Seharusnya, aku tak menerima nyawa di dunia yang fana.
Dunia ini, atau hidupku setidaknya. hanya sebuah realitas yang pahit dan kosong.
Aku masih tidak menemukan ujung jalan.
Padahal aku tau betul ini adalah sebuah lingkaran.
Aku bodoh.Di dunia yang menggairahkan, gairah ku kutekan.
Mungkin ini yang membuat dunia kali ini hanya kehampaan
Jika duniaku kini di putar balikan dengan seseorang yang berkata "baik silahkan lakukan sesuka mu saja" tak lagi berguna.
Di dunia yang pernah aku lewatkan dan di dunia dimana berbagai hal sangat menggairahkan.
Aku yang sekarang, hanya akan menjadi aku yang sekarang.
Rendah gairah
Minim tercerah
Terserah.
Satu yang ingin ku katakan.
Percayalah terhadap frasa kesempatan tak bisa diulang dan tidak semua hal dapat di perbaiki.Lantas apa lagi?
Seharusnya tinggal mati.
Di dialam rantai bernama kehidupan
Aku tak lagi mencoba menggertaknya.
Jika kehidupan adalah rantai-rantai itu
Tolong sekalian lengkapi dengan tak usah memberi makan.
Di dunia dimana dunia ini tak mengetahui aku berada, aku menulis.
Kehilangan kata, lalu tak melanjutkan nya.
Seperti jahitan yang kehilangan bagian nya. Aku berhenti tertawa
Lagian, untuk apa aku menulis?
Lalu, untuk apa aku memperkaya diri dengan kata-kata bijak?
Semua percuma di hadapan dunia.
Dunia yang dingin dan tanpa makna.Manusia seharusnya saling menopang?
Tapi mengapa saat aku tak percaya padaku dan kehilangan diriku, aku jatuh tersungkur?
Manusia yang mana yang saling menopang.
Aku malah lebih sering disodorkan tuhan.Baiklah, aku akan segera pulang.
Tuhan-Rimada
KAMU SEDANG MEMBACA
Keresahan di Puncak Malam (SELESAI)
Poetry#4 in poetrycollection [17 - 03 - 2019] #18 in berpuisi [17- 03 - 2019] Jarum panjang serta jarum pendek jam dindingmu sejajar serasi diarah jam 12.. Langit malam yang pekat diikuti lampu lampu kamarmu yang mulai gelap.. Semilir angin dari jendela...