27. Rumah Sakit

930 93 6
                                    

Selasa,

Pagi yang cerah, matahari perlahan lahan meninggi menampakkan sinarnya. Suara bising kini sudah menguasai SMA Cendaki Bhakti. Banyak siswa yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mulai dari bermain olahraga, makan, mau pun bergosip ria di koridor sekolah itu.

Andre berjalan kekelasnya dengan pandangan dinginnya. Tidak peduli dengan berbagai orang yang menatapnya, kagum.

Sebelum itu, ia berpapasan dengan Aline, sahabat pacarnya itu. Gadis itu menatapnya dengan tatapan sinis. Mungkin masih marah. Hm, Andre tak mempedulikan itu. Ia berlalu masuk kekelasnya dengan wajah yang tenang.

"Andre!" Panggil Rayn dengan semangatnya.

Andre tak mengubris perkataan sahabatnya. Ia duduk di bangkunya tepat di samping pria yang memanggilnya tadi.

"Diva udah ketemu!" Ucap Rayn dengan wajah semringah.

Wajah Andre tetap saja tenang. Ia menatap kesamping, ke wajah Rayn yang sepertinya serius dengan perkataannya tadi. "Oh." Balasnya lalu menatap ke depan lagi.

Rayn mengernyitkan dahinya, "'Oh' doang?" Tanyanya tidak percaya dengan reaksi Andre. "Ini pacar lo yang di temukan bukan orang lain. Ini tentang Diva." lanjutnya lagi.

"Diva! Diva! Diva lagi!! Gue ngga mau dengar nama itu dulu!" Tanpa sepatah kata lagi, Andre berlalu keluar tanpa menghiraukan sahabatnya yang kini melongo akibat ulahnya.

-----

"Rea!! Lo ngga kesekolah lagi?!" Teriak Aline kepada lawan bicaranya di ponselnya itu. Aline heran dengan sahabatnya itu, dia yang paling sering absen dari sekolah tapi dia selalu dapat juara kelas pula.

"Santai aja kali, gue lagi sibuk. Lo aja dulu yang gantiin gue sekolah, yahh." Balas gadis di seberang sana dengan santainya.

"Sekolah itu ngga boleh diwakili, Rea sayang..."

"Kalo gitu izinin aja dulu." Balasnya dengan mudah. "By.. Byy, Alineeee." Tanpa pamit, Rea mematikan sambungan telepon itu.

Aline berdecak kesal. Semua sahabat-sahabatnya tidak ada di sini. Diva yang masih di rawat di rumah sakit, Rea yang sok sibuk, dan Dara yang entah kemana sekarang. Aline berjalan ke meja guru. Membuka lembaran absen. Ia melihat absen kemarin, Dara juga tidak pergi sekolah.

"Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh!!" Seseorang dengan sura beratnya masuk kedalam ruangan ini.

"WAALAIKUMUSSALAM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH." Balas semua siswa siswi penghuni kelas ini.

"Aline." Ia melambaikan tangan kepada Aline yang masih berada di meja guru.

"Apa!" Balas gadis itu.

"Ngapain lagi lo kesini? Mau ngasih tugas lagi?" Tanya Daffa melihat Rayn membawa banyak buku paket.

"Eh... Santai bro, gue kesini cuma di kasih amanah." Ucapnya sambil menyimpan buku paket yang ia bawa tadi di meja guru.

"Alahhh... Palingan Rayn ngibulin kita lagi." Balas seorang siswa yang tiduran di atas meja sambil bermain game.

"Yaudah kalo ngga mau percaya." Rayn mengangkat kedua bahunya lalu berniat keluar.

"Eh tunggu, halaman berapa?" Akhirnya Aline angkat bicara. Walaupun juga malas mengerjakan tugas.

Rayn terhenti sejenak, ini yang dia suka. "912." Balasnya menatap Aline.

"912?" Tanya Daffa. Mana ada buku pelajaran setebal itu.

Rayn mengangguk mantap. "9.1.2." Ucapnya mengulang satu persatu.

"Ngga ada ada halaman segitu. Lo bo'ong lagi kan?" Ucap seorang siswi yang sekarang sudah ingin membagikan buku paket.

"Apa yang gue bilang tadi?" Tanya Rayn kepada semua orang.

"Lo kampret mah!" Pria yang tadi sibuk bermain game kini menatap Rayn yang mulai usil lagi.

"Maksud gue 219. Kalian aja yang kurang nyambung." Ucap Rayn membela dirinya sendiri.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh." Ia pun berlalu keluar dan tak lupa memberi salam kepada semua orang dan dijawab lesu oleh semua orang. Tugas di tahun terakhir mereka sekolah. Menyebalkan.

-----

Bau obat-obatan kini menyeruak di indra penciuman semua orang yang ada disini. Tatapan mereka mengarah ke pada seorang gadis yang tengah berbaring di sini. Hanya ada Aline dan orang tua Diva di sini.

"Kondisinya gimana tan?" Tanya Aline kepada ibu sahabatnya.

"Kata dokter, Diva lumpuh sementara waktu." Balas wanita paruh baya itu sedih.

Aline menatap iba sahabatnya yang belum sadarkan diri. Wajahnya sangat pucat pasi.

Sementara di luar, dua insan kini bertengkar.

"Kamu yang masuk duluan." Perintah gadis kepada pria yang sejak tadi keras kepala.

"Kita bareng."

Dara menggeleng cepat, "Nggak, kalo Aline lihat kita berdua pasti bingung."

"Ya kamu jawab kebingungan dia."

"Malas." Tolak Dara. "Kalo gitu aku aja yang masuk, kamu tunggu disini."

"Diva itu sepupu aku."

"Diva sahabat aku."

Delvan pusing meladeni wanita hamil seperti ini. "Yaudah, kamu duluan masuk." Pasrahnya.

Dara tersenyum semringah, "Coba dari tadi. Kamu masuk kalo aku udah lama di dalam ya?" Pintanya kepada pria di depannya.

Delvan hanya mengangguk patuh.

Melihat anggukan Delvan, Dara pun masuk kedalam membawa buah yang ia beli tadi bersama pria itu. Sudah tiga hari Delvan mengurungnya di apartemen laknak itu. Dan sekarang ia tak bisa kabur dari cengkraman Delvan.

Baru beberapa detik Dara masuk tiba-tiba Delvan ikut masuk tanpa permisi. Semua mata tertuju kepada mereka berdua. Yah, tentu saja Delvan melanggar janji yang ia sepakati tadi.

-----

"Kak Andre."

"Hm?"

"Kapan aku bisa pulang?" Gadis yang berada di atas kasur rumah sakit itu merasa bosan, sudah dua hari dia disini. Dan lihatlah pria yang menjaganya sejak kemarin sibuk makan sejak tadi.

"Besok." Jawab Andre di tengah kunyahannya.

"Dia udah ketemu?"

Andre menghentikan kunyahannya, menatap Andin. Datar. "Hm."

"Kita jenguk ya?" Pinta Andin dengan manja.

"Ngapain? Katanya ngga suka."

"Mau lihat doang."

"Ngga."

"Ih kenapa sih."

"Kalo dia jahatin kamu lagi gimana?"

-----

Alhamdulillah,

Entah apa yang author tulis, part ini mulai ngawur😆 🙏🙏

Setitik Jejak (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang