CILUUUK??
***
Mobil Om Aiden memasuki halaman rumah. Dia menempatkan mobil di garasi. Kami berdua turun lalu mengeluarkan barang dari dalam bagasi.
Gue masih marah dan sedikit kecewa sama dia. Dari tadi juga di mobil gue lebih banyak diemnya. Lagian, Om Aiden juga nggak ngajak gue ngomong sih.
"Acha, kamu bawa tas kecil ini ya?"
"Ya." Jawab gue sambil membawa tas kecil berwarna hitam.
Gue memutuskan buat masuk duluan. Menuju kamar lalu merapikan ranjang. Yang nggak lain dan nggak bukan adalah buat istirahat Om Aiden nanti.
Ya sebenarnya gue juga agak kecewa sama rencana gue yang harusnya menghabiskan weekend seharian dengan tidur bareng Om Aiden jadi bakal nggak nyaman gitu aja.
"Cha, kelihatannya Mamah seneng banget ya Om kasih kejutan kaya gitu?"
'Ya iyalah. Coba aja lo ngasih gue kejutan, Tong!'
"Iya." Tapi malah jawaban singkat yang keluar dari mulut gue.
Om Aiden memasukkan beberapa baju ke lemarinya. Sementara gue mengikat rambut asal karena udara hari ini kerasa lebih panas. Gue juga mengganti pakaian dengan kaos warna kuning yang longgar plus menyerap keringat.
Sekarang baru jam 11 siang dan nggak tau kenapa gue malah ngantuk banget. Jadi gue memutuskan buat tidur duluan.
"Om, aku tidur dulu ya. Ngantuk."
Dan responnya kalian tau?
Mengangguk sekali doang sambil senyum ke arah gue. Makin dongkol lah gue!
Maka, gue memutuskan buat bener-bener tiduran di ranjang berniat untuk tidur beneran. Masih males gue sama Om Aiden.
Mata gue sudah terpejam, tapi entah kenapa gue nggak kunjung pergi ke alam mimpi. Gue masih bisa mendengar suara di sekitar gue, ditambah lagi Om Aiden yang bersenandung kecil.
Gue membuka mata, melihat dia melakukan sesuatu di meja rias. Gesturnya sih kaya lagi nulis. Habis itu dia berdiri lalu membuka lemari, entah apa yang dia lakukan, gue mah bodo amat. Melanjutkan rencana tidur yang sedikit terganggu.
Sekitar lima menit kemudian, mungkin Om Aiden mengira gue sudah terlelap, soalnya dia naik ranjang dengan sangat perlahan. Padahal gue belum tidur sama sekali.
Lalu tiba-tiba kedua tangannya melingkar indah di perut gue. Gue yang terkejut sontak membuka mata. Posisi gue membelakangi Om Aiden. Sekarang pun dia sedang membenarkan posisinya agar lebih nyaman.
"Rambut Om jangan di situ. Geli." Gue memperingatkan dia karena rambut lebatnya itu bener-bener ngeganggu leher gue.
"Kamu bangun? Maaf ya gara-gara Om kamu jadi kebangun."
"Hm.. nggak papa. Sebenarnya dari tadi aku juga susah tidur."
Gue bisa merasakan kalau dia sedang tersenyum. "Kamu kesel ya?"
Astaga. Pertanyaan macam apa coba?
"Aku? Kesel kenapa?"
"Hahaha.. kamu jangan bohong deh. Kalau mau bohong jangan sama Om. Ketahuan banget kamu nggak jago bohong di depan Om."
"Maksudnya apa deh?" Gue pura-pura bingung.
"Sini," Dia membalik tubuh gue supaya menghadap ke arahnya.
Gue bisa melihat matanya yang tajam, bulu mata yang nggak terlalu lentik, hidung mancung yang kaya perosotan, sampe bibirnya yang jadi candu untuk gue.
"Om tinggal sama kamu itu udah lebih dari 11 tahun. Om hapal apapun sifat kamu, gerak-gerik kamu, apapun yang ada di kamu itu Om tau, Cha."
Gue menaikkan satu alis.
"Pas Om di Singapore pasti heboh news yang bilang kalo Om dirumorkan ada hubungan sama Sherinna Park, kan?"
Gue mengangguk.
"Om tau waktu itu pasti kamu bener-bener dongkol, marah, dan kesel. Bahkan kalo kamu seorang penyihir, mungkin kamu udah ngutuk Sherinna jadi kodok buruk rupa."
Gue meliriknya, "Dih, apaan sih? Nggak mutu banget."
Om Aiden ketawa setelahnya.
"Terus, kamu tau kenapa Om bisa sakit pas kemarin?"
Gue menggelengkan kepala sambil menatapnya penasaran.
"Itu karena Om rindu sama kamu."
Mata gue nggak bisa sedetik pun teralihkan dari dia. Seolah udah bener-bener stuck!
"Eiiiii gombalnya kerdus banget astaga." Gue geleng-geleng kepala seolah rayuannya itu berkesan 'iuh'.
"Orang jujur malah dikira gombal. Heran sama remaja jaman sekarang."
Gue mengerutkan dahi bingung.
"Udah, nggak usah bingung. Muka kamu jelek kalo bingung."
Satu hadiah yang diterima Om Aiden. Cubitan di perutnya ditambah sama gigitan keras di bahu.
"AAKK! SAKIT!"
Terpaksa gue melepaskan gigitan dari sana. Om Aiden duduk bersila lalu menurunkan salah satu sisi kaosnya.
Gue melotot nggak percaya. Di sana ada bekas gigi gue dan warnanya jadi kemerahan. Aduh itu sakit nggak ya?
"Om.. sakit nggak? Maaf ya?"
Dia masih mengelus memar di bahu. "Menurut kamu?" Sesekali dia niup memarnya berharap rasa sakitnya bisa hilang.
"Aduh.. ini berdarah nggak?" Gue yang merasa bersalah melihat dan ikut menyentuh pundaknya yang memar itu.
"Kamu itu sebenarnya titisan siluman harimau putih apa gimana?"
PLAK!
"AAW!"
"Aduh! Aduh! Om sakit nggak? Aaaah maafin aku!"
Gue makin panik. Gimana nggak panik kalau baru aja gue mukul pahanya pake tangan dengan cukup keras.
"Lagian sih, salah Om juga. Mancing emosi aku."
"Kalau kita nikah, ini namanya KDRT."
"Emang kita bakal nikah?" Ujar gue dengan sangat pelan. Bahkan gue nggak yakin juga Om Aiden bisa dengar.
"Hah? Kamu ngomong apa?"
"Nggak ada."
"Coba ambilin handuk di lemari. Om mau kompres memarnya."
"Hehehe." Gue cuma cengengesan karena udah bikin Om Aiden luka.
Gue turun dari ranjang, menuruti perintah Om Aiden. Menuju lemari lalu membukanya.
Tapi, bukan handuk yang gue temukan. Melainkan sebuah kotak sedang berwarna silver dan di bagian penutupnya ada tulisan 'Open me, Acha.'
Dikarenakan ada nama gue, maka dengan pede gue membukanya. Jantung gue berdetak nggak karuan. Di dalam sana ada kubus kecil dan ada sebuah kertas.
Karena yang bikin penasaran adalah isi kubus kecil itu, maka gue memutuskan buat membukanya pertama.
What the hell is this!?
[SEBAGIAN PART DIHAPUS.]
Loh-loh kok part dihapus?
Tenang, cek chapter selanjutnya
↓↓↓
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ganteng [END]✓
Short StoryFirst, follow me:) Nama gue Acha. Lengkapnya Marsha Amalillea. Gue siswi kelas tiga salah satu SMA di ibukota. Di dunia ini ada tiga hal yang nggak bisa dipisahkan dari gue. Pertama Om Aiden, kedua Om Aiden, dan ketiga Om Aiden. #1 in Feel [31 Desem...