34. Bantuan Kasat Mata

946 95 0
                                    

Sekolah tampak sepi. Semua siswa dan guru sibuk dengan belajar mengajarnya. Dan gadis cantik itu masuk dengan santai di sekolah tanpa rasa malu atau takut akan terlambat.

"Ngga.... Jangan... Itu punya gue!"

"Ini itu punya gue!"

"Punya gue juga."

Dari kejauhan Diva mendengar suara cempreng penghuni kelasnya.

Baru juga tiba di sekolah dengan memakai tongkat, kini Diva di suguhi pemandangan jijik. Diva memutar bola matanya malas melihat adegan yang ada dilapangan sekarang. Dimana teman kelasnya berebut bola basket. Ya, tepat hari ini kelasnya olahraga. Bukannya bermain bola besket, teman perempuannya malah berdebat di lapangan.

"DIVA!!" Panggil teman kelasnya yang tadi juga ikut berebut bola.

Diva menaikan sebelah alisnya.

"Lo udah sembuh?" Tanya salah satu teman kelasnya.

"Gue masih sakit, jadi mau istirahat dulu di kelas." Ucapnya merasa lemas. "Izin ya sama pak Tian." Tanpa menunggu balasan, Diva berlalu begitu saja. Sebenarnya ia sudah baikan hari ini. Bahkan sangat sehat. Tapi entah mengapa hari ini ia merasa sangat malas.

Seandainya tadi temannya tak bertanya pasal kesehatannya dia pasti akan ikut olahraga. Tetapi karena menghargai perhatian temannya itu, ia malah memanfaatkannya dengan tidur di keas.

Sudah berjalan selama beberapa menit, gadis itu menatap tangga di yang ada di depannya. Mengapa kelasnya harus di lantai dua sih?!

"Satu... Dua... Tiga... Empat... Lima... Enam... Tuj..."

"Ngapain hitungin anak tangga?"

Diva berbalik melihat orang itu dan membelakanginya lagi. Mengapa harus bertemu lagi?

Ia melanjutkan kegiatan menghitungnya tadi. "Tujuh... Delapan... Sembilan..."

"Mau aku bantu?" Tanya pria itu.

"Ngga usah. Makasih." Diva mulai mendekati anak tangga dengan ragu.

Andre bersedekap melihat keras kepala gadis itu. Belum berubah.

"Aku ngga butuh bantuan, jadi pergi!" Ucap gadis itu berusaha untuk menginjak anak tangga pertama.

Andre mengangkat bahunya, lalu pergi begitu saja.

Diva melihat kepergian Andre dari ekor matanya.

Mencoba, mencoba, dan terus mencoba. Diva kini berusaha keras mengangkat kaki kirinya yang mati rasa.

"ih kenapa sih?!" Geram gadis itu kepada kakinya. "Woii buntu!!! Lo harus bisa gerak!!" Maki gadis itu kepada kakinya sendiri. Dia mulai gila sekarang. Untung tempat ini sepi karena masih jam pelajaran.

"Mau aku bantu kak?" Ujar seorang perempuan yang melihat Diva kesusahan. Dia bukan seorang saja, tetapi ia bersama temannya.

Diva melihat dua orang adik kelasnya. "Ngga ngerepotin kan?" Tanyanya.

Mereka berdua menggeleng dan mengulurkan tangannya kepada kakak kelasnya itu.

Dengan senang hati Diva menerima uluran tangan itu. Dengan perlahan Diva menaiki tangga dibantu dua orang ini.

Hingga bebarapa menit Diva sudah berada di atas. "Makasih yah." Ucapnya.

Dua orang gadis itu menggangguk di iringi senyumnya, dan kembali turun.

Flashback on

Andre berjalan di koridor sekolah yang sepi setelah di usir tadi oleh Diva yang keras kepala. Sangat sulit mencari orang yang bisa membantunya kali ini, hingga ia melihat gerombolan lelaki yang tampaknya para adik kelasnya. Tidak, ia tidak mungkin meminta tolong sama mereka. Ia melihat ke lapangan. Itu teman kelas Diva tapi sedang ada Pak Tian-guru olahraganya disana. Dan ini juga tidak masuk akal.

Mencari dan terus mencari dan akhirnya ia kini berada di kantin. Entah kenapa kakinya mengarah kesini. Tetapi kantin pun sepi.

Andre berdecak dan berniat kembali kekelasnya. Tapi sebelum ia melihat dua orang gadis yang sibuk mengobrol di berjalan ke arah kantin.

Tak ingin kesempatannya itu hilang, Andre pun menghentikan langkah dua gadis itu.

"Kenapa kak?" Tanya salah satu adik kelasnya. Mereka berdua bingung, mengapa tiba-tiba kakak kelasnya ini menghentikan langkah mereka berdua. Siapa sih yang tak kenal dengan pria satu ini, pria dengan sejuta pesona, pintar dan dingin. Bahkan wajah dingin pria di depannya itu masih terlihat sangat jelas.

"Gue mau minta tolong."

Dua gadis ini mengernyitkan dahinya. Tumben.

"Di tangga kelas dua belas ada orang yang lagi butuh bantuan. Kalian bisa ngga bantu dia?"

"Kenapa bukan kak Andre aja?"

"Intinya, kalian mau bantu ngga?"

Salah seorang gadis itu nampak berpikir dan tersenyum aneh.

"Ada imbalannya ngga kak?" Ucap gadis itu.

"Kalian mau minta apa?"

"Kita laper nih." Celetuk salah satu gadis itu.

Tak mau ambil pusing, Andre lalu mengambil uang di sakunya dan memberikan lembaran uang itu. "Ingat, pokoknya dia ngga boleh jatuh, ngga boleh luka dan jangan bilang kalau gue yang nyuruh kalian." Ucapnya tegas dan berlalu pergi dihadapan kedua gadis itu.

"Masih bau farfum kak Andre." Gadis yang menerima uang yang di berikan Andre tadi

"Sinting lo!"

Flashback off

-----
Dengarkanlah, wanita pujaanku
Malam ini akan kusampaikan
Hasrat suci kepadamu, dewiku
Dengarkanlah kesungguhan ini

Aku ingin mempersuntingmu
'Tuk yang pertama dan terakhir

Jangan kau tolak dan buat 'ku hancur
'Ku tak akan mengulang 'tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu...

Alunan lagu yang di iringi gitar itu kini mengalum indah di kafe ini.

"Gantengnya..." Puji Rea yang sedari tadi melihat orang yang kini menikmati nyanyiannya.

Aline menabok kepala Rea keras hingga gadis itu meringis. "Itu karena efek lampunya, bukan karena dia emang benar-benar ganteng." Sewot Aline.

Mereka berdua kini sedang berada di kafe. Hanya mereka berdua, sedangkan Dara dan Diva sibuk dengan urusannya.

"Tapi dia emang benar-benar ganteng." Rea menopang wajahnya dengan kedua tangannya sambil memerhatikan orang yang serius dengan nyanyiannya kini. Itu Rayn.

Aline ikut menatapnya, tetapiberbeda dengan tatapan mempesona Rea kepada Rayn, ia malah memberi tatapan jijik kepada pria yang memainkan gitarnya itu.

Dengarkanlah, wanita impianku
Malam ini akan kusampaikan
Janji suci, satu untuk selamanya
Dengarkanlah kesungguhan ini

Aku ingin mempersuntingmu
'Tuk yang pertama dan terakhir

Jangan kau tolak dan buat 'ku hancur
'Ku tak akan mengulang 'tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu

Jangan kau tolak dan buat 'ku hancur
'Ku tak akan mengulang 'tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Akulah yang terbaik untukmu.....

Di akhir lagunya, Rayn tersenyum kepada seorang gadis yang duduk dibawah sana. Andaikan gadis itu tahu bagaimana perasaan Rayn terhadap dirinya pasti gadis itu tidak akan membencinya.

-----

Setitik Jejak (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang