.
.
.
.
.
"Diam atau gue jitak?"Perkataan pria pecicilan itu mampu membuat Aline terdiam. Bukan diam karena takut, tapi diam karena ogah di cium oleh Rayn, cowok super absurd di sekolahnya. Jika tidak berdosa, ingin sekali Aline mencekik leher Rayn sekuat tenaga.
"Tuh kan, bagus..." Rayn melepaskan tangannya dari wajah cantik Aline, menilai hasil karyanya sendiri di wajah itu. Tersenyum kemenangan. Menurutnya, riasan wajah yang dipakai oleh Aline malam ini sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Menor!
"Kenapa diem? Gue juga nggak mau cium lo kali. Karena muka lo mirip tante-tante tadi."
Aline melototkan matanya, bagaimana bisa Rayn merusak riasan wajahnya dan sekarang pria mengatainya.
Ia memukul Rayn dengan tas yang ia bawa, tapi hanya beberapa pukulan Rayn berhasil lari darinya. Menjauh dari gadis yang sedang kesal.
"Lo sebenarnya cocok jadi tante gue!" Ucapnya dengan kekehan dari kejauhan lalu pergi meninggalkan Aline dengan berbagai kekesalan gadis itu.
"Rayn... Kampret lu! Ishhhh!!!!" Berbagai sumpah serapah yang di ucapkan Aline tapi tidak bisa memperbaiki mood-nya. Rencananya untuk mencari Diva tadi ia urungkan dan lebih memilih pulang.
-------
"Lo kemana aja semalam?" Tanya Diva kepada Aline. Ia baru sampai di bangkunya. Kelasnya sekarang sudah di penuhi dengan berbagai macam kegiatan, ada yang bermain game di pojok kelas, stalker pakai Wi-Fi sekolah dan ini pula, tidur. Masih pagi-pagi sudah tidur. Tetapi bukan keheranan lagi, ini sudah menjadi tradisi warga kelasnya.
"Lo yang kemana? Gue semalam nyariin lo." Aline melirik Diva sebentar lalu fokus lagi menyalin catatan.
Diva mangut-mangut lalu duduk disamping Aline. "Gue kira lo lagi sibuk sama Rayn, jadi ga nyari gue. Lo nyatat apa?" Tanyanya.
Mendengar nama itu, Aline membuang nafasnya kasar. "Catatan bahasa indonesia, Bu Dian bentar lagi mau masuk." Tangannya masih fokus menyalin buku Daffa.
"Ada guru, ada guru...." Salah seorang siswa masuk dan berlari ke bangkunya. Semua orang yang berada di kelas itu pun langsung duduk di bangkunya masing-masing.
Hening.
"Siapa yang datang?" Bisik seseorang yang berada di pojok belakang.
"Guru." Jawab orang yang tadi berlari masuk ke kelasnya.
"Mana Rea sama Dara belum datang lagi." Decak Diva.
"Rea nggak datang, sakit katanya. Kalau Dara gue nggak tau." Bisik Aline.
"Waalaikumussalam." Balas seluruh penghuni yang berada di ruangan ini.
Mata Aline dan Diva tampak fokus memerhatikan orang yang baru saja masuk ke kelasnya. Itu bukan guru. Itu Rayn. Rayn?
"Hai. Apa kabar semua..." Rayn duduk di meja guru dengan melipat tangannya dan melihat ke seluruh siswa-siswi yang berada di ruangan itu.
"Ngapain lo disini?" bukannya menjawab, Aline kemudian bertanya dengan suara lantang hingga semua orang yang berada di ruangan itu melihat kearahnya.
"Hmm... Mendengar suara itu, kayanya lu sehat-sehat aja." Rayn tersenyum Devil menatap Aline. "Kira-kira gue mau ngapain?"
"Oh, jadi lo yang ditugasin Bu Dian buat ngawasin kita?" Tanya Daffa.
"Tepat sekali." Rayn memberikan jempol ke arah Daffa. "Gue disini sebagai guru pengganti kalian. Jadi, lo-lo pada harus nurutin perintah gue. Apa pun itu." Lanjutnya.
"Kita itu pelajar bukan anak buah!" Ucap salah seorang yang ada di kelas itu.
"BETUL!!" Semua orang sepakat dengan temannya. Mereka bukan anak buah yang disuruh apa aja bisa nurut, apa lagi yang menyuruhnya itu teman sekolahnya juga. Semua orang pun ribut di kelas bahkan lebih ribut dari tadi pagi.
"Ehh diam?!" Perintah Rayn.
"Lo mending pergi aja kalau nggak mau di demo sama anak IPS." Usul Daffa kepada Rayn karena teman kelasnya semua ribut, apa lagi Aline kini duduk di atas meja.
"Nggak bisa gitu dong. Gue kesini untuk jalanin amanah dari Bu Dian."
"Semerdeka lo aja." Daffa menopang dagunya dengan tangan kanannya, bosan. Percuma menasehati Rayn yang keras kepala. Apa lagi teman kelasnya yang sudah memiliki watak nakal permanen.
Rayn naik di meja guru kemudian mengeluarkan ponsel di dalam saku celananya. Ia mengambil beberapa potret dari penghuni kelas itu hingga lampu kamernya menyala.
Semua orang tersadar, mereka mendongak melihat ke arah Rayn yang masih berdiri di atas meja itu. Merasa menjadi sorotan di kelas, dengan rasa bangga ia pun turun dari meja.
"Kalian kalau nggak mau dengar gue, gue bakal ngirim foto kalian sama Bu Dian." Ancamnya. Semua orang yang ada di kelas itu terdiam termasuk Diva dan Aline. Mereka tidak apa-apa jika dimarahi oleh guru killer itu tapi ketika di kasih hukuman mereka semua mengalah. Baginya amarah Bu Dian lebih istimewa daripada hukumannya. Jika Bu Dian memberinya hukuman, pasti di suruh nulis satu buku penuh lalu tulisannya harus cantik, rapi, bersih dan dapat di baca. Mana semua orang di kelasnya rata-rata tulisan anak TK. Memang miris.
"Kenapa diem?" Rayn mengangkat alisnya. Ia merasa menang kali ini.
"Hollaaa gaisssss." Tiba-tiba seseorang masuk dengan heboh tanpa permisi diiringi senyum lebarnya lewat di depan Rayn begitu saja. Dia Rea.
"Eh ada Rayn, nyari Aline ya?" Tebak Rea ia pun duduk di bangkunya tepat di depan Aline. Ruangan ini masih hening.
"Bukan. Gue sekarang jadi pengawas kalian."
"Ohh bagus dong, gantiin Bu Dian ya? Syukurlah... Gue lupa catatan gue di rumah. Lupa nyatat juga sih." Kekeh Rea.
"Tentu bagus dong. Tapi Bu Dian tetap ngasih tugas sama kalian. Di halaman 48 itu catet semua sampai halaman 61." Rayn memerintah seolah-olah ia guru di kelas ini.
"Di kumpul nggak?" teriak seorang laki-laki di penjuru depan.
"Hm." Rayn mengangguk. Ia pun duduk di bangku guru dan tak lupa membersihkan bekas kakinya tadi. Ia memerhatikan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh semua orang. Mereka nampak serius mencatat.
"Dia nggak ada kerjaan gitu. Kenapa masih di sini?" Bisik Diva, ia mulai bosan melihat wajah Rayn seharian ini. Tidak ada yang lebih baik dari Andre.
"Ini gara-gara Aline, coba aja dia nggak di kelas ini Rayn nggak bakal rajin banget kesini." Gerutu Rea.
"Iya! Gue selalu salah." Pasrah Aline.
Mereka semua sangat serius dengan kegiatannya hingga tidak ada yang merasa bahwa Rayn sekarang tertidur pulas di tempat duduknya.
Suara bel berbunyi menandakan pergantian jam. Rayn terbangun dari tidur singkatnya, iya merenggangkan otot-ototnya.
"Gimana udah selesai?" Tanyanya.
"Belum. Masih banyak." Balas Daffa. Ia merapikan buku-buku yang berserakan dibangkunya.
Rayn mangut-mangut. "Yaudah buku Paket di kumpul, terus bawa ke kelas gue" Rayn berjalan meninggalkan kelas. Belum sampai di pintu, Aline memanggilnya.
"Rayn."
Rayn berbalik melihat ke arah orang itu, ternyata itu Aline.
"Buku catatan nggak dikumpul?" Tanya Aline. Semua orang menunggu jawaban Rayn.
"Nggak usah." Jawabnya.
"Kenapa?"
"Karena nyatanya Bu Dian itu nggak nyuruh kalian nyatat!" Rayn pergi tanpa ba-bi-bu lagi.
Pria itu sebenarnya memang di suruh oleh Bu Dian untuk mengawasi kelas XII Ips 2 itu, tapi bukan untuk menyuruhnya mencatat tapi dia hanya disuruh untuk mengawasi mereka saja selama Bu Dian pergi. Rayn berjalan ke kelasnya dengan senyum sumbringah.
"RAYN!!!" Teriak penghuni kelas XII Ips 2 itu. Rayn terkekeh mendengar teriakan itu. Sangat indah.......
-------
KAMU SEDANG MEMBACA
Setitik Jejak (COMPLETED)
Teen Fiction[REVISI] #1 Pendaki - 260820 #1 Gunung -120621 #1 Petualang -010721 (KOMEDI ROMANTIS), Selamat kejang-kejang sepuasnya~: ~TAKDIR, jangan buat aku mencintai sendirian~ ____ "Jadi kalau kamu udah bosan, gimana?" "Makanya jangan buat gue bosan." ...