22. DeDar!

811 77 0
                                    

Diva sangat lelah hari ini. Ia pun memilih untuk membaringkan tubuhnya dikasur empuknya.

"Diva?" Panggil mama Diva dari luar kamarnya.

"Iya mah?" Balas Diva yang masih asik berbaring.

"Mereka udah dateng."

"Iya... Diva mandi dulu mah."

Malam ini Tante Diva akan berkunjung kerumahnya untuk membawa kabar baik tentang pernikahan Delvan, anaknya. Awalnya Diva kaget dengan hal itu karena Delvan merupakan tipikal lelaki yang tak mudah akrab dengan seseorang. Ah, mungkin tuh orang cuma lihat dari fisik Delvan doang. Begitulah perkiraan Diva. Selain dari fisik, apanya lagi yang akan dibanggakan dari seorang Delvan. Harta? Tentu anak itu memiliki banyak harta bahkan tujuh turunan pun hartanya tidak akan habis. Tapi Delvan bukan orang yang suka berfoya-foya, ia juga membangun bisnis ditengah kuliahnya sekarang.

-----

"Dara Armita Nugraha?" Tanya Diva kepada Tantenya didepannya setelah membaca undangan pernikahan Delvan bulan depan. Yah, nama wanita yang akan dinikahi sepupunya itu adalah Dara Armita Nugraha, persis dengan nama sahabatnya.

Wanita paruh baya itu mengangguk. "Tante tau itu teman kamu, karena tante udah cari mengenai dia." Ucapnya. "Dia hamil, jadi tante terpaksa nikahin mereka." lanjutnya lagi yang membuat Diva syok.

"Dara sekarang tengah hamil? Dan Delvan yang menghamilinya tante?" Tanya Diva tak percaya. Oh, yang benar saja. Dara itu orangnya sangat tertutup sampai-sampai ia tak tahu mengenai hal ini.

Hanya mereka berdua yang ada diruang tamu rumahnya, sedangkan mamanya pergi entah kemana sekarang.

"Tante yakin Dara yang tante maksud itu teman aku?" Tanya Diva lagi.

Wanita paruh baya itu memperlihatkan senyum lembutnya sebagai orang tua lalu mengangguk mengiyakan semua pertanyaan keponakannya itu. "Tante ngga mau kabar ini sampai kepublik jadi tante cuma ngundang keluarga saja." Ucapnya.

"Mereka berdua mau menikah?" Tanya Diva lagi.

"Mereka berdua menolak. Tapi tante akan ngelakuin ini demi calon cucu tante." Ucap Mama Delvan sedih. "Kamu harus bujuk Dara supaya calon anaknya itu lahir mempunyai bapak." Mohonnya lagi.

"Kalau itu yang terbaik Diva tidak bisa menolak tante." Ujar Diva. Bagaimana pun Delvan harus tanggung jawab kepada sahabatnya itu. Harus.

-----

"DARA..."Teriak Diva ketika gadis yang dipanggilnya itu sudah keluar dari gerbang sekolahnya. Sekarang waktunya mereka pulang sekolah dan matahari sekarang tengah terik-teriknya.

"Kenapa lo?" Tanya Dara setelah tadi menunggu Diva.

"Lo temenin gue ya?" Ucap Diva kepada Dara setelah ia berada disamping sahabatnya itu.

"Kemana?"

"Rumah tante gue, ada barang yang mau gue ambil." Alibinya walaupun sebenarnya tidak ada barang apapun yang ia akan ambil.

"Tapi gue..."

"Sebentar doang kok." Ucap Diva lagi sebelum Dara membuat alasan.

----

"Ini rumah tante lo?" Tanya Dara setelah berada di depan rumah megah yang diakui Diva sebagai rumah tantenya.

"Iya. Masuk yuk." Ucap Diva dengan menarik tangan Dara untuk masuk. Dan Dara pun hanya pasrah untuk ikut dengan Diva, tidak ada alasan untuk ia tidak ikut.

"Tante gue ngga ada dirumah, kita masuk aja." Ucap Diva membuka pintu rumah yang sangat besar itu tanpa permisi.

"Jadi kenapa lo kesini kalau udah tau ngga ada orang?" Tanya Dara setelah mereka masuk kedalam.

"Udah, lo duduk aja diruang tamu sana. Gue ambil minum dulu." Ucap Diva lalu melenggang pergi dari sana.

Sementara Dara berjalan ke ruang tamu dengan menyeret langkahnya yang terasa berat. Terakhir kali ia keseini yaitu membuat kekacauan dengan menyepakati hal yang konyol dengan Ibu dari ayah anak yang dikandungnya itu. Dan ia berdoa semoga mereka memang benar tidak ada dirumah ini. Jika ada pun juga tidak mengapa baginya, hanya saja pasti terjadi konflik dan mungkin saja sahabatnya itu akan tahu bahwa dirinya tengah mengandung anak dari Delvan, sepupunya itu.

"Maaa..." Panggil seorang laki-laki yang masuk kedalam rumah itu.

"Maaa....." Panggilnya lagi. Ia melihat sekeliling rumah yang ternyata sepi. Tapi ketika melihat ruang tamu ia menyipitkan matanya melihat orang itu. Seketika tatapannya berubah, hanya tatapan benci, kecewa dan marah yang ia tampakkan kepada gadis yang juga menatapnya.

"Ngapain Disini?" Tanya Delvan yang berusaha menetralkan nadanya.

"Lo udah dateng?" Tanya Diva yang berjalan kearah sepupunya itu.

"Lo ngga lihat?" Ketus Delvan. "Gue tunggu lo diatas." Lanjut Delvan lalu berjalan menaiki tangga.

"Tunggu gue ya Ra." Pinta Diva kepada Dara dan gadis itu hanya mengangguk mengiyakan.

"Katanya mau ngambil minum, tapi sekarang ngga bawa minuman." Gumam Dara yang melihat kepergian Diva.

"Apa?" Tanya Diva kepada Delvan setelah berada dilantai dua rumah ini.

"Ngapain lo ajak dia kesini?" Balas Delvan.

"Kenapa? Dia kan calon ipar gue." Ucap Diva tanpa bersalah.

"Itu kalo gue nikah." Tukas Delvan. Walaupun ia sudah menyetujui usulan mamanya untuk menikah dengan Dara tapi itu tidak akan terjadi tanpa rencana yang matang.

"Lo akan nikah, tenang aja..." Ucap Diva. "Gue kesini mau ngajak lo kepuncak lagi." Lanjutnya berusaha untuk menyampaikan tujuannya kesini.

"Udah?" Delvan melipat tangannya didada.

Sementara Diva mengangguk diriringi senyum lebarnya. "Besok." Lanjutnya. Lumayan ada yang bisa jagain ibu hamil itu jika calon suaminya ada. Delvan pasti tidak akan menolak kali ini.

"Yaudah, lo pulang." Usir Delvan.

"Lo ngusir gue? Tenang aja, gue akan pulang tanpa diusir." Kesel Diva, ia pun berbalik Dihadapan Delvan dengan menghentakkan kakinya kesel.

"Jangan ngajak Dara." Sambung Delvan.

"Lo jangan macem-macem sama dia." Ucap Diva.

"Ngga." Balas Delvan

"Gue ngga yakin ninggalin dia sama lo." Jujur Diva.

"Tenang aja." Delvan meyakinkan Diva.

Diva menatap Delvan dengan penuh selidik, tapi hanya wajah datar yang ditampilkan Delvan. Kurang meyakinkan. Tapi apa boleh buat, jika ia tidak melakukan ini mungkin saja Delvan dan Dara akan semakin menjauh dan akan menolak pernikahan mereka.

"Oh ya, lo lewat pintu belakang supaya ngga ketahuan sama dia."

"Hm."

------

Sudah sekitar satu jam Dara menunggu Diva disini. Entah berbicara apa anak itu sekarang. Ia melihat Delvan berjalan turun dari tangga dengan pakaian santainya. Dia sudah mengganti pakaian, lalu dimana sahabatnya itu sekarang?

"Emang ganteng" Ucap Delvan lalu berjalan mendekat kearah gadis itu.

Sementara Dara merasa was-was ketika Delvan mendekatinya dengan senyum devil yang nampak dari wajah tampan pria itu.

"Ngga usah takut." Lanjut pria itu lalu duduk di dekat Dara, bahkan sanagt dekat hingga Dara bisa mencimum arima tubuh Delvan.

"Diva mana?" Tanya Dara yang berusaha menjauh namun dicekal oleh tangan Delvan dan terpaksa duduk kembali.

"Ngapain cari Diva kalau aku udah ada disini?" Delvan berusaha memegang pundak Dara namun di tolak oleh gadis itu.

"Kak, ngapain sih." Balasnya yang sudah merasa risih oleh perlakuan Delvan. Seketia lengannya terasa ditusuk oleh sesuatu. Pandangannya mengarah kelengan mulusnya ternyata Delvan menyuntikkan sesuatu kepadanya. "Kak..." Lirih Dara sebelum ia tidak sadarkan Diri lagi.

Sementara orang yang melakukan itu hanya tersenyum yang tak tahu apa arti dari senyumannya itu.

----------

Setitik Jejak (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang