Obat galau apaan dah?
***
Gue melangkah riang setelah membuka pintu gerbang rumah. Melihat Mamah yang sedang menyiram bunga, gue menyapa.
"Selamat sore, Mamah yang cantik kaya Lucinta Luna!" Sapa gue sembari memeluknya dari belakang.
"Mending nggak usah cantik kalo disamain Mas Lucinta."
Gue terkekeh. Iya juga ya, kenapa gue mengumpamakan Lucinta Luna sebagai objek? Bego deh gue. Apa gara-gara gue terlampau bahagia? Hehe.
"Kenapa nih tumben kamu kaya orang baru dapet uang kaget."
"Enggak apa-apa. Seneng aja Om nanti malem pulang."
"Oh iya ya? Mamah hampir lupa malah. Nanti kamu mau ikut jemput?"
"Pak Sapto kan yang jemput ke bandara? Iya, kayanya aku ikut."
Setelah itu, Mamah menyuruh gue mandi, makan, lalu istirahat. Om Aiden tadi bilang kalau dia take off jam 7 malam waktu Singapura. Kemungkinan, Om Aiden sampai Jakarta sekitar jam 10 malam.
Sebenarnya gue nggak menyiapkan apapun buat menyambut kepulangan Om Aiden. Nanti malah dikira lebay karena Om Aiden kan cuma pergi dua hari. Gue yakin, cuma dengan gue yang berdiri menyambut dia, itu udah lebih dari cukup. Pede ya gue.
Gue merebahkan diri di kasur. Melihat room chat gue dengan Om Aiden. Beberapa jam yang lalu, gue nggak bisa fokus ikut pelajaran karena foto yang dikirim Om Aiden.
Kalau dia niat mau ngasih kejutan, kenapa harus tanya gue? Kan gue terkejutnya jadi terlalu awal. Terus namanya juga jadi bukan kejutan. Gimana deh Om Aiden.
Gue meletakkan ponsel di nakas. Mengambil krim pelembab lalu mulai mengoleskan ke wajah sedikit demi sedikit sambil memikirkan hal apa aja yang akan gue lakukan saat Om Aiden udah di Jakarta.
Mungkin gue akan ngajak dia ke time zone, terus habis itu lomba makan mi goreng, tidur seharian, main ular tangga, ah banyak deh. Sampe senyum-senyum sendiri kaya orang gila gue.
Tiba-tiba ponsel gue getar, ternyata video call dari Om Aiden. Dengan semangat, gue menggeser tombol hijau.
"Halo!!" Teriak gue dengan girang.
"Astaga! Om kira hantu."
Gue memajukan bibir bawah.
"Apaan sih cantik-cantik gini disamain sama hantu."
"Oh iya lupa. Justru hantunya yang nggak mau disamain sama kamu ya? Hahahaha."
"Bodo amat ah, aku matiin nih!" Gue menakut-nakuti Om Aiden supaya dia nggak rese lagi.
"Ya udah coba aja matiin. Om tau kamu lagi kangen kan?"
Mati kutu gue.
Kok dia bisa tahu gue nggak bakal mau matiin sambungannya? Wah, keturunan cenayang nih om-om.
"Malah ngelamun. Katanya mau dimatiin. Apa Om yang matiin sekarang?"
"EH JANGAN!"
Duh, ngegas kan gue jadinya.
"Loh nggak santai amat. Om juga bercanda kali, Cha."
Pipi gue terasa panas. Entah semerah apa sekarang.
"Aku juga reflek teriak. Salah sendiri rese."
"Dih. Liat deh liat, ada pantat monyet di muka kamu."
"IH OM AI MAH! NGESELIN BANGET SIH!" Teriak gue lebih ngegas daripada yang tadi.
"Calm down, Sayang. Kamu lagi M? Marah-marah terus bawaannya."
Alamak! Makin merah pipi gue nih!
"Apaan, sih! Aku matiin beneran, bye!" Gue memencet tombol merah dengan kesal.
Gue memandang ponsel nanar. Kenapa juga gue matiin beneran? Kan jadi gengsi mau telpon lagi. Padahal gue masih kangen dan pengen ngobrol sama dia.
Dikarenakan gengsi seorang cewek itu lebih tinggi dari apapun, gue memutuskan buat menunggu Om Aiden telpon duluan. Rasanya berat kalau gue yang harus telpon lebih dulu.
Tapi, udah hampir 5 menit berlalu ponsel gue nggak kunjung bunyi. Ini Om Aiden kayanya emang sengaja banget ngerjain gue supaya telpon balik ke sana.
Kali ini, gue mengedepankan rasa rindu gue dibanding gengsi. Dan kayanya juga harus siap-siap nanggung malu. Tangan gue bergerak memencet kontak Om Aiden, menekan ikon video call lalu menunggu beberapa saat.
Terdengar nada sambung beberapa kali sampe akhirnya muka dia muncul di layar. Bibirnya menyunggingkan senyum kemenangan. Sementara gue mempout sambil menatap dia kesal.
"Kok vc lagi? Om kira dimatin artinya kamu udah nggak kangen lagi."
"Bodo."
"Hahahaha!"
Om Aiden ketawa sampai menengadah dan nggak berhenti-berhenti.
"Udah deh ketawanya. Nggak lucu tau."
"Aduh sakit perut. Lagian kamu nggak jelas sih. Jadi makin pengen ketemu."
Tuh, kan. Kalau dia udah bilang gitu, gue makin kangen dan makin makin makin pengen peluk dia.
"Me too." Raut wajah gue terlihat sangat menyedihkan kayanya.
"Hey hey. Don't be sad. I'll be there. Just waiting for me, Baby."
MATI GUE LAH MATI!
Kalau dia udah ngomong pake bahasa inggris (walapun gue nggak paham-paham amat), terus ngomongnya lembut kaya gitu sambil manggil Baby, gue rasanya tuh lagi terbang jauuuuuuh banget ke langit atas sana. Sampe mau mati rasanya.
"Yeah.. i am waiting for you. Every day, hours, minutes, second i always thinking, missing, and waiting for you... Daddy."
__________
Purworejo, 23 Juli 2019
HIYA HIYA ACHA MANGGIL AIDEN DADDY, KOBAM LU SEMUA!
Maaf ya ngaret dikit, maaf juga inggris aku gak bagus huhu:(
Oke, target 300 votes♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ganteng [END]✓
Short StoryFirst, follow me:) Nama gue Acha. Lengkapnya Marsha Amalillea. Gue siswi kelas tiga salah satu SMA di ibukota. Di dunia ini ada tiga hal yang nggak bisa dipisahkan dari gue. Pertama Om Aiden, kedua Om Aiden, dan ketiga Om Aiden. #1 in Feel [31 Desem...