46. Luka Wulan

1.4K 124 45
                                    

Hai! Hai! DamarWulan Up lagi!

Ayo! Ayo! Jangan pelit kasih vote 🌟bintang kecilnya sebelum baca! Yang banyak! 😄

Happy reading!

🍁🍁🍁

"Apa ini, Lan?"

Wulan masih belum bisa mengeluarkan suaranya. Dirinya masih mencerna apa yang tengah ia pegang saat ini. Tentang bagaimana caranya kamera itu bisa ada di tasnya.

Di sisi lain, semua yang melihat itu pun hanya bisa terdiam dengan raut wajah yang sama, terkejut, dan tak menyangka.

"Kenapa diem? Jadi bener? Jawab!"

Wulan tersentak mendengar pertanyaan dari Damar. Refleks, Wulan mendongak, menggelengkan kepalanya keras-keras.

"Bukan, bukan. Bukan aku," jawab Wulan gugup dengan suara bergetar, menatap Damar dengan tatapan nanarnya. Apa lagi kini Damar sudah meraih tas miliknya, dan membongkar semua isi tasnya dengan sembarangan. Membuat apa saja yang ada di dalam sana berhamburan keluar meja. Termasuk lembaran-lembaran foto yang sudah dalam keadaan tercetak. Membuat Wulan semakin tercekat.

Damar tersenyum sinis, meraih semua foto itu. Menatap Wulan tajam. Ia menunjukkan semua itu tepat di depan wajah Wulan.

"Masih mau ngelak?"

"Enggak, aku enggak tau! Aku—"

Kata-kata Wulan terhenti ketika Damar sudah menyambar kedua bahunya dan mencengkeramnya erat-erat.

"Kenapa, Lan? Kenapa kamu ngelakuin ini? Kenapa harus kamu?" Damar bertanya lirih dengan rasa kecewa yang kentara di sana.

"Damar—"

"Kamu masih punya dendam sama aku karena permusuhan kita dulu? Kalo iya, kenapa dengan cara kaya gini? Kamu bisa lampiasin itu sama aku, Kenapa harus bunda? KENAPA!?"

Wulan menundukkan kepalanya semakin dalam mendapat bentakan keras dari Damar. Wulan hanya mampu menggelengkan kepalanya berkali-kali, seiring dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Perlahan, Wulan mendongak, mencoba menatap Damar.

"Udah aku bilang bukan aku. Aku enggak tau kenapa semua itu ada di dalam tas. Percaya sama aku, Damar!"

"Aku udah percaya sama kamu. Di antara semua sahabat dekat aku cuma kamu yang aku kasih tahu tentang keadaan bunda. Aku udah ngasih tahu rahasia terbesar itu buat kamu, karena aku percaya sama kamu. Tapi nyatanya?"

"Damar—"

"Aku kecewa sama kamu!"

Wulan terhenyak mendengar kata-kata itu meluncur dari bibir Damar. Ingatannya lalu tertuju pada percakapannya dengan Damar malam itu.

"Damar, kamu enggak akan ninggalin aku 'kan?"

"Enggak akan. Puas?"

"Kecuali kalo kamu yang pergi ninggalin aku, atau kamu kecewain aku. Apa boleh buat?"

Wulan menggelengkan kepalanya. Ketakutan mulai merasukinya. Wulan segera meraih lengan Damar yang hendak beranjak dari sana.

"Enggak, enggak! Kamu enggak boleh ngomong kaya gitu! Dengerin dulu—"

"Selamat siang!"

Kata-kata Wulan terpotong, ketika tiba-tiba saja terdengar suara dari pak Gandi yang sudah memasuki kelas karena memang bel masuk sudah berbunyi. Segera saja, itu membuyarkan semua yang sejak tadi yang terdiam melihat keributan yang terjadi. Mereka kembali ke meja masing-masing. Termasuk Damar yang susah menyentak cekalan Wulan, dan langsung berlalu menuju mejanya sendiri tanpa kata-kata.

DamarWulan (Completed✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang