Suara ayam jago dan kicauan burung memekakan telinga. Gue mengernyitkan dahi lalu membuka mata. Melihat sekeliling dan ternyata ini kamar gue di rumah Mamah.
Gue terkejut saat nggak bisa bangun karena sebuah tangan melingkar di sekitaran perut gue dengan eratnya. Bahkan, gue juga baru sadar kalau gue masih pakai dress yang semalam.
Kayanya kami berdua ketiduran karena emang udah bener-bener capek. Ditambah lagi Om Aiden yang agak sakit.
Perlahan, gue melepaskan pelukannya. Gue lakukan dengan sangat hati-hati supaya dia nggak bangun dan bisa istirahat lebih lama.
Gue sudah berhasil melepaskan diri dari pelukan Om Aiden dan sekarang berniat mandi lalu mengganti baju dengan baju rumahan karena hari ini hari Sabtu.
Setelah mandi, gue turun dan melihat Mamah yang lagi menyiapkan makanan di meja makan.
"Morning, Mah."
"Hei, morning sayang. Om kamu belum bangun?"
"Belum tuh, kasian kecapekan banget kayanya."
"Ya udah, kamu bantu Mamah siapin sarapan ya?"
"Asiaaapp!" Lalu kami berdua tertawa bersama.
Menyiapkan sarapan ternyata nggak rumit juga. Hitung-hitung belajar buat jadi istri yang baik di masa depan. Astaga, masih kelas 3 SMA mikirnya udah jadi istri aja.
Menu sarapan kami sederhana. Mamah tadi masak nasi goreng spesial, ayam krispi, jangan lupa kerupuk putih, terus minumnya air putih. Tapi kalau misal mau minum susu ya udah tersedia di kulkas.
Sepuluh menit kami menyiapkan makanan di meja. Nggak lama kemudian, muncul Om Aiden dari arah kamar sudah pakai baju rumahan. Kaos hitam sama celana santai.
"Loh? Udah mandi?"
"Udah. Ini udah sembuh juga."
Dia mengambil duduk di sebelah gue. Tanpa pikir panjang, gue langsung mendaratkan tangan gue ke dahinya.
"Oh iya bener, udah nggak panas." Gue bergumam. Menarik tangan lalu mengambilkan piring Om Aiden.
"Lagian kamu cowok udah tua, kekar, berotot gitu kenapa bisa kena batuk sama demam?" Mamah memarahi Om Aiden dengan sedikit kesal.
Gue tahu, Mamah itu sebenarnya khawatir Om Aiden kenapa-kenapa. Ibu mana sih yang nggak khawatir kalau anaknya sakit?
"Aku manusia biasa, Mah. Yang bisa kena sakit kapan aja. Dikira aku Captain America apa, yg bisa nangkis kuman pake tamengnya."
"Hahahaha!" Gue ketawa karena kata-kata barusan yang keluar dari Om Aiden.
Ini kenapa dia jadi lebih humoris sih? Receh parah tau nggak sih?
"Cha, kayanya Om kamu ini emang bener lagi sakit deh. Otaknya geser tiga senti jangan-jangan?"
"Hahaha!" Ini lagi ibunya sama aja.
Setelah lawakan kecil barusan, kami makan sarapan dengan tenang. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang beradu sama piring. Keluarga kami emang dari dulu udah kebiasaan kalau makan nggak sambil ngobrol. Gue yakin keluarga kalian juga ada yang gitu kan.
Tapi, ditengah acara sarapan kami, Om Aiden tiba-tiba ngeluarin sebuah kotak perhiasan warna putih dari dalam saku celananya. Gue deg-degan nggak tau kenapa.
"Mamah, this is for you. I hope you like it."
Sebenarnya, ada sedikit perasaan kecewa di hati gue karena perhiasan itu dikasih ke Mamah. Tapi gue mikir lagi, the number one di hati Om Aiden itu pasti ya Mamah lah.
"Oh my God!" Pekik Mamah antusias sambil melihat isi kotak itu. Mamah mengambil sebuah kalung dari dalam sana dengan bandul bentuk bintang laut yang indah banget!
Gue tersenyum dan ikut senang pastinya karena Mamah keliatan sangat bahagia.
"This is really for me?"
"Yeah! Of course! Sini aku pasangin." Om Aiden mengambil alih kalung itu dan mulai memasangkan di leher Mamah.
Serius itu keren banget! Cantik parah! Gue jadi pengen.
Kalian semua bener kalo gue cemburu. Ya orang mana yang nggak cemburu kalo pas milih kalung kemarin yang ditanyain gue, tapi akhirnya di kasih orang lain.
Agak bunyi 'kretek' sih hati gue. Denger nggak?
"Mamah keliatan cantik tau nggak? Inner beauty mudanya naik ke permukaan."
"Astaga, kamu lebay Cha. Eh iya! Kamu cuma beli buat Mamah aja? Acha nggak ada?"
Om Aiden menatap gue dengan mata yang sulit di artikan. Sementara gue natap dia penuh harap. Anjir.
"Kemarin aku beli punya Mamah aja buru-buru."
Oke. Yaudah.
"Kok gitu?" Tanya Mamah heran.
"Iya gitu."
"Maklum Mah, Om Ai kan kerjaannya banyak. Pikirannya pasti lagi rumit sampe-sampe dia sakit."
Mamah nggak menanggapi apapun.
Kok gue rasanya pengen nangis?
Bahkan gue juga nggak ingin ngobrol apapun sama Om Aiden lagi. Dia kaya bener-bener bikin hati gue remuk. Kaya udah dikasih harapan, taunya cuma bohongan. Kaya kalian hhhh.
Sarapan hari ini jadi kaya nggak berselera gitu. Nasi goreng yang tadinya enak, sekarang berubah jadi hambar.
"Cha, habis ini packing buat pulang ke rumah Om ya?"
Anggukan satu kali menjadi jawaban pertanyaan Om Aiden kali ini.
_____________
Purworejo, 10 Agustus 2019
Yey update!
Tapi Acha ngambek hayolo heheheheh.
See u next chap guys!♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ganteng [END]✓
Cerita PendekFirst, follow me:) Nama gue Acha. Lengkapnya Marsha Amalillea. Gue siswi kelas tiga salah satu SMA di ibukota. Di dunia ini ada tiga hal yang nggak bisa dipisahkan dari gue. Pertama Om Aiden, kedua Om Aiden, dan ketiga Om Aiden. #1 in Feel [31 Desem...