15. Rumah sakit

1.1K 125 3
                                    

Suasana mobil kini menjadi hening, tidak ada yang memulai pembicaraan. Entah itu karena lelah atau sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Mereka sekarang tengah perjalanan pulang dari aktivitasnya itu. Rayn sibuk mengemudi mobil dan sebagian di dalamnya memilih untuk tidur.

Tiba-tiba suara nyaring ponsel berbunyi hingga membangunkan mereka yang tertidur. Rayn tahu itu ponselnya, kesusahan mencari ponselnya yang berada agak jauh darinya, ia pun di bantu Delvan dan ia mengangkat telponnya.

"Halo?" Ucap Rayn sementara matanya masih fokus dengan jalan.

"....."

Rayn melihat siapa yang menelfonnya, tapi itu nomor yang tidak diketahui.

"Ini siapa?" Tanyanya.

"......"

"Ha? Lo siapa sih?" Rayn nampak kesal dibuatnya.

"......"

"Dia lagi ngikutin olimpiade sekarang, nggak mungkinlah."

"....."

"RS mana?"

"....."

"Gue kesana." Rayn lalu menutup teleponnya dan kembali fokus dengan kemudinya. Ia semakin mempercepat laju mobilnya.

"Kenapa?" Tanya Delvan.

"Teman gue kecelakaan." Jawab Rayn.

"Siapa?" Tanya Diva kepo, ia baru bangun dari ridurnya akibat suara bising ponsel milik Rayn.

"Pacar lo." Rayn masih fokus dengan jalanan yang ada didepannya.

"Andre kenapa?" Tanya Diva mulai khawatir dengan keadaan Andre, pacarnya.

-----

setelah mengetahui ruangan Andre, mereka berlarian di koridor rumah sakit. Walau peluh membasahi wajah Diva, ia terus saja berlari. Ia ingin sekali mengetahui keadaan sang pacar. Delvan pun ikut kerumah sakit, walaupun ia belum kenal dekat dengan Andre tapi Andre juga merupakan pacar sepupunya.

Agak jauh dari ruangan dimana Andre dirawat, mereka melihat Dara dan... Andin. Mereka menghentikan langkahnya.

Ngapain mereka disini?

Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak mereka masing-masing.

Dara melihat dari kejauhan ternyata mereka semua telah datang. Sedangkan Andin sedari tadi mengintip pada kaca pintu kamar, ia sangat khawatir terhadap orang yang sedang terbaring kaku dan ditangani dokter sekarang.

"Dara? Ngapain lo disini?" Tanya Rea setelah mereka sampai didepan ruangan dimana Andre dirawat.

"Gue nggak sengaja lihat Andre dirawat disini. Jadi gue hubungi Rayn deh." Balasnya.

"Oh jadi lo yang nelfon gue." Ucap Rayn.

Dara hanya mengangguk mengiyakan ucapan Rayn.

"Kenapa lo nggak hubungi kita?" Tanya Diva.

Rea dan Aline mengangguk setuju. "Kenapa lo hubungi Rayn?" Tanya Rea juga.

"Karena Andin cuma punya nomor Rayn diantara kalian dan gue juga lupa bawa ponsel."

Mereka semua menatap Andin yang serius melihat kedalam ruangan Andre, wajahnya pun pucat pasi, mungkin karena hal ini.

"Bukannya lo punya urusan keluarga?" Celutuk Daffa, tak sengaja ia juga mendengar pembicaraannya kemarin di kantin.

"Keluarga gue juga dirawat disini."

"Oh."

Walaupun Rea, Aline dan Diva merasa aneh dengan tingkah Dara mereka membuang jauh-jauh pikiran negatifnya mengenai sahabatnya ini. Tidak ada yang perlu dicurigai lagi.

Diva berjalan ke pintu ruangan dimana Andre dirawat, Andin pun menjauh dari sana ia tak ingin mengganggu Diva. Dia tidak akan mencari masalah dalam keadaan seperti ini.

Diva menatap nanar seseorang yang berbaring kaku tak sadarkan diri di dalam sana.

Sementara teman-temannya memilih duduk dan menunggu dokter keluar.

"Eh, Delvan mana?" Tanya Rayn. Ia baru sadar bahwa Delvan kini tidak ada di sini.

"Mungkin ketoilet." Ucap Daffa.

"Delvan siapa?" Tanya Dara. Sejak tadi ia tidak menelihat sosok orang baru yang datang.

"Sepupunya Diva." Balas Rea. Ia juga baru sadar tidak melihat kehadiran sosok Delvan sejak tadi.

Keadaan pun kini menjadi hening, sudah sekitar satu jam dokter memeriksa Andre. Entah keadaannya bagaimana didalam sana.

Diva memperhatikan keadaan rumah sakit ini, tidak asing lagi baginya. Sepertinya ia pernah kerumah sakit ini tapi ia lupa kapan itu. Dan mungkin cuma perasaannya saja.

-----

"Kamu ngapain disini?!" Delvan menarik paksa lengan seorang gadis hingga gadis itu meringis kesakitan.

"Sakit... " Cicit Dara berusaha melepaskan cengraman Delvan. Tapi hasilnya nihil. Delvan malah mencengkram lebih kuat lagi.

Mereka sekarang sedang berada di taman rumah sakit yang agak sepi.

Flashback on

Ditengah gelapnya malam, gadis itu berjalan sempoyongan sendirian. Kesadarannya pun mulai hilang secara perlahan. Walaupun begitu, ia tetap melanjutkan perjalanannya dengan mata sembap sepertinya telah menangis.

Tak jauh dibelakangnya terdapat seorang pria yang mengikuti gadis itu yang tak jauh berbeda dengan keadaan gadis yang diikutinya ini, matanya juga sembab dan penampilannya yang kacau.

Dara merasakan bahwa ada yang sedang mengikutinya dibelakang sana. Tapi ia enggan berbalik untuk melihat siapa orang itu. Ia malas melihat wajah orang yang membuatnya hancur kini.

"Dara..." Panggil Delvan lirih.

Walaupun suara Delvan kecil, tapi Dara dapat mendengarnya karena tempat ini sangat sepi.

Akhirnya Delvan berhasil menarik pergelangan tangan Dara dari belakang, hingga membuat langkahnya terhenti dan berbalik kearahnya.

"Aku minta maaf." Ucap Delvan penuh dengan penyesalan.

Plak!

Bukannya memaafkan, Dara malah menampar pipi mulus Delvan dengan kekuatan yang ia miliki sekarang.

Sementara yang ditampar, tersenyum hambar. "Tampar aku! Sini tampar aku! Yang penting kamu bisa maafin aku."

Dara terisak mengingat kejadian semalam, sesuatu yang ia telah jaga selama ini kini hilang begitu saja. Walaupun itu perbuatan dari orang yang ia kagumi, tapi ia tidak terima itu. "Aku benci sama kakak." Tangisnya sudah tak terbendung lagi. Entah siapa yang membuat mereka tidak sadarkan diri kemarin, hingga melakukan hal bodoh itu.

Lagi dan lagi Delvan melihat air mata itu jatuh akibat ulahnya.

"Aku akan tanggung jawab." Ucap Delvan dengan serius.

"Tanggung jawab? Ak..." Belum sempat Dara melanjutkan ucapannya, tiba-tiba seseorang menariknya paksa dari belakang.
"Kamu ikut papa pulang." Tanpa persetujuannya, Dara kini ditarik paksa oleh orang yang membesarkannya sejak kecil.

Sementara Delvan hanya bisa diam melihat Dara ditarik paksa oleh papanya. Ia tahu jika papa Dara memang tegas, tapi ia juga memiliki hati yang lembut kepada anak-anaknya. Entah apa yang akan ia lakukan kepada Dara ketika pulang kerumahnya nanti. Delvan juga tidak tahu.
.
.
.
.

Setitik Jejak (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang