DOOOOOOOORRRRR!!!
KAGET KAN KAGET DONG KAGET YHAA??
HAPPY READING!
_____
Setengah jam berada di ruangan Om Aiden membuat gue ingin segera meninggalkan tempat ini. Cuma ngeliat dia yang sibuk tanda tangan sana-sini aja gue capek, apalagi dia?
Oh iya, jangan lupain bye-bye fever yang gue tempelin tadi. Itu masih terpasang di dahinya sampe sekarang, saat dia sibuk ngasih tanda tangan. Karyawannya aja sampe cekikikan, tapi dia bodo amat gitu.
Satu karyawan terakhir selesai dengan dokumennya, kemudian pamit pada Om Ai dan menyapa gue. Dia keluar ruangan dengan sopan.
Setelah itu, gue mengamati Om Aiden yang bersandar pada kursi sambil memijiti pelipisnya. Spontan, gue berdiri lalu berjalan ke arahnya.
Gue memegang leher dan sekitar tengkuknya. Astaga! Malah makin panas. Bye-bye fever-nya udah nggak manjur lagi. "Om, ayo kita pulang aja."
Dia membuka mata, "Sebentar ya, Om belum selesai."
"Ck!" Gue berdecak kemudian meraba celananya untuk mencari sesuatu. Aha! Ternyata di dalem saku depan. Kunci mobil itu berada.
"Eh mau ngapain!?"
"Diem." Gue dengan susah payah mengambil kunci mobil itu di saku depan celananya. Gila, saku cowok sempit ya pas lagi duduk.
Tiba-tiba, saat gue berusaha mengambil kunci, tubuh Om Aiden menegang tiba-tiba, begitu juga dengan gue. Kami saling tatap dengan ekspresi terkejut. Satu detik, dua detik, tiga detik, kami masih dalam posisi sama.
Detik berikutnya, dengan buru-buru gue menarik tangan dari dalam saku tanpa mendapatkan hasil apapun.
Tahu apa yang terjadi barusan?
'Itu'nya kepegang tangan gue dong:((
Sialan, gue jadi deg-degan parah. Gue salah tingkah dan menyelipkan beberapa rambut ke belakang telinga karena gue gugup tingkat dewa.
"M-m-maaf."
YA TUHAN! GUE MALU LEVEL NAUJUBILLAH INI!
Gue nggak berani liat wajah dia. Karena gue yakin pipi gue udah mirip pantat monyet. Pengen menghilang dari bumi rasanya.
Dia berdiri, "Mau ngambil ini atau emang sengaja pegang?" Dia menunjukkan kunci mobil ke gue.
"IH APAAN SI!? AKU NGGAK SENGAJA TAU!" Gue mendongak sambil setengah teriak di depannya.
"Masa?" Dia berlalu dari hadapan gue dengan smirk menghiasi wajahnya. Kalo dalam ekspresi kaya gitu, dia sama sekali nggak keliatan lagi sakit. Serius.
Bibir gue mengerucut lalu gue berlari kecil menyusulnya. Dia udah nunggu di depan lift. Gue menempatkan diri di sampingnya.
Ting!!
Lift terbuka, kami berdua masuk dan Om Aiden menekan tombol lantai dasar. Di dalam lift hanya ada kami berdua. "Om, sini bentar." Gue menyuruhnya mendekat.
Saat itu juga, gue menarik dasi panjangnya agar tubuhnya sedikit merendah dan sejajar dengan gue.
"Ini dilepas aja, udah lewat setengah jam dan nggak ada perubahan." Gue menarik bye-bye fever di dahinya dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ganteng [END]✓
Storie breviFirst, follow me:) Nama gue Acha. Lengkapnya Marsha Amalillea. Gue siswi kelas tiga salah satu SMA di ibukota. Di dunia ini ada tiga hal yang nggak bisa dipisahkan dari gue. Pertama Om Aiden, kedua Om Aiden, dan ketiga Om Aiden. #1 in Feel [31 Desem...