31. Putus-

1K 94 2
                                    

.
.
.
.
"Sekarang bukan saatnya."

"Sekarang udah saatnya."

"Kita udahan."

Diva mengedipkan matanya beberapa kali. Berusaha mencerna perkataan Andre tadi.

"Maksud aku kita putus." Jelas Andre. Matanya masih fokus melihat reaksi gadis di depannya.

Diva terdiam. Kaget, ya Diva kaget dengan perkataan Andre ini.

"Kita itu ngga cocok." Jelas pria itu lagi.

"Kalo kita ngga cocok, kenapa kamu ngga putusin aku dari dulu? Kenapa kamu terima aku?!" Suara Diva kini mulai bergetar. Ia mencoba menatap ke arah lain. Menahan air matanya.

"Kan aku dulu bilang, jangan buat aku bosan kalo kamu ngga mau putus. Tapi..."

"Kamu belum jawab aku Ndre."

"Jawab apa?" Balas Andre mengikat tali sepatunya.

Mereka sekarang sedang berada dilapangan basket. Dan hari pun mulai gelap. Diva menunggu Andre latihan hingga saat ini.

"Jawab itu." Diva berusaha mengingatkan Andre.

"Iya, kita jalani dulu aja. Gue juga ngerasa nyaman kok." Andre berdiri dari tempat duduknya.

"Jadi kalau kamu udah bosan gimana?" tanya Diva yang merasa digantungkan oleh Andre.

"Makanya jangan buat gue bosan."

"Andre! Kamu pikir hubungan kita ini main-main?! Kamu pikir perasaan aku ini hanya sebatas candaan?!" Protes Diva.

"Maka dari itu kamu juga ngga boleh paksa untuk aku suka sama kamu!" Jawab Andre lagi.

"Aku ngga pernah paksa kamu! Kita dulu baik-baik aja. Ngga ada yang merasa di rugikan." Geram Diva. Air matanya kini sudah tak terbendung lagi. Terserah apa yang mau dikatakan orang ketika melihatnya. Ia tak peduli.

"Itu dulu! Sekarang berbeda!" Balas Andre tak mau kalah.

"Karna sekarang udah ada Andin!!" Bentak Diva.

Andre menggelengkan kepala. Mengusap rambutnya kasar. Percuma menjelaskan ini kepada Diva, pasti gadis itu tidak akan percaya.

"Diva, dengarkan aku." Ucap Andre pelan. Ia berusaha menghapus air mata gadis itu namun di tolak mentah-mentah oleh Diva.

"Aku memang terima kamu dulu karena aku ngga mau sia-siain orang yang suka sama aku. Tapi setelah kita jalani hampir satu tahun ini aku juga muak dengan sikap kamu." Terang Andre.

"Sikap aku?" Diva tertawa hambar. "Seharusnya aku yang muak dengan sikap kamu! Apa kamu pernah peduliin aku sekali aja? Pernah nanya kabar aku? Pernah punya waktu banyak sama aku? Dan pernah bilang sesuatu yang romantis? ENGGA!! ITU SEMUA NGGA PERNAH ANDRE!!" Murka Diva. Ia menghapus air matanya kasar.

"Karena itu kita ngga cocok." Balas Andre.

Diva memegang roda kursi rodanya dan berniat pergi.

Tiba-tiba Andre menahannya dan mengarahkan kearah dirinya. "Kamu lihat aku." Suruhnya.

Diva tak mengubris kata-kata itu. Percuma. Tak ada yang bisa di perbaiki lagi.

Pria itu mengusap lembut pipi gadis di depannya. "Kamu udah janji untuk ngga nangis." Ucapnya lembut.

Diva menghempas kasar tangan itu. "Ngapain sekarang kamu peduli?"

Andre tak membalasnya. Ia kemudian mengambil alih kursi roda milik Diva. "Aku anter." Andre mendorongnya tanpa persetujuan darinya.

Setitik Jejak (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang