Gue menghela napas sambil menopang dagu. "Peningkatan minggu ini." Bibir gue berucap ketika membaca sebuah kalimat di layar laptop Om Aiden.
Saat ini, gue sedang duduk di pangkuan Om Aidenㅡmenemani dia kerjaㅡdengan nyaman. Baru aja dia mau nyesap kopi yang tersisa setengah, tapi buru-buru gue rebut cangkir itu. "Om Ai minum, aku juga minum." Gue mengarahkan ke bibir mungil gue.
"Jangan! Kamu nggak boleh minum kopi." Om Aiden mengambil alih cangkir itu lalu meletakkan di samping laptop, nggak jadi diminum.
"Hoaaam.." gue menutup mulut gue dengan tangan yang tertutupi piyama kebesaran milik Om Aiden. "Om nggak capek?"
"Enggak, Cha. Kamu tidur dulu sana!" Om Aiden menyuruh dengan lembut.
"Acha mau nunggu Om Ai. Nggak mau tahu!" Gue mengalungkan kedua lengan ke lehernya. Kemudian mengusak wajah ke sekitaran lehernya.
"Om masih lama, besok kamu telat ke sekolah."
Bukannya menanggapi Om Aiden, gue justru menyandarkan kepala gue ke dadanya dan memejamkan mata. Gue suka. Aroma Om Aiden yang selalu menjadi candu dari waktu gue kecil sampai sekarang ini. Dia rela nggak ganti parfum demi gue.
Gue menatap kontur wajahnya dari bawah. Dahinya berlipat keliatan lagi mikir keras. Wajahnya halus, nggak ada kerutan di usianya yang sekarang ini. Menurut gue, usia dua puluh tujuh bukanlah usia yang muda lagi.
Beberapa menit kemudian, gue merasakan tangan kekar Om Aiden mengelus kepala belakang gue. Itu adalah hal dari sekian banyak hal yang paling gue suka dari Om Aiden. Detik selanjutnya, gue mulai terlelap.
***
Aroma makanan menyeruak ke dalam hidung. Mata gue perlahan terbuka kemudian gue terduduk sambil mengucek mata. Baru jam enam lebih sepuluh menit, masih banyak waktu untuk siap-siap ke sekolah.
Gue bersiap turun dari ranjang kemudian melangkah keluar kamar. Di pertengahan tangga, gue bisa melihat siluet Om Aiden yang lagi sibuk sama kegiatannya di pantry. Lengan kemejanya dia gulung sampai siku, nggak lupa celemek yang sedikit kena noda selai.
"Morning, Baby."
Yeah, Om Aiden terdengar kaya sugar daddy-nya gue. Ya ga?
"Hm." Jawab gue lalu kembali berjalan. Gue mendekati Om Aiden yang lagi sibuk masak pancake. Sarapan favorit gue, as always.
Gue mendudukan diri di kursi tinggi dekat Om Aiden. Dia menoleh ke arah gue lalu perlahan turun ke area paha. Kemudian kembali fokus memasak.
Gue melirik paha gue. Ada yang salah ya? Gue makai piyama-biru dongker dengan motif garis maron-punya Om Aiden tanpa bawahannya. Itu udah jadi kebiasaan gue setiap malam. Padahal, stok piyama gue banyak. Lebih banyak dari milik Om Aiden.
Kalaupun gue pakai celananya, nggak kebayang gimana tubuh gue ntar. Ya mending nggak gue pakai, ya kan?
"Om.." gue memanggil.
"Hm?" Dia menoleh sebentar lalu kembali menuang adonan pancake.
"Om pulang jam berapa malam ini?"
Dia menghela napas. "Belum tahu." Dia menyuapkan secuil pancake ke mulut gue. "Kayaknya jam sembilan, tapi om jemput kamu kok."
Gue mendengus. Selalu aja Om Aiden pulang malem. Ribet ya kalau jadi CEO. "Kenapa emang?" Tanya dia sembari menuang saus coklat ke pancake.
"Aku pengen bobo bareng Om Ai! Titik! Nggak mau tau!" Gue turun dari kursi dengan hentakan lalu berbalik menuju kamar mandi.
"Tapi Om Ai lembur, Cha. Kapan-kapan aja ya!"
"Aku nggak denger..." gue berlalu dengan santai sambil menutup telinga.
Dasar om-om tua!
___
Ya gini. Ngetiknya dikit dikit soalnya apa yang ada di otak gue langsung gue tuangkan. Air putih kali ah-,
Purworejo, 9 September 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ganteng [END]✓
القصة القصيرةFirst, follow me:) Nama gue Acha. Lengkapnya Marsha Amalillea. Gue siswi kelas tiga salah satu SMA di ibukota. Di dunia ini ada tiga hal yang nggak bisa dipisahkan dari gue. Pertama Om Aiden, kedua Om Aiden, dan ketiga Om Aiden. #1 in Feel [31 Desem...