Berlayar dibawah langit yang berair.
Kau sering kali berkata "Hei mari kita tutup payungnya," "Tidak usah berhenti, biar begini saja, tetap berkendara".
Aku dapat melihat wajahmu dari pantulan kaca, kau selalu nampak segar menghirup udara.
Jalanan yang berair, lampu kota yang terurai diudara yang mengambang.
Kau selalu bilang kau senang.
Kau selalu berkata pula kau tenang.Kau seperti pheasant emas yang terbang tinggi mengudara,
Kau juga bagai langitnya yang luas tak terhingga.
Lalu kau layaknya bumi yang kokoh sebagai pijakan nya.Binar matamu serasa seperti hamparan lautan.
Sorot tatap mu menunjukan sebuah perjalan panjang.
Senyum mu juga sehangat rembulan
Dan ingatku akanmu pun masih terus seperti bintang yang berumur jutaan.Berlayar dibawah langit yang berair
Ku sering sekali berkata, " Mari berteduh saja" " Mari menepi, kita akan tertimpa masalah jika melanjutkan berkendara"
Dibalik ragu, aku hanya memandang wajah mu dari pantulan kaca.
Semua indah yang kau cerna dari suasana yang tak biasa
Aku ikut senang.
Aku tertular tenang.Aku hanya unggas unggasan yang sayapnya hanya sebatas terpakai merayapi tanah berlumpur.
Aku tak lebih dari bangun ruang yang sesak tak terkelola.
Akupun hanya layaknya wadah usang yang termakan rayap semua kayunya.Dan kini jua.
Mataku tak berbinar, aku terlalu penuh dengan dosa.
Sorot mataku tak memiliki apa apa, hanya tatapan putus asa.
Aku bulan yang gerhana.
Aku bintang yang hilang sinarnya dan meledak berhamburan kemana mana.Sedari waktu belum mempertemukan kita, Aku memang sampah belaka.
Masa lalu dalam hidupku penuh sesak dengan trauma.
Masa depanku penuh dengan tuntutan berserta tekanan nya.
Masa masa berjalanpun hanya sebuah masa yang tak bisa benar benar kunikmati adanya.Saat waktu ingin berbaik hati padaku dengan mengirimkan sosokmu. semuanya nyaris hampir tak sama.
Mengingat masa lalu tetap menyeramkan, namun hadirmu membuatku merasa baikan
Mengingat masa depan selalu terasa menegangkan, namun sosokmu membuatku melihat harapan
Dan masa masa berjalan terasa sangat nyaman, tak bisa gamblang kujelaskan. Namun kurasa jika aku bilang, "saat bersamamu aku merasa hidup". Itu cukup untuk menjelaskan betapa diri ini berbahagia.Namun ketika waktu mulai menjadi kejam, semua terluluh lantahkan begitu saja.
Waktu yang telah kulalui masih sering menyiksa dan aku menjadi lemah saat mengingatnya
Waktu yang akan datang serasa semakin berat saja
Waktu yang berjalan serasa kehilangan seluruh nilainya, atau singkat nya " Aku serasa mati "Di udara yang kuhisap dalam bersama ketidakberartian hidupku,
Di balik kaca jam dinding yang kutatap lekat bersama kosongnya detik demi detik dari hidupku.Mohon, untuk kali ini biarkan rasaku meneriakan kenyataan.
" Aku masih menginginkan mu "
" Aku mencintaimu, masih. tolong jangan sampai menjadi selalu"
" Aku merindukanmu, selalu dalam seperti waktu ku merindumu di waktu yang saat itu betul kau tau"
" Aku masih tak bisa hidup tanpamu, tolong. Aku tak mau"Dan tolong, ucapkan padaku dengan halus berbagai kebohongan.
" Kau masih menginginkan ku"
" Kau tetap selalu mencintaiku"
" kau merinduku layaknya aku merindumu"
" kau masih bisa hidup denganku. "Mohon, sekali saja. Di sela hembus nafasku yang mulai kusesali, di hidup yang tak pernah kufikirkan lagi, di hari yang tak pernah kunanti. Kebohongan tadi. Ucaplah ia dengan manis padaku, dengan nada lembutmu yang biasa kudengar di hari hari kita sebelumnya, dengan senyum hangat yang selalu kita lontarkan saat saling berkata.
Aku rindu betapa menenangkan semuanya
Yah, sekali saja.
Aku tak berencana hidup hingga lama.-Rimada
KAMU SEDANG MEMBACA
Keresahan di Puncak Malam (SELESAI)
Poesie#4 in poetrycollection [17 - 03 - 2019] #18 in berpuisi [17- 03 - 2019] Jarum panjang serta jarum pendek jam dindingmu sejajar serasi diarah jam 12.. Langit malam yang pekat diikuti lampu lampu kamarmu yang mulai gelap.. Semilir angin dari jendela...