23. Embun

842 100 2
                                    

Sekarang adalah hari yang mereka nantikan selama beberapa hari yang lalu. Hari tepatnya mereka akan kepuncak. Biasanya Diva akan pergi dengan sahabat atau orang terdekatnya saja. Tapi hari ini berbeda, ia bahkan mengajak Andin untuk ikut dengannya dan tentunya dengan Andre juga.

Awalnya Andin ragu untuk ikut, tapi karena Diva terus mendesaknya dengan bujukan ia pun terpaksa ikut, yang penting ada Andre disana.

Karena mereka jumlahnya banyak, mereka pun menggunakan mobil Rea yang tentunya dapat memuat mereka semua.

Tapi ada yang kurang sekarang, Dara tidak ikut bersamanya. Semalam Diva mendapat pesan dari sahabatnya itu, bahwa ia tidak enak badan. Sementara Diva memaklumi hal itu. Mungkin karena keadaan bayinya.

Sekitar 4 jam perjalanan ia pun akhirnya sampai di desa ini. Sekarang sudah pukul 11 Siang tapi pedesaan ini masih di kepung oleh kabut tebal. Terasa dingin.

"Kita mau parkir dimana?" Tanya Andre yang mengemudikan mobil itu.

"Di sana." Tunjuk Diva kearah rumah yang tak jauh dari popisinya.

"Hm." Andre pun memarkinkan mobilnya.

Mereka semua turun dengan wajah yang ceria kecuali Andre yang hanya memasang wajah datarnya sejak tadi.

-------

Terlihat seorang gadis yang tengah tertidur nyenyak dikasur empuk yang hanya di dominasi warna abu-abu itu. Ia mengedipkan matanya ketika cahaya matahari masuk melalui celah dari jendela itu. Ia mengerang tak nyaman.

Sementara lelaki berpakaian rapi yang juga berada dikamar itu tengah sibuk memasukkan pakaiannya kedalam kopernya sejak tadi.

Dara membuka matanya perlahan, ia tidak mengetahui dimana ia sekarang. Ia melihat sekelilingnya tapi tetap saja ia tidak tahu dimana ia sekarang.

"Ngga usah kaya sinetron. Ini apartemen aku, bukan rumah sakit." Celutuk Delvan setelah mendengar erangan dari gadis itu. Ia pun berdiri dan melihat Dara yang masih setia berbaring, entah gadis itu sudah sadar atau masih terpengaruh oleh obat tidur yang ia berikan kemarin sore.

Dara terpelonjak kaget ketika kesadarannya kembali. Ia menatap Delvan sangar. Jangan-jangan Delvan melakukan sesuatu kemarin malam. Oh, tidak! Dara menyimbakkan selimut yang ia pakai. Pakaiannya sudah diganti, kemarin ia masih memakai seragam sekolah tapi sekarang dia memakai kemeja yang kebesaran di badannya.

"AAAAAAAA!!!!!" Dara berteriak dengan sangat keras hingga lelaki yang memerhatikannya tadi menutup telinganya dengan tangannya.

"Ngga usah lebay!" Cetus Delvan. "Yang ganti itu pelayan di apartemen ini, bukan aku." Lanjutnya lalu berjalan keluar dengan menyeret koper yang besar itu.

-----

Berbagai rintangan yang dilalui mereka berenam, yang memimpin jalan ini adalah Rea ditemani oleh Aline sedangkan Diva dkk mengikutinya dari belakang.

"Aw!" Teriak Aline dari depan. Sedangakan Rea yang berada disampingnya terpelonjak kaget dan melihat Aline tengah terduduk.

"Kenapa lo?"

Melihat itu, Diva dkk berlari kearah mereka berdua.

"Berdarah tuh kak." Ucap Andin yang juga berjojngkok melihat betis kiri Aline yang berdarah, hingga celananya robek. Itu karena batu tajam yang ada disini

"P3k Re." Ucap Diva lalu menyimbak celana Aline sampai kelutut. Rea dengan sigap mengeluarkan P3K yang ada didalam tasnya.

"Lo ngga papa?" Tanya Rayn merasa kasihan. Ia sedari tadi jongkok disamping gadis itu. Rayn perlahan memegang lengan Aline, ingin menguatkan gadis itu.

Setitik Jejak (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang