Setelah melihat foto Andre yang bermesraan dengan seorang gadis, kini Diva sudah sangat badmood tingkat sultan. Hingga malam tiba ia masih bermalas-malasan di tempat tidur milik Rea.
"Reaaaaaaa..." Panggilnya.
"Apaan sih Div?" Rea masuk kekamarnya dengan memegang laptop miliknya. Ia sedang menonton drama kesukaannya.
"Tamu lo laper, masa lo nggak nyiapin makan sih?" Diva bangun dari tempat tidurnya dengan penuh malas.
"Ambil aja sendiri di dapur." Rea duduk di kursi dan masih sibuk dengan laptopnya.
"Lagi galau gue." Diva mengerucutkan bibirnya.
"Aduh.. lo baru gitu aja udah galau berat sih?"
"Lo belum ngerasain jadi gue."
"Udah, kalau gue lihat Oppa gue nikah. Hati gue ancur tau ngga?" Ucap Rea dengan dramatis.
"Udah lah. Percuma ngebahas dunia nyata dengan dunia halu, nggak bakal nyambung!" Diva menyibakkan selimut lalu bangun dari tempat tidurnya.
"Biar pun dunia halu, tapi bisa di nikmati di dunia nyata." gumam Rea yang tidak lagi di dengar oleh Diva.
•••
Sinar matahari yang begitu cerah kini menghiasi kamar yang di dominasi dengan warna pink itu. Penghuninya pun tak kunjung bangun dari tidurnya. Empat orang itu kini masih nyaman di tempat tidur yang sangat besar itu.
"Rea..." Terdengar panggilan dari luar kamar yang begitu memekikkan telinga.
"Reaaaaa... Re..." Tidak mendapatkan jawaban, nada suaranya kini semakin meninggi.
"Enghhhhh" Rea terbangun dari tidurnya, akibat suara bising yang di dengarnya.
Pintunya kini dibkendor-kendor oleh seseorang dari luar. Dengan malas Rea bangun dari tempat tidurnya. Sementara penghuni lainnya masih asik tertidur tanpa terganggu oleh suara berisik itu, siapa lagi kalau bukan Diva, Dara, dan Aline. Dara dan Aline ikutan bermalam di rumah Rea karena Rea memberitahunya bahwa Diva akan bermalam di rumahnya, jadilah mereka ikut bermalam juga.
"Hm, kenapa ma? Masih pagi-pagi udah bangunin orang tidur." Ucap Rea setelah membuka pintu kamarnya. Melihat anaknya yang belum bersiap untuk kesekolah, Alya ingin sekali menarik telinga anaknya yang tidak pernah berubah sama sekali.
Alya berkacak pinggang melihat anaknya diiringi dengan tatapan yang dapat membunuh seseorang.
Mendapatkan tatapan dari sang mama, Rea tahu apa yang harus ia lakukan.
"Mamaku yang paling cantik dan baik hati serta perhatian sama anakmu ini, maka... "
"Jangan rayu mama!" Alya memotong ucapan dari anak bungsunya itu. Ia sudah terbiasa dengan rayuan manisnya.
"Iyaiyaa... Ngapain mama disini?"
"Bangunin kamu. Teman kamu mana? Belum bangun juga?" Alya melirik masuk ke kamar anaknya.
"Mimpinya panjang, jadi baru otw bangun mah." Ucap Rea ngawur.
"Bangunin cepat. Sekarang udah hampir jam tujuh!" benar yang dikatakan oleh Alya. Sekarang sudah jam 6.46.
"Iya mah..." Rea menutup kembali puntu kamarnya dan membangunkan sahabat-sahabatnya. Sangat susah membangunkan mereka, karena semalam mereka tidur jam dua akibat menonton film.
"Bangun woyyyyy!!!" Rea teriak tepat di telinga Dara. Hingga sang empunya terbangun. Bukan hanya Dara yang terbangun Diva dan Aline pun ikut terbangun.
"Lo ribut banget, sih!" Aline bangun dan melempar bantal ke arah Rea.
Tapi Rea berhasil untuk mengelak. Rea tertawa melihat Wajah Diva. Sangat mengerikan.
"Napa lo?" heran Aline, bukannya marah karena di lempar bantal, kini Rea tertawa terbahak-bahak.
"Muka lo, Div." Rea berusaha untuk menghetikan tawanya, tapi masih susah.
Diva bangkit dari tidurnya dan berjalan ke meja rias milik Rea.
Aline dan Dara pun ikut tertawa melihat wajah Diva.
"Kok bisa sih?" ucap Diva setelah melihat wajahnya di cermin. Matanya membengkak dan kantung matanya hitam dan besar. Diva mengucek-ucek matanya, berharap hal itu bisa hilang "Lo bantuin napa." Diva masih terus saja mengucek-ucek matanya.
"Gue mau mandi." Dara berdiri dan masuk kedalam kamar mandi. Ia menghiraukan permintaan tolong dari Diva tadi.
Diva melirik Dara dari cermin kemudian tatapannya beralih ke arah jam dinding di kamar Rea.
1 detik...
2 detik..
3 detik...
Diva melototkan matanya. Ini sudah jam tujuh lewat, dan mereka belum bersiap untuk ke sekolah.
Diva berlari ke kamar mandi, mengetok hingga menggendor pintu kamar mandi itu.
Mendengar suara berisik, Rea dan Aline yang tadinya berbaring di tempat tidur kini bangun dan melihat ke arah Diva.
"Kenapa lo? Kebelet?" Tanya Rea heran dengan tingkah Diva.
"Ini itu udah jam tujuh tau." Diva menunjuk jam yang menempel di dinding.
"Oh." Balas Rea. Ia sedari tadi sudah tau jika sudah pukul tujuh. Tapi ia masih malas.
"Kita terlambar, Re" Aline yang semula santai kini ikut panik. Ia bangun dan menyambar handuk yang ada di dekat kasur Rea.
"Ehh, lu mau kemana?" Diva menarik kerah baju Aline dari belakang supaya Aline tidak mendahuluinya untuk mandi sehingga Aline berhenti.
"Mau mandi" Aline berucap dengan enteng.
"Eh.... " belum sempat Diva melanjutkan ucapannya, Rea mendahuluinya.
"Lo mandi di kamar mandi bawah, gih." kata Rea dengan santainya dan memainkan ponselnya. Lumayan ada waktu nge-stalking Oppa-nya.
"Betul banget tuh, lo mandi di bawah aja" Diva membetulkan ucapan Rea.
"Kenapa bukan lo aja?" Balas Aline.
"Kamar mandi masih banyak di bawa kali. Daripada nunggu Dara, lo mending turun. Cepat selesaikan?" Rea bosan mendengar perdebatan dari kedua sahabatnya.
Tanpa menjawab perkataan Rea, mereka berdua turun dengan cepat.
Melihat kedua sahabatnya sudah tidak nampak lagi dikamarnya, Rea bangun dan mengambil handuk di lemarinya. Ia terkikik geli mengingat tingkah sahabatnya. Ia berhasil mengelabui mereka.
"Napa lo ketawa-ketawa sendiri?" Tanya Dara setelah keluar dari kamar mandi. Ia terlihat segar.
Rea berbalik dan melihat ke arah Dara.
"Ngga." Balas singkat Rea lalu masuk ke kamar mandi. Mudah juga mengelabui Aline dan Diva itu. Jadi, ia sekarang lebih mudah melakukan ritual mandinya tanpa di ganggu oleh kedua sahabatnya lagi.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Setitik Jejak (COMPLETED)
Teen Fiction[REVISI] #1 Pendaki - 260820 #1 Gunung -120621 #1 Petualang -010721 (KOMEDI ROMANTIS), Selamat kejang-kejang sepuasnya~: ~TAKDIR, jangan buat aku mencintai sendirian~ ____ "Jadi kalau kamu udah bosan, gimana?" "Makanya jangan buat gue bosan." ...