"Dianter sama om lo, Sha?" Tanya Aron to the point setelah gue berdiri di depannya.
Gue hanya menjawab dengan anggukan. Mood gue masih hancur gara-gara om-om bangsat itu.
Gue melangkahkan kaki ke dalam area sekolah yang diikuti Aron di samping gue. Omong-omong, nggak dapet morning kiss dari Om Aiden rasanya ada yang kurang gitu. Bikin gue lemas, nggak ada semangat sama sekali.
"Lo kenapa, deh, Sha? Diem aja?" Aron memulai obrolan.
"Nggak apa-apa. Gue cuma lagi marahan sama om gue."
Gue melihat Aron mengerutkan kening. "Marahan? Kok bisa?"
"Iya! Dia itu ngira kalau kita ada hubungan. Pandangan dia, lo itu cowok gue, cuma gara-gara lo chat wa semalem sama gue. Padahal kita cuma temenan, kan? Iya nggak sih? Dan gue udah jelasin kalau nggak ada hubungan apapun di antara kita selain teman." Gue menarik napas.
"Tapi emang dasarnya orang keras kepala, ngeyel, ya dia nggak percaya. Ngeselin nggak sih menurut lo?" Gue berhenti ketika orang yang gue ajak cerita udah nggak ada di samping gue.
Gue menoleh ke belakang. Ternyata Aron berhenti sambil menatap jalan dengan pandangan kosong. Kesambet tuh bocah?
Kaki gue melangkah mendekati Aron. "Ron, kok berhenti, sih? Gue cerewet banget ya? Sampe lo males gitu. Sorry, deh."
Aron masih dengan tatapan kosongnya. "Mulai sekarang, jelasin ke om lo kalau kita resmi pacaran. Kita bukan temen lagi. Gue mau memiliki lo, Marsha."
Jantung gue hampir keluar dari tempatnya. Ini gue yang salah denger atau Aron yang ngigau?
Reflek gue menempelkan punggung tangan di dahi Aron. Seketika itu juga, Aron memegang pergelangan tangan gue lalu menurunkannya. "Gue nggak lagi sakit, gue serius. Lo mau jadi cewek gue?"
Lama saling tatap, akhirnya gue tertawa hambar. "Hahahaha ha-ha-ha. Bercanda lo kelewatan, deh, Ron. Gue duluan." Merasa nggak beres, gue lebih memilih berjalan menjauhi Aron.
***
Gue sedang mengaduk jus mangga dengan sedotan sembari memikirkan perkataan Aron tadi pagi. Dia serius atau enggak, ya?
Kalaupun dia serius, gue juga nggak bakal nerima dia semudah itu. Fyi, gue tetap cinta sama Om gue. Nggak ada yang bisa gantiin dia walau sebangsat apapun dia.
Getaran dari ponsel mengagetkan gue. Gue terkejut melihat layar ponsel karena di sana muncul pop up dari Om Aiden.
'Pulang jam berapa?'
Males, gue lagi marah sama dia. Maka, jari gue mulai menari lincah di atas keyboard.
'Nggak usah sok peduli. Ojol juga banyak.'
Nggak lama, ponsel gue kembali bergetar.
'Yang bilang Om bilang mau jemput siapa?'
HIH SIALAN!!
_________
Purworejo, 15 November 2018
A/n :
Sebenarnya mau update kemarin, tapi aku malah lupa:( Soalnya paginya itu banyak ulangan harian. Maaf ya.
Terus, mau nggak kalau update besok siang? Kalau mau ada syaratnya. Mudah, kok.
Kalian cuma promosiin cerita ini ke temen-temen kalian. Terus, cerita ini juga. Judulnya "Gasha", lihat profil aku, ya! Kalian harus baca dan promosiin juga.
Gimana, deal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ganteng [END]✓
NouvellesFirst, follow me:) Nama gue Acha. Lengkapnya Marsha Amalillea. Gue siswi kelas tiga salah satu SMA di ibukota. Di dunia ini ada tiga hal yang nggak bisa dipisahkan dari gue. Pertama Om Aiden, kedua Om Aiden, dan ketiga Om Aiden. #1 in Feel [31 Desem...