21. Baik-Baik saja

857 104 3
                                    

Setelah kejadian kemarin, Diva tak lagi menghubungi Andre. Ia bahkan mengabaikan pesan dari Andre. Dirinya sekarang hanya makan, makan, dan tidur saja dirumah. Jika biasanya orang kalau sakit hati mereka akan malas, bahkan malas makan. Tapi Diva berbeda, porsinya bahkan meningkat dari biasanya ketika sedang galau.

Hari ini ia juga malas kesekolah, tapi karena paksaan dari Papanya ia pun kesekolah sekarang diantar oleh Papanya sendiri.

Sesampainya disekolah ia melihat Andre turun dari mobilnya. Pria itu juga menatap kearahnya. Tepatnya menatap datar.

Diva membuang jauh tentang apa yang ia lihat kemarin, ia pun menghampiri Andre seperti tidak terjadi sesuatu. Bahkan semyum mengembang yang diperlihatkan gadis itu. Ia berharap hari ini Andre mengakuinya. Sesimpel itu yang dimauinya, tapi entahlah itu terkabul atau tidak.

"Masih pagi-pagi udah masang wajah kaku." Ujarnya setelah sampai di depan pacar itu.
"Kamu dari rumah kemarin?" Tanya Andre.

Diva heran, mengapa Andre tahu tentang hal ini, bisa-bisa rencananya gagal lagi.

"Kenapa diam?" Tanya Andre melihat kediaman Diva.

"Eh, nggak." Diva menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Andre menatap Diva penuh selidik sedangkan Diva berusaha mengelak dari tatapan itu dan malah terkekeh tidak jelas sekarang.

"Hehe... Kita masuk aja yuk." Tanpa permisi, Diva langsung menggandeng tangan Andre untuk masuk kesekolah. Sedangkan Andre hanya menerima perlakuan itu dengan pasrah.

-----

Suara akustik kini tengah memenuhi tempat ini. Sedangkan orang yang berada disini sangat menikmatinya karena alunannya penuh syahdu.

"Ngapain kita disini?" Tanya Aline setelah sampai di Cafe milik orang tua Rea.

Hanya Rea yang duduk termenung yang ia temui disana. Sedangkan orang yang menyuruhnya kesana belum juga datang. Memang lelet tuh si Diva.

"Eh, gue nanya kali Re." Aline pun duduk di kursi tanpa dipersilahkan. Ia belum juga mendapat jawaban dari sahabatnya itu.

"Woy!" Timpah Aline lagi.

Kini Rea menatapnya datar Aline, sangat datar.

"Ketularan lo sama Andre?" Yah, persis. Wajah Rea kini sangat datar, mungkin ketularan oleh pacar sahabatnya sendiri.

"Lo tau ngga...." Rea menggantungkan ucapanya.

"Hm?"

"Buku bahasa indonesia gue ilang." Ucapnya "Padahal udah 3 buku gue nyatatnya, ya ampun..... " Lanjutnya dramatis.

"Ha?" Heran Aline lalu tertawa kecil. "Dikumpul sama Bu Dian." Lanjutnya. Bu Dian adalah guru bahasa indonesianya.

Beginilah tingkah Rea jika kehilangan bukunya, tapi beberapa saat kemudian dia bahkan lupa tentang kejadian itu lalu mencatat ulang bukunya yang hilang itu dengan meminjam buku trmannya. Bahkan ia tak peduli jika tebal buku yang dianggapnya hilang itu seperti apa. Yang penting ia tidak dihukum jika pengumpulan tugas atau pemeriksaan catata. Tidak masalah ia dihukum sekeras bagaimana tapi yang susah hilang itu adalah malunya.

"Oh, dikumpul."

Selang beberapa saat, Diva datang bersama Dara dan mereka ikut bergabung dimeja itu.

"Kalian lama banget?" Tanya Aline.

"Iya, maaf. Gue juga harus cepet pulang." Ucap Diva sedih.

"Kenapa?" Tanya Rea.

"Keluarga besar gue mau datang bentar malam, jadi gue disuruh pulang cepat." Curhat Diva.

Semua yang ada disana hanya mangut-mangut.

"Yaudah intinya aja, kenapa lo nyuruh kita kesini?" Ucap Aline.

"Tapi gue mohon, lo harus setuju dan bantuin gue apapun itu." Mohon Dive.

Semuanya mengangguk. Entah mengerti atau tidak yang penting membantu. Itu motto persahabatan mereka. Emang aneh.

"Tunggu, kita nunggu seseorang dulu." Ucap Diva.

Dan ternyata orang yang ia tunggu telah datang, Andre dan Rayn.

"Mereka lo ajak juga?" Tanya Aline.

"Iya. Orang yang satunya itu penting sedangkan yang satunya lagi kurang penting." Ucap Diva melihat kedatangan Andre dan Rayn.

"Rayn emang nggak penting." Celutuk Aline. "Mereka mau duduk dimana?" Tanya Aline yang menyadari jika meja itu hanya untuk empat orang.

"Lo pindah aja Al, lo duduk disana sama Rayn." Usir Dara diiringi tawa kecilnya.

Aline tak mengubris Dara dan mengaduk-aduk jus milik Rea, itu juga percuma. Sejak kedatangannya ia tidak memesan apa-apa dan malah meminum minuman Rea tanpa izin.

Sementara Andre dan Rayn yang melihat bahwa bangku di meja gadis-gadis itu telah penuh, ia terpaksa mengangkat bangku yang agak jauh dari meja itu karena bangku yang berada didekatnya telah penuh oleh pengunjung lain.

"Kamu mau bicara apa?" Tanya Andre setelah duduk disamping Diva dan Andre duduk didekatnya.

"Kan kita bentar lagi mau lulus, terus aku mau ngajak kalian nikmatin alam sebelum kita ujian." Ucap Diva.

"Kepuncak lagi?" Tanya Rayn. Ia sebenarnya tak terlalu suka dengan aktivitas ini tapi hatinya berkata lain.

Diva mengangguk.

"Yakin lo Div? Kita sekarang lagi gencar-gencarnya nih persiapin ujian terus lo ngajak kita kepuncak?" Tanya Aline tak percaya.

"Gue setuju!" Ucap Rea antusias.

"Nah, Rea setuju. Gimana sama kalian?" Tanya Diva lagi.

"Aku nggak bisa." Ucap Andre kepada Diva.

Diva menatap manik mata Andre. Jika Andre tidak ikut maka rencananya tentu gagal total. "Ah, kalian juga bisa ngajak orang terdekat lo kok." Ucap Diva lagi.

"Ini udah mau ujian, kita bukannya bimbel malah leha-leha dipuncak." Ujar Rea.

"Bukannya lo udah setuju tadi?" Tanya Dara kepada sahabatnya yang labil didepannya itu. Mungkin karena faktor O. Oppa. "Gue setuju aja." Lanjut Dara.

"Gue juga setuju lagi." Ucap Rea lagi mengikut dengan Dara.

Seketika kepalanya ditimpuk tas milik Dara dengan keras hingga gadis itu meringis.

Diva menggelengkan kepalanya melihat mereka berdua. "Gimana Kalian setuju ngga?" Tanya Diva lagi.

"Gue setuju." Ucap Aline.

Sahabat-sahabatnya memang kurang mengerti apa yang akan dilakukan Diva ini, tapi ia hanya mengikut saja. Pasti itu demi kebaikannya.

"Kalian juga ikut." Ucap Diva kepada Andre dan Rayn.

"Lokasinya dimana?" Tanya Rayn.

"Dekat kok, sekitar 5 jam jita sampai disana. Lo ngga akan jadi supirnya lagi." Ucap Diva.

Rayn mengingat tentang perjalanannya terakhir kali, ia mengemudi sekitar 8 jam lamanya hingga sampai ditempat tujuan. Sehingga selulang dari sana ia agak susah menggerakkan badannya karena terlalu capek.

"Lo nggak mau bujuk gue buat ikut beb?" Tanya Rayn kepada wanita didepannya, Aline.

"Idihh... Malas banget. Lo kalau ngga mau ikut ya ngga usah ikut." Balas Aline dengan memperlihatkan wajah seakan jijik.

"Gue ikut deh. Kayanya Aline nggak rela tuh kalau gue ngga ikut." Ucap Rayn diiringi senyum yang dapat membuat aline muntah darah akibatnya.

"Aku juga ikut. Tapi kita perginya minggu ini."

-----

Setitik Jejak (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang