertengkaran itu.
Pijakan demi pijakan mereka pijaki, akhirnya Barsha dan kedua sahabatnya tiba di ruang BK. Sang guru BK bernama Bu Endah geleng-geleng ketika melihat mereka tiba dengan grasak-grusuk. Terlebih lagi, seragam sekolah yang mereka pakai sangatlah ketat hingga menimbulkan lekukan tubuh.
"Bukannya sudah saya robek seragam-seragam kalian yang kurang bahan itu?" Bu Endah nampak bersungut-sungut.
"Beli lagi lah," celetuk Tiffany tanpa beban. Tiffany baru saja mengucapkan 1 kalimat, namun nampaknya sudah mampu membuat emosi Bu Endah memuncak.
"Ibu sudah tidak sanggup menghadapi kalian. Ibu akan serahkan kalian kepada kepala sekolah," ujar Bu Endah ketika dirasa dirinya sudah tenang. "Sekarang kalian keluar, kepala sekolah ingin bertemu dengan kalian."
Serentak ketiga orang itu berdiri, Tiffany dan Vanya melenggang meninggalkan tempat, sementara Barsha masih berdiam diri di sana. "Maaf ya, Bu." Barsha berucap diakhiri dengan cengiran kuda seraya menyalami sang guru.
"Maaf-maaf gak cukup. Kamu sering minta maaf, tapi sering juga ngulang. Ibu tahu otak kamu cerdas, tapi kelakuanmu itu loh yang ibu sayangkan." Bu Endah geleng-geleng.
Menit demi menit berlalu, akhirnya mereka tiba di ruangan kepala sekolah yang berada di lantai dasar. Sekolah swasta yang mereka tempati ini sangatlah elite dan besar, hingga perlu waktu lebih untuk menjelajah sekolah ini. Kadang kala, Barsha merutuki sekolahnya yang memiliki banyak gedung nan besar, karena kakinya kerap kali kesakitan.
Ketika Barsha dan kedua temannya menghadap sang kepala sekolah, dari arah belakang muncul sosok jangkung yang wajahnya nampak asing dipenglihatan. Mungkinkah cowok itu adalah sang pemilik nama Galaxy yang digembor-gembor di berbagai grup kelas?
"Selamat datang di SMA Rajawali. Galaxy, kelas kamu berada di sebelas IPA satu. Kamu naik aja ke lantai tiga, nanti kamu tinggal cari pintu yang ada tulisan sebelas IPA satu," instruksi sang kepala sekolah terhadap cowok asing di sebelah Barsha.
"Baik, terimakasih Pak." Galaxy menjabat tangan kepala sekolah. Tanpa menghiraukan ketiga cewek disampingnya yang dari awal curi-curi pandang, Galaxy langsung saja melenggang meninggalkan tempat.
"Siapa pak?" Tiffany bertanya.
"Gak usah kepo kamu. Apa? Mau genit?" timpal sang kepala sekolah yang merupakan om dari Tiffany.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gun N' Loves [END]
Teen FictionTeen Fiction X Action Melewati masa-masa remaja dengan monoton adalah suatu hal yang Galaxy sesali di usianya yang telah menginjak 21 tahun. Ketika para remaja 17 tahun bersenang-senang, Galaxy di balik tembok besi sana berlatih tembak runduk. Ketik...