12. Damai?

1.9K 175 51
                                    

Selamat malam! 📣📣

Damar Wulan datang membawa kekesalan yang tiada tara..😄

Pencet 🌟sebelum baca..

Semoga suka!

Happy reading...

🍁🍁🍁

Damar dan Wulan berjalan keluar ruang kantor guru dengan gontai, tanpa kata-kata menjengkelkan yang biasa mereka lemparkan satu sama lain.

Wulan yang tengah melangkah di belakang Damar hanya menunduk sambil memperhatikan amplop yang seharusnya ia berikan kepada orang tuanya. Wulan bingung harus memberikan ini pada mereka atau tidak, karena ia tidak yakin Mama atau Papanya mau menandatangani surat ini. Sebenarnya ia bisa saja meminta bantuan pada Bik Ros. Tapi apa salahnya di coba, meskipun ia harus siap akan penolakan lagi dan lagi.

Wulan mendongak menatap punggung Damar yang ada di hadapannya. Entah kenapa ia memikirkan kejadian beberapa saat yang lalu ketika pertanyaan yang sama terlontar dari mulut Damar. Berbagai pertanyaan kini ada di benak Wulan. Kenapa Damar harus pakai wali? Atau mungkin Damar bernasib sama sepertinya? Mengingat selama ini Damar yang ia kenal tinggal bersama bude Yeni.

Dan lagi Wulan sempat melihat tatapan lain dari cowok itu. Tidak ada lagi tatapan jahil nan tengil di raut wajah Damar, yang ada hanya tatapan Damar yang terlihat ... rapuh? Entah Wulan tidak tahu. Lihatlah, bahkan setelah mereka keluar ruang guru Damar yang biasanya mulai mencari keributan dengannya malah terlihat pendiam, sangat bukan Damar menurutnya.

"Heh, kenapa gue malah mikirin dia?" batin Wulan merasa aneh dengan dirinya sendiri sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Kenapa lo? Sawan?"

Wulan tersadar dari lamunannya ketika ia mendengar pertanyaan menyebalkan dari Damar. Sepertinya sifat Damar yang menjengkelkan sudah kembali muncul.

"Enggak tuh! Alhamdulillah bibir gue masih sehat walafiat," ketus Wulan enteng sambil berlalu dari hadapan Damar yang sudah terbengong di tempatnya.

"Itu sariawan, woi!" serunya sambil mengikuti langkah Wulan dari belakang.

"Oh, udah ganti? Sejak kapan? Kok gue baru tau?"

"Sejak semut bisa lahirin sapi!"

Wulan terkekeh tanpa sadar, kata-kata itu mengingatkan Wulan ketika Damar terjatuh beberapa waktu lalu.

"Bol!" Damar memanggil Wulan sambil menarik sejumput rambut Wulan yang tergerai yang membuat cewek itu berdecap kesal.

"Kalo manggil ya manggil aja enggak usah narik rambut segala!" sergah Wulan dengan kesalnya.

"Menurut lo kita bisa apa enggak?" tanya Damar yang kali ini dengan nada seriusnya.

Untuk sesaat Wulan terdiam merasa aneh mendengar pertanyaan serius itu dari seorang Damar, sebelum akhirnya ia pun menghentikan langkahnya sambil berbalik badan secara tiba-tiba, dan saat itulah wajah Wulan langsung berhadapan dengan dada bidang Damar. Dekat, sangat dekat yang membuat Wulan tanpa sadar menahan napasnya beberapa saat.

Damar yang melihat itu pun mendorong kening Wulan menggunakan jari telunjuknya. "Segitu wanginya ya badan gue sampe lo betah lama-lama?" tanya Damar dengan senyum songong andalannya.

Wulan yang tersadar pun menepis tangan Damar yang masih bertengger di dahinya.

"Enggak usah kegeeran!" ketusnya sambil kembali berbalik melanjutkan langkahnya.

Melihat itu Damar kembali menarik rambut Wulan guna menghentikan langkah cewek itu. "Jawab pertanyaan gue dulu."

Dengan kesal, Wulan yang mengerti maksud Damar pun menjawab tanpa menghentikan langkahnya. "Ya bisalah! Kenapa? lo ragu sama gue? Atau lo ragu sama kemampuan lo sendiri?"

DamarWulan (Completed✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang