Rabu, Minggu kedua.
Rata-rata anak sekolah memiliki semangat yang baik disetiap paginya, hanya saja belakangan ini Tsuki tidak termasuk dari bagian tersebut.
Sejak kejadian kemarin pikiran dan hatinya selalu dihantui rasa takut dan bingung. Hal ini terjadi semejak Daichi Fuyuki, seorang siswa yang baru saja pindah ke sekolah ini.
Sebenarnya Tsuki sendiri tidak tahu kalau ia dan Daichi punya masalah atau tidak. Tapi sejak hari pertama mereka bertemu, Daichi selalu memandang tajam kearahnya seolah dia adalah musuh yang harus disingkirkan.
"Hahh... astaga, memangnya apa salahku?" gumam Tsuki yang pagi ini tengah melangkahkan kakinya menuju sekolah.
"Kenapa juga dia terus menerus menatapku tajam? Apa aku punya salah padanya ya?" gumam Tsuki kebingungan, kali ini dia sedikit menarik rambutnya yang tergantung dikedua sisi wajahnya.
"Tsuki, Ohayo" sapa Otsuka yang rupanya ada dibelakang Tsuki - dia sedang mengendarai sepeda.
"Otsuka, Ohayo" sapa Tsuki. Melihat senyum Otsuka, Tsuki merasa Otsuka telah memberinya sedikit semangat.
"Kenapa ambil jalan belakang?" tanya Otsuka ketika dia menghentikan laju sepedanya.
"Soalnya rumahku didekat sana" ujar Tsuki sambil menunjuk kearah beberapa rumah yang dibangun dekat sawah.
Rumah Tsuki berada diarah belakang sekolah, dimana rumahnya itu dikelilingi petak-petak sawah, yang sebenarnya cukup jauh dari sekolah.
"Kau jalan kaki? Dari sana?" tanya Otsuka penasaran.
"Iya, seperti biasa. Aku selalu jalan kaki kesekolah" kata Tsuki.
"Eh?! Tidak naik sepeda?" tanya Otsuka yang kini turun dari sepedanya.
"Tidak" jawab Tsuki dengan suara yang pelan tapi cukup bisa didengar Otsuka.
"Kenapa memangnya?" tanya Otsuka.
"Soalnya aku tidak punya sepeda" jawab Tsuki sebenar-benarnya.
"Oh iya, bukankah kemarin kamu mendapatkan Gold pin? Setahuku kalau siswa yang punya Gold pin, akan dibebaskan biaya transportasi. Kenapa tidak naik bus sekolah?" tanya Otsuka sambil mendorong sepedanya.
"Tidak bisa, soalnya.. Seperti yang kamu bisa lihat, jalan dari rumahku kesekolah adalah jalan kecil, jadi bus tidak bisa masuk" kata Tsuki kecewa.
"Pasti melelahkan" kata Otsuka.
"Tidak masalah, lagi pula.. rumahku dekat dengan sekolah kok" kata Tsuki sambil berjalan bersama Otsuka
"Apanya yang dekat?" kata Otsuka sambil melirik kembali perumahan yang tadi ditunjuk Tsuki.
"Dekat kok, kalau kau sudah terbiasa" kata Tsuki sambil tertawa.
"Astaga.. lihatlah sudah dari tadi kita berjalan, tapi belum juga sampai" ujar Otsuka, nafasnya mulai tidak teratur - sepertinya dia kelelahan.
"Kalau begitu, Otsuka duluan saja" ujar Tsuki.
"Mana mungkin aku meninggalkanmu disini?" kata Otsuka sambil memperhatikan jalanan sepi yang rupanya masih jauh dari sekolah.
"Bagaimana kalau kau ikut denganku naik sepeda?" tanya Otsuka sambil nyengir.
"Eh, tapi.." belum sempat Tsuki menyelesaikan kata-katanya Otsuka sudah lebih dulu menyuruhnya duduk dikursi belakang sepedanya.
"Pegangan ya" kata Otsuka begitu Tsuki sudah duduk dikursi belakang.
"B-baik" kata Tsuki.
Detik berikutnya Tsuki terkejut ketika sepeda yang dikendarai Otsuka melaju dengan kencang. Hembusan angin menerpa wajah Tsuki, ini pertama kalinya dia naik sepeda dengan Otsuka.
.
.
.
.
.
.
.
"Bagaimana? Lebih cepatkan?" tanya Otsuka setelah mereka sampai didepan gerbang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisuki (The End)
Romansa"kita bertemu dimusim semi layaknya namamu dan berpisah dimusim dingin layaknya namaku" . . . . Mohon untuk tidak mengcopy/menjiplak sebagian atau seluruh cerita ini, karena cerita ini sepenuhnya hasil imajinasi saya. Terima kasih ~ ©Copy right by F...