Diruangan yang sama, di waktu yang sama seperti kemarin, aku membenamkan kepalaku di bantal. Tak cukup demikian, aku merungkup diriku dengan selimut, menutup tengkuk ku dengan guling.
Ponsel ku biarkan jauh dari genggaman, dengan musik yang kubiarkan terus menyala tentunya.Rasanya malam ini aku tak ingin memainkan ponselku. Sedari sore, saat menjelajahi lini masa lebih dari satu berita tentang perselingkuhan bertenteng di sana, aku tidak mau membaca nya, jadi ponsel ku simpan saja. Aku kesal memiliki pikiran yang liar, aku selalu merasa segala hal yang buruk yang kulihat diluar sana dapat terjadi padaku kapan saja. Dan sampai larut seperti ini aku tidak membuka ponsel kembali, aku ingin kekesalanku mereda, dan pikiran buruk ku tentang akan di selingkuhi wanita pun ikut mereda. Namun tidak, rasanya kesal ku bertambah sedikit lagi, karna malah seperti kebetulan wanitaku tak mengabari padahal ini sebelas malam dan seharusnya ia datang seperti biasanya.
Aku mulai gusar, kakiku bergerak bergetar tanpa sadar.
"Tidak, tidak, tidak. Dia tak datang pasti karna sudah tertidur" aku berharap demikian dengan rasa berdebar dan takut yang sama seperti saat aku berharap dunia jangan dulu kiamat karna aku belum menikah.
Makin lama makin parah, pikirku makin terberai kemana-mana.
Namun tidak terlalu kemana-mana juga sih, akan lebih tepat jika aku katakan bahwa pikirku kembali terberai kedalam sebuah resah yang sama.
Tiba-tiba saja sebuah ungkap biasa terlintas. "Ah aku ini siapanya?" Begitu singkatnya. Ya, aku ini siapa. Rasanya jika dia sedang berjalan dengan lelaki lain pun tak menjadi dosa baginya. Jika demikian memang apa masalahnya? Sesingkat dimata dunia aku memang bukan siapa-siapanya. Yang tak biasa hanya ingin dan perasaanku saja dan ini membunuhku saat tiba-tiba saja aku dihujam perasaan lumrah bernama cemburu padahal aku bukan pasangan nya. Meski bukan pasangan sah atau semacamnya, sakit dari khawatir dan curiga tetap sama dengan sakit dari khawatir pada umumnya. Hanya saja, rasanya tak bisa dengan bebas pula aku tiba-tiba menelpon nya lalu bertanya dia sedang apa dan bersama siapa. Ya, aku ini siapanya?Waktu serasa pisau tumpul yang terus menggesek urat nadiku seiring detik dan detik ia berdetak.
Lalu muncul semacam perasaan tak rela.
"Tidak, aku ingin menelpon nya"
Aku beranjak lalu menghampiri ponselku.
Mencari nomernya di ponselku, dan dengan lancang dan berdebar aku memanggilnya.
Aku setidak tenang ini saat ponsel kami lama sekali terkoneksi.
Setelah lama, aku mendengar nada bip panjang yang menjadi tanda seseorang tertolak panggilan nya.
Mataku terbelalak. Aku dapat merasakan kedua bola mataku bergetar karena terkaget.
Pikiranku yang liar seolah di iyakan semesta.Ditengah bimbang, kabar darinya datang.
Rupanya dia hanya sedang mendengarkan teman nya menangis karna diselingkuhi pacarnya,
Sesaat kepalaku terasa lega. Sekejap saja, karna tak lama berselang kepalaku kembali kepada liarnya. "Dia bisa saja berbohong kan?"
Dengan keras aku mencoba memercainya
Walaupun rasanya ingin sekali aku meminta ia menunjukkan semacam bukti, seperti biasa, semacam tangkapan layar sedang dalam panggilan dengan teman nya
Namun lagi, aku siapanya?
Aku kembali terjatuh di kasurku dan menunggu ia selesai dengan urusan nya.Ah jadi begini yang ia rasakan saat aku tiba-tiba hilang entah kemana.
Perasaan takut yang lebih dari segalanya, dan perasaan tak berdaya setidak berdaya berdayanya.
Malam ini, akhirnya aku berujung dengan membenci diriku sendiri seperti biasa.
"Ah, rasanya selama ini aku jahat sekali menciptakan hubungan yang membuat kamu selalu merasakan perasaan semenyakitkan ini"
Maafkan aku, ya.-Rimada
KAMU SEDANG MEMBACA
Keresahan di Puncak Malam (SELESAI)
Poezja#4 in poetrycollection [17 - 03 - 2019] #18 in berpuisi [17- 03 - 2019] Jarum panjang serta jarum pendek jam dindingmu sejajar serasi diarah jam 12.. Langit malam yang pekat diikuti lampu lampu kamarmu yang mulai gelap.. Semilir angin dari jendela...