6. Mantan!

1.4K 139 1
                                    

"Masih jauh nggak pak? Kok kaya lama banget sih." Rea bertanya seakan-akan tidak mengetahui jalan ke arah sekolahnya. Padahal ini adalah jalan yang di gunakannya selama hampir tiga tahun.

"Udah deket kok Neng. Sekitar dua menit lagi" Ujar pak Ali. Sopir sekalian satpam di rumah Rea.

Sudah hampir pukul delapan pagi, tapi empat sejoli ini belum juga sampai di sekolahnya. Mereka yakin pasti mereka akan melaksanakan kewajibannya lagi. Mendapat hukuman. Mata Diva pun sudah agak mendingan daripada tadi.

"Makasih, Pak." Ucapnya, lalu turun dari mobil.

"Semangat ya, Neng." Ujar pak Ali dari dalam mobil.

"Iya, Pak" Balas Rea.

"Maksudnya, semangat jalani hukuman." Ucap pria yang baru juga turun dari mobil. Sepertinya murid dari sekolahnya juga. Pria itu melihat ke arah empat sejoli itu.

Mendengar jawaban dari orang itu, Rea yang tadinya memakai kacamata kini melepaskannya. Ia menatap aneh dengan pria itu.

Diva dkk sudah mengenal orang itu, selama hampir tiga tahun. Rayn Argenta. Pria yang tak kalah dengan Andre, Ia pun memiliki segala yang di miliki oleh Andre. Dan Andre merupakan sahabat masa kecilnya hingga sekarang.

Diva dkk memandang bosan ke arah Rayn.

"Selamat pagi...." Sapa Rayn dengan ramah.

Tidak ada yang membalas sapaannya itu.

"Mantan." Rayn mengarah kepada seseorang tepatnya, Aline.

"Dih... Mantan? Lo teman gue aja bukan" Ucap jijik Aline. Ini kebiasaan Rayn jika bertemu dengannya. Pasti ia di panggil mantan.

"Iyaiya... serah lo, Beb." Kebiasaan di tolak, Rayn kali ini hanya pasrah. Jadi mantannya saja di tolak apalagi kalau mau jadi pacarnya?

Aline ddk kemudian berjalan melewati Rayn, berjalan ke arah pagar.

"Kalau udah jam segini, pagar udah di kunci." Rayn menatap jam yang melingkar di tangannya. Memberikan peringatan kepada Diva dkk.

Diva berbalik, benar juga yang dikatakan Rayn.

"Mending kalian ikut gue, bisa selamat dari hukuman." Rayn menawarkan bantuan dan menatap aneh ke arah Aline.

"Ngapain lo liatin gue kaya gitu?!" Aline menatap horor ke arah Rayn. "Udah jangan mau ikut sama dia, nggak bisa di percaya orangnya." Ucap Aline kepada teman-temannya.

"Loh, lo kok bilang gitu? Kita kan nggak temenan. Dari mana lo nyimpulin kalau gue itu orang yang nggak bisa di percaya?" Rayn menaikkan sebelah alisnya menatap Aline.

"Muka lo udah nunjukin kalau lo itu pembohong!" Aline tidak mau kalah dengan Rayn.

"Udah-udah, kalian ini ribut terus dari tadi." Diva berusaha menengahi pertengkaran dari Rayn dan Aline.
"Sekarang kita ikutin aja rencana Rayn." Lanjut Diva yang membuat Aline membolalakan matanya, tak percaya dengan perkataan Diva. Sementara Dara dan Rea hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. Menghindar dari hukuman adalah kewajiban.

"Yaudah ikut gue." Ajak Rayn dan berjalan mendahului Diva dkk.

•••

"Kita mau lewat sini?" Aline tidak percaya dengan ide Rayn. Bagaimana bisa ia lewat di tembok sekolahnya yang tingginya sekitar dua meter itu.

Rayn hanya menganggukkan kepalanya pertanda benar.

"Nggak.. Nggak... " Rea ikutan tidak seutuju. "Bagaimana bisa kita manjat setinggi ini." Protesnya.

"Kita pakai itu." Rayn menunjuk potongan kayu yang berada tak jauh darinya. Potongan kayu itu sepertinya sudah di modifikasi seperti tangga, yang dapat di pakai dan aman.

"Jadi di dalam bagaimana?" Tanya Diva.

"Tunggu." Rayn memperbaiki posisi potongan kayu itu supaya aman digunakan.

"Kak..." Bisik seseorang pria dari atas tembok pembatas sekolahnya. Tepat di atas Diva.

"Gimana? Udah beres?" Tanya Rayn. Pria itu adalah adik kelasnya.

Yang di ajak bicara hanya mengacungkan jempolnya. Lalu menghilang dibalik tembok itu.

"Jadi, siapa dulu, nih?" Tanya Rayn kepada Diva dkk yang berada di hadapannya.

"Dara."

"Rea."

"Diva."

"Aline."

Mereka berempat saling tunjuk, tidak ada mau jadi yang pertama.

"Rea duluan." Ucap Aline, dengan senyuman ke arah Rea.

"Nggak, nggak mau gue. Lo duluan aja." Protes Rea.

"Diva duluan deh." Rayn menunjuk Diva karena Diva paling tenang di antara mereka berempat.

"Oke." Diva memanjat dengan bantuan potongan kayu itu dengan hati-hati. Ia merasa sekarang ia di jadikan sebagai bahan uji coba oleh sahabat-sahabatnya. Persahabatan yang miris.

"Gimana aman nggak?" Tanya Dara dari bawah kepada Diva yang telah sampai di atas.

"Aman, nggak ada orang. Ada tangganya juga di dalam." Ucap Diva.

"Tuh kan, tenang aja kalau sama gue." Ucap Rayn dengan percaya diri. Adanya tangga di dalam karena itu bantuan dari adik kelasnya yang senantiasa membantu Rayn ketika terlambat ke sekolah.

"Kepedean lu!" Ucap sinis Aline.

"Itu lebih baik, daripada PMS setiap hari, marah-marah nggak jelas." Balas Rayn.

"Siapa yang marah-marah nggak jelas coba."

"Yah elu." Rayn melihat naik ke arah Diva, ingin mengetahui keadaan Diva.

Melihat Rayn yang melihat ke arah atas Aline sontak menarik Rambut Rayn.

"Ehh.. Lepas.. Kenapa sih?" Rayn merasa kesakitan memegang kepalanya yang rambutnya di tarik oleh Aline.

Aline semakin menarik kuat rambut Rayn.

"Sakit, lepas nggak!" Rayn menarik tangan Aline dari kepalanya. Sehingga tangan gadis itu terlepas.

"Kenapa sih?" Rayn memperbaiki tatanan rambutnya yang berantakan akibat Aline.

"Lo kenapa lihat ke atas, nyari kesempatan ya?" Selidik Aline.

"Maksud lo?" Rayn tidak mengerti arah pembicaraan Aline.

Aline memutar bola matanya malas. Ia sangat tahu kalau Rayn mengerti maksudnya.

"Ohh itu?" Rayn melihat ke atas lagi, melihat ke arah Dara karena Diva sudah sedari tadi di dalam.

"Ehh..." Aline menarik rambut Rayn lagi.

"Haha iya.. Iyaa." Sekarang bukannya kesakitan, malahan tertawa.

Aline melepaskan tangannya dari rambut Rayn.

"Lo cemburu ya?" Tanya Rayn sambil memperbaiki kembali rambutnya.

"Ngapain juga cemburu? Orang lo nggak ada hubungannya sama gue."

"Wahh... Kode nih." Rayn menaik turunkan alisnya. Tidak ada bosannya menggoda Aline.

"Ih apaan sih!" Aline menginjak sepatu Rayn, melepaskan kekesalanya. Ia bersiap siap untuk memanjat, berharap semoga ia masih bisa melihat dunia lagi. Sahabat-sahabatnya sudah ada di dalam dan sekarang gilirannya.

"Hati-hati, Beb." peringat Rayn kepada Aline.

"Diem lo. Jangan lihat ke atas. Gue tabok pala lo baru lo tau rasa." Ucap Aline dengan ganas. Aline masih fokus dengan tangga buatan dari Rayn itu.

"Ya Allah, ganas amat calon bini hamba ini." Ucap Rayn dengan dramatis.

Kini giliran Rayn, belum sampai didalam, tiba-tiba seseorang berteriak.

"NGAPAIN KALIAN DI SINI?"

Setitik Jejak (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang