om ganteng bagian tiga

98.7K 4.7K 267
                                    

Gue menuruni anak tangga sambil menggendong tas. Buru-buru karena Om Aiden udah teriak-teriak nyuruh gue supaya cepet-cepet berangkat biar nggak telat.

Setelah mengunci pintu, gue langsung lari menuju mobil Om Aiden. Saat gue mendaratkan pantat dan menatap Om Aiden, gue jadi sedikit takut. Pasalnya, wajah Om Aiden asem, kaya ketek kucing gue.

Alamat ini mah, marah dia.

Tanpa sepatah kata apapun, Om Aiden langsung menggas mobilnya meluncur ke sekolah gue. Gue sedang sibuk memasang sabuk pengaman karena dari tadi gue memperhatikan Om Aiden.

Gue tertunduk sambil memainkan jari tangan. "Maaf." Cuma itu yang bisa keluar dari mulut gue.

Setelah sekitar lima belas menit gue didiamkan, gue minta maaf. Gue paling nggak tahan kalau Om Aiden udah marah dan nggak mau bicara sama gue. Kalau disuruh milih antara buang semua aksesoris dan alat make up gue atau didiemin Om Aiden, tentu gue memilih untuk buang seluruh barang berharga gue—karena hal yang berharga dan paling berharga bagi gue adalah Om Aiden.

"Hm."

Tuh kan!

Kalau jawaban yang keluar dari mulut Om Aiden cuma deheman, apa gue yakin dia udah maafin gue dengan ikhlas? Tanpa gue sadari, mata gue berkaca-kaca.

Ini nih yang nggak gue suka ketika Om Aiden marah. Gue bisa dengan mudah berubah jadi cewek cengeng. Gue menarik ingus dalam keadaan tertunduk. Dan hal itu sukses membuat Om Aiden menoleh cepat ke arah gue.

"Acha, kamu nangis?" Dia menunduk untuk melihat wajah gue. Bukannya menjawab, gue malah menarik ingus gue lagi.

Om Aiden menarik kepalanya jadi tegak kembali kemudian menepikan mobilnya. "Hei," dia mengusap kepala belakang gue yang ditumbuhi surai halus kecoklatan.

Gue masih tetap tertunduk. Ini kenapa justru air mata gue ngalir sendiri sih!? "Hei hei, Sayang.." Dia mengangkat dagu gue supaya bisa melihat wajah ayu gue.

Gue menarik ingus untuk yang kesekian kalinya. "Baby kenapa, hm?"

Om Aiden memegang wajah gue dan mengusap pipi gue dengan kedua ibu jarinya. "Maaf." Lagi. Gue minta maaf.

"Ssst.. Om Ai kan udah maafin kamu. Terus kenapa masih nangis?"

Ya. Gue mulai sesenggukan. Dia meluk gue dan aroma mint langsung menyeruak ke hidung gue. "Om Ai masih marah sama Acha. Iya kan? Maafin Acha ya, Om. Acha janji nggak ngulangi lagi." Kata gue dengan susah payah karena gue masih sesenggukan.

Walaupun gue nggak melihat Om Aiden, gue bisa merasakan kalau dia sedang tersenyum sekarang. "Om itu bukan marah sama kamu, Sayang. Om itu cuma lagi kesel sama sekretaris om."

Gue langsung menarik diri dari pelukan Om Aiden. Jadi, Om Aiden tuh marah karena sekretarisnya? Ah, kok gue jadi malu?

Om Aiden ketawa sampe lesung di pipi kanannya terbentuk jelas. Seketika gue terpesona.

"Bisa ya kamu cuma Om Ai diemin bisa sampe sesenggukan. Lebay ih." Dia mengusap pucuk kepala gue dengan gemas.

Sedetik kemudian, dia mulai menjalankan mobilnya lagi. Gue mempout kesal. "Habisnya udah tau aku kebiasaannya gini malah dikerjain." Gue melipat tangan di dada.

Om Aiden ketawa. Lagi.

"Yang ngerjain kamu siapa?"

"Ya Om lah!"

Sial, gue nggak bisa santai. Ngegas aja bawaannya.

"Ya makanya lain kali jangan ngaret-ngaret lagi. Om tuh juga buru-buru karena banyak meeting buat launching sepatu limited edition milik perusahan Om."

"Ya." Gue menjawab datar. Masih kesal.

"Oh.. marah sama Om? Yaudah, malam ini no nina bobo."

"HAH!!? KOK GITU!?"

"Abisnya kamu marah sama Om. Yaudah tidur sendiri entar malem."

Gue buru-buru mendekat ke arah Om Aiden dam memeluknya erat. "Nih liat, aku udah nggak marah dong. Om Ai ganteng banget, sih. Jadi makin cinta. Jangan lembur ya. Bobo sama Acha malam ini. Cium Acha, sayang Acha ya.."

Detik selanjutnya, gue merasakan Om Aiden tersenyum penuh kemenangan.

________

Purworejo, 11 September 2018

Om Ganteng [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang