om ganteng bagian empat

89.2K 4.2K 115
                                    

Tangan gue kini sedang digenggam oleh tangan yang selama ini ngerawat gue. Om Aiden. Dia mengusap tangan gue dengan ibu jarinya. Sementara gue nggak berhenti mengulas senyum.

Sekitar lima menit lagi gue sampe sekolah. Setiap pergi sekolah, rasanya gue pengen bolos aja bawaannya. Pengen ikut Om Aiden kerja biar bisa nempel dia terus.

"Aku pulang jam dua, Om." Gue melirik Om Aiden yang sedang sibuk melihat spion sembari menyalakan lampu sen.

"Terus?" Dia menatap gue datar.

"IH!" Gue memukul bahu Om Aiden keras.

Dia malah ketawa ngakak sampai matanya terpejam dan deretan gigi rapinya terlihat. Benar-benar menawan. Heran, kenapa dia nggak nikah-nikah ya? Jawabannya ya nungguin gue siap dia lamar lah, apa lagi? Hehe.

"Iya-iya Om udah hapal kok." Dia mengelus kepala belakang gue. Gue mulai tersenyum kembali.

Mobil berhenti di dekat gerbang sekolah. Gue melepas seatbelt kemudian mengambil tas di kursi belakang. Gue mempout sambil memejamkan mata di depan wajah Om Aiden.

Cup!

Seakan udah jadi kebiasaan, Om Aiden mencium bibir gue kilat lalu mengelus kepala gue. "Belajar yang pinter. Jangan berantem, jangan mabuk, jangan ngerokok."

"Yakali Om. Aku nggak mau didiemin Om lagi."

Sebelum gue benar-benar meninggalkan mobil, gue menyempatkan mencium pipi Om Aiden dengan cepat kemudian melompat keluar mobil.

Gue melambaikan tangan ke Om Aiden dan dibalas hal yang sama olehnya. Gue melangkahkan kaki ke dalam area sekolah sambil menyenandungkan lagu apa aja.

"Marsha!"

Gue menghentikan langkah lalu menoleh ke sumber suara. Ada cowok tinggi putih berjalan ke arah gue. Rambutnya hitam legam menampilkan dahinya yang terekspos.

Ganteng juga.

Tapi masih gantengan Om Aiden ya.

"Ng.. siapa ya?" Gue mendongak untuk menatap wajahnya.

"Gue Aron, tetangga kelas lo."

Gue memahami, "Terus?"

"Em.. bareng yuk!"

Gue mengangguk-angguk. "Hm.." jawab gue seadanya.

Gue sekarang kelas tiga jurusan bahasa. Hobi gue adalah menulis dan nyanyi. Gue suka nulis apa aja yang ada di otak gue.

Di perjalanan menuju kelas, nggak ada percakapan apapun yang keluar dari bibir kami berdua. "Sha," tiba-tiba Aron memanggil gue.

"Ya?"

"Gue ragu mau bilang ini, tapi gue udah tahu lo dari awal kelas sebelas dan gue tertarik sama lo."

"Hah? Maksudnya?"

"Ng.. Gue suk--"

"Acha!!" Gue langsung menoleh ke belakang, terlihat seorang cewek lari-lari dengan susah payah karena tasnya yang agak kegedean.

Wajah gue langsung sumringah karena lihat sahabat karib sedang lari menghampiri gue. Agak kasihan, gue berniat nyamperin dia juga. "Aduh, Ron, sorry nih. Gue duluan ya." Gue menepuk lengan Aron dan langsung lari ke Lia.

"Hhh.. hhh.." Lia ngos-ngosan.

"Lo kenapa Li?" Gue menatap Lia yang keliatan capek like capek banget.

"Gimana perasaan lo kalau ditembak sama leader basket sekolah ini?"

"Em.. seneng?"

"Bakal lo terima gak?"

Gue memegang dagu, mikir. "Nggak."

"LOH KOK GITU! GANTENG, PINTER, IDOLAK, BOYFRIEND-ABLE, KOK LO NGGAK TERIMA!??"

Gue meringis menahan teriakan Lia. Malu sih, sampai siswa lain ngeliat kami berdua gara-gara Lia yang heboh.

"Mulut lo, Li."

"Oh! Sorry. Maaf temen-temen. Maaf." Lia bungkuk buat minta maaf sama siswa yang lagi lalu-lalang.

"Bener-bener gila lo, Cha."

"Kok?"

"Kenapa lo nggak terima si Dio kalau misal dia nembak lo?"

"Fyi.. gue udah punya Om Aiden."

_____

Au ah gelap:"

Ungaran, 12 September 2018

Ps : sorry ya kemarin ada kesalahan teknis.

Om Ganteng [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang