Hari yang cerah, kini sudah menunjukkan pukul 9.45 pagi. Semua orang sibuk mondar-mandir di tempat yang di hiasi oleh nuansa putih ini. Tempat yang di jadikan sebagai tempat untuk berbahagia ini adalah rumah Delvan, rumah yang sangat megah. Semua orang sibuk dengan kegiatannya. Berbeda dengan wanita paruh baya yang menanti kedatangan anaknya, yaitu Dara. Sudah hampir satu minggu ia tidak bertemu.
"Nunggu Dara?" Delvan datang dengan memakai jas berwarna putih. Sangat cocok.
"Iya." Balas Mama Dara.Semenjak bangkrutnya perusahaan keluarga Dara, orang tuanya pun ikut bercerai. Dan sekarang Dara tengah hamil di luar nikah akibat ulah mantan suaminya itu yang meminumkan Dara dan Delvan minuman hingga keduanya tak sadarkan diri. Sangat banyak masalah yang menimpa keluarga ini.
-----
"Diva!" Panggil Delvan kepada sepupunya yang kini memakai tongkat memasuki rumahnya.
"Apa?!" Balas Diva menghampiri sepupunya itu.
"Lo habis putuskan sama Andre? Mata lo masih bengkak." Selidik Delvan.
"Lo kaya lambe turah. Mau tau aja soal masalah orang."
"Gue lihat lah, lo ditaman nangis-nangis kan? Untung lo ngga ngemis perhatian si mantan lo itu. Bisa-bisa lo hancurin martabat keluarga kita."
"Bacot ah!" Diva pun berlalu pergi di hadapan sepupunya itu.
Tak berselang lama sang mempelai wanita datang di balut dengan gaun yang warnanya tak jauh beda dari jas yang di kenakan Delvan.
Ia pun masuk dengan wajah yang di tekuk. Semua mata tertuju kepadanya.
"Mba.. Ini bukan saatnya kita masuk." Bisik penata rias yang mengikutinya dari samping.
"Terserah gue lah mau masuknya kapan." Balasnya menantang.
Dari kejauhan Delvan menepuk jidatnya. Heran dengan tingkah Dara ini. Bahkan gadis itu sekarang menjadi pusat perhatian. Seharusnya Dara datang jika siang, bukan pagi-pagi seperti sekarang.
"DARA!" Panggil Diva yang berjalan perlahan memakai tongkat ke arah mempelai yang berjalan santai tanpa dosa itu. Diva pun kini menjadi sorotan di sini.
Lihat lah, Delvan sekarang sangat malu di buat mereka berdua. Tingkah sepupunya yang konyol di tengah keramaian ini dan Dara masuk dengan santai tanpa dosa.
-----
"Lo bahagia ngga?" Tanya Diva
"Ngga." Balas Dara datar.
Mereka berdua kini berada di kamar Delvan. Rea dan Aline tak tahu soal pernikahan Dara. Keluarga Delvan hanya mengundang keluarga dan rekan bisnisnya.
Dara memerhatikan sekeliling kamar ini.
"Kenapa? Desainnya jelek?" Tanya Diva melihat tingkah sahabatnya itu.
"Ini kamar pengantin? Kok ngga ada desain-desainnya." Tanya Dara heran. Kamar ini hanya berwarna hitam, putih dan abu-abu. Tak jauh berbeda dari kamar pria itu di apartemen.
"Kemarin katanya mau di desain. Tapi dia nolak. Belum di desain dia udah marah-marah duluan." Terang Diva. Wajahnya kini sudah agak ceria dari sebelumnya.
Dara mangut-mangut.
"Gimana kandungan lo?" Tanya Diva sambil mengelus perut Dara yang masih datar.
"Lo udah tau?" Tanya Dara sedih.
"Iya, bahkan gue tau semua." Ungkap Diva.
"Seharusnya hari ini hari yang berbahagia bagi semua orang. Tapi gue ngga. Gue nikah sama orang yang belum tentu suka sama gue. Bahkan orang yang mau bunuh anaknya sendiri." Lirih Dara.
Diva hanya bisa mengelus pundak Dara untuk menguatkan sahabatnya ini.
Seseorang masuk dengan wajah bahagia. Bahagia bisa melihat anaknya lagi.
"Mama?"
-----
Matahari sudah akan terbenam. Satu persatu semua orang pergi meninggalkan acara ini. Hingga kini hanya tersisa para pembantu dan WO. Keluarga Diva pun sudah pulang beberapa saat yang lalu. Hanya ada Delvan, Dara dan orang tau mereka berdua, yaitu mamanya.
Mereka berempat kini duduk di meja makan ditemani oleh kesunyian. Dara yang masih menggunakan gaun pengantin ini masih tetap mempertahankan wajah yang terus di tekuknya sedangkan Delvan mulai muak dengan semua ini.
"Aku mau pulang." Ucap lelaki itu mendekati ibunya dan bersalaman.
Sementara Dara hanya melihat tingkah Delvan. Malas.
"Dara kamu juga ikut dong." Pinta mama Delvan kepada menantu barunya ini.
"Mulai sekarang dia ngga tinggal di apartemen aku. Dia tinggal di sini sampai anaknya itu lahir." Ucap Delvan melihat ke arah Dara yang juga menatapnya balik.
"Tapi dia kan sudah jadi istri kamu sekarang. Jadi, kalian berdua harus tinggal satu atap." Kekuh mama Delvan.
"Ngga! Aku mau tinggal sendiri." Balas Delvan.
"Kalian harus tinggal bersama!"
"Kalau mama minta itu, aku juga mau minta sesuatu." Ujar Delvan. "Gugurin janin itu!" Delvan menatap perut Dara yang kini di balut gaun pengantin.
Dara berdiri dengan cepat di ikuti oleh mamanya yang juga sedari tadi melihat dialog ini.
"Kalau kak Delvan ngga mau anak ini, biar aku aja! Aku kan udah bilang dulu, kak Delvan ngga usah ganggu aku lagi! Tapi sekarang kamu malah nikahin aku." Dara memelankan perkataannya di akhir. Nikah? Jadi istri? Dia belum siap! Dirinya bisa membesarkan anaknya sendiri, walau tanpa ayah.
"AKU NGGA AKAN NIKAH SAMA KAMU KALAU BUKAN MAMA AKU YANG MINTA!!!" Bentak Delvan hingga semua orang tersentak kaget di buatnya.
"DELVAN!!" Teriak mamanya. "Kamu ngga boleh kasar sama Dara! Anak itu anak kamu!!" Mama Delvan menyapu wajahnya kasar. Tak habis pikir dengan anak satu-satunya ini.
"Kalo itu emang anak aku, lalu kenapa mama mau membelinya!!" Tanya Delvan dengan nada tinggi kepada mamanya itu. Mata Delvan mulai berkaca-kaca. Kecewa dengan keadaan ini.
"Dan buat kamu!" Delvan menunjuk Dara yang berdiri di dekat meja makan. Dara pucat pasi akibat bentakan-bentakan yang di berikan Delvan.
Pria itu menatap tajam ke arah Dara. "Aku harap hanya anak itu yang kamu jual, bukan diri kamu!!" Delvan berbalik dan pergi begitu saja.
-----
Salam Author,
Putri Lestari😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Setitik Jejak (COMPLETED)
Teen Fiction[REVISI] #1 Pendaki - 260820 #1 Gunung -120621 #1 Petualang -010721 (KOMEDI ROMANTIS), Selamat kejang-kejang sepuasnya~: ~TAKDIR, jangan buat aku mencintai sendirian~ ____ "Jadi kalau kamu udah bosan, gimana?" "Makanya jangan buat gue bosan." ...