Menangis sendiri, sepanjang waktu.
Tiada lagi malam yang lain, tiada lagi luka yang lain.
Aku berangkat, kerahkan segala kekuatan.
Aku perlu beralih. Akankah aku bertemu denganmu malam esok?Kekosongan tenggelam dalam di tulang belulangku.
lubang-lubang di hati yang tak kunjung terisi.
Tak mengering, tak rapat kembali.
Aku, tidak punya alasan. Untuk apa aku ada, untuk apa aku bertahan, dan untuk apa aku bernyawa.
Aku, tidak cukup memiliki keberanian. Untuk mencoba menjemput kematian, untuk memutuskan dan untuk menghentikan.Aku ingin hidup, namun bagaimana?
Hal yang paling tidak bisa kulakukan adalah menemukan hidup dan memaknainya? Bagaimana aku hidup? Jika sehari hari nya saja yang ku rasakan hanyalah hampa.Padahal aku tau betul bahwa hidup itu berbeda dengan hanya bernyawa. Namun aku terus menutupinya dengan kata "hidup perhari saja" padahal nyatanya aku muak dengan hanya bernyawa. Padahal nyatanya aku tak bisa memandang lagi kemana-mana. Berat mengakuinya,namun aku memang ingin mati setiap harinya. "hidup perhari saja" karna aku bisa tiada kapan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keresahan di Puncak Malam (SELESAI)
Poetry#4 in poetrycollection [17 - 03 - 2019] #18 in berpuisi [17- 03 - 2019] Jarum panjang serta jarum pendek jam dindingmu sejajar serasi diarah jam 12.. Langit malam yang pekat diikuti lampu lampu kamarmu yang mulai gelap.. Semilir angin dari jendela...