Agni sempat tidak percaya bahwa, Bram kini berada di depan butik. Agni melirik Adel yang berada di sampingnya. Adel memegang lengan Agni secara otomatis, mata itu seperti terhipnotis atas kehadiran Bram secara tiba-tiba seperti ini.
Kehadiran Bram mampu mempu menarik perhatian semua. Tidak hanya Adel, Dina sebagai supervaisornya juga memperhatikan Bram. Agni kembali memandang Bram, Bram manatapnya intes, jantung Agni berdegup kencang ketika iris mata itu bertemu. Bram melangkah mendekatinya.
Agni tidak tahu apa yang harus ia lakukan, ia memegang ujung blezer menahan gugup. Bram kini berada di hadapannya. Hingga ia dapat melihat secara jelas wajah tampan Bram secara dekat.
Bram melirik jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 20.15 menit. Ia tahu sudah waktunya wanita itu pulang.
"Bukankah sudah waktunya kamu pulang" ucap Bram, memecahkan kesunyian.
Agni mendengar suara berat itu berucap, ia berusaha menenangkan detak jantungnya. Agni lalu melirik jam yang melingkar di tangannya.
"Iya, sudah waktunya saya pulang" ucap Agni pelan.
"Apakah kamu, ingin berbelanja?" Tanya Agni. Itu adalah pertanyaan konyol yang ia lontarkan terhadap Bram, bukankah terlihat jelas bahwa Bram mendatanginya kesini untuk menjemputnya.
Agni hanya tidak ingin percaya diri bahwa, Bram datang untuk menemuinya dan menjemputnya, bisa jadi Bram berbelanja atau hanya menyapanya.
Alis Bram terangkat, ia melirik Agni dengan serius. Bram memegang pundak Agni, "Bukankah terlihat jelas bahwa saya kesini menjemput kamu".
"kenapa kamu tidak memberitahu saya sebelumnya, dan jujur saya terkejut atas kedatangan kamu secara tiba-tiba seperti ini".
"Apakah kamu sudah punya janji dengan laki-laki lain selain saya?".
"Tidak, bukan begitu maksud saya" ucap Agni.
Bram melipat tangannya di dada, ia mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan. Outlet butik mewah, yang di rancang khusus dengan bergaya klasik Venesia dan perpaduan unsur modren. Agni memang sangat pantas bekerja di tempat seperti ini.
"Tadi saya memang tidak sempat menghubungi kamu, karena banyak sekali kerjaan saya di kantor. Sekarang saya putuskan untuk kesini menjemput kamu" ucap Bram, memberi alasan.
"Saya pamit dulu kepada supervisor saya, tunggulah disini" Agni lalu melangkah menjauhi Bram.
Agni bergegas, mengambil tasnya di loker, dan ia lepas stiletto hitam yang di kenakannya, lalu menaruh di loker kembali.
"Itu pacar kamu" tanya embak Dina.
"Bukan mbak, sejak kapan saya punya pacar" Agni mengambil sendal flat dan di letakkannya di lantai. Agni memakai sendal itu.
"Tapi dia terlihat pacar kamu, ".
"Bukan mbak, beneran saya juga tidak tahu dia tiba-tiba datang kesini ingin jemput saya" ucap Agni.
"Bukankah dia customer , yang kamu pasangin dasi itu ya" ucap Dina.
"Iya mbak".
"Dia tampan dan kamu cantik, kalian pasangan serasi" ucap embak Dina sambil di diselingi tawa.
Agni menanggapi ucapan embak Dina, ia tahu bahwa atasannya ini mulai ingin tahu lebih dalam. Agni bersiap untuk pulang, karena ia tidak ingin Bram menunggu terlalu lama.
"Embak, saya pulang dulu".
"Iya, kamu hati-hati".
"Iya mbak" Agni lalu meninggalkan embak Dina begitu saja.
Bram menatap Agni melangkah mendekatinya. Pakaian kerjanya masih terpasang sempurna di tubuh Agni, hanya rambut itu, sudah terurai. Bram meraih tangan kurus Agni. Agni merasakan tangan hangat Bram, menyentuh permukaan kulitnya. Agni menyeimbangi langkah Bram hingga ke parkiran.
Beberapa menit kemudian, ia sudah berada di mobil Bram. Bram fokus dengan kemudi setirnya, meninggalkan area Mall. Agni menyandarkan punggungnya di kursi, ia menatap kearah jendela.
"Saya ingin mengajak kamu makan malam" ucap Bram.
"Makan malam dimana?".
"Nanti kamu akan tahu".
"Iya".
Bram melirik Agni, "Kamu tidak apa-apakan pulang sedikit lebih lama".
"Iya tidak apa-apa".
Bram melajukan mesin mobilnya, menuju restoran yang di pesan oleh Aldo. Inilah rencana Bram, ia akan membuat Agni jatuh di pelukkanya malam ini juga.
*************
Agni terpana apa yang dilihatnya, ini merupakan hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Semua seperti mimpi, tidak ada yang lebih romantis dari makan malam di atas gedung pencakar langit, sembari memandang keindahan lampu-lampu kota Jakarta. Restoran ini biasa di kunjungi turis arab, bule dan kalangan pembisnis, jangan harap orang yang biasa-biasa saja bisa kesini, harga menu yang di tawarkan minimal enam digit nol.
Bram sepertinya telah menyewa tempat ini, lihatlah hanya dirinya dan Bram berada disini. Agni terpana, seumur hidupnya baru kali ini, ada laki-laki yang berani membawanya kesini. Ia mengalihkan tatapanya kepada Bram.
Bram menarik tangan Agni menuju satu-satunya meja yang ia siapkan hanya untuknya. Agni melihat hidangan telah tersaji sempurna disana. Agni kembali terpana, ia memandang seorang pria bermain piano yang tidak jauh dari meja, menyanyikan lagu romantis.
Bram menggeser kursi untuk Agni, "duduklah" ucap Bram mempersilahkan Agni duduk.
Agni tersenyum penuh arti, ia tidak pernah berkhayal akan makan malam disini. Sungguh ini merupakan pertama kalinya ada laki-laki membuatnya terpana. Agni tidak munafik bahwa setiap wanita pasti akan tersanjung ada laki-laki yang memperlakukannya seperti ini. Agni merasa sangat spesial bisa di ajak makan malam di tempat yang indah seperti ini.
Agni lalu duduk di kursi, dan Bram duduk tepat di hadapannya. Bram menyesap cocktail yang tersaji di meja. "Saya hanya ingin bersama kamu malam ini" ucap Bram, lalu menaruh gelas itu kembali di meja.
"Saya tidak menyangka bahwa kamu akan mengajak saya makan malam di tempat seperti ini" ucap Agni.
Agni tidak habis pikir berapa banyak uang, yang Bram keluarkan hanya untuk makan malam seperti ini.
"Apakah kamu tidak suka" ucap Bram, ia memotong daging steak dan di masukan dalam mulutnya.
"Kamu adalah laki-laki pertama yang mengajak saya ke tempat ini, dan saya merasa wanita paling beruntung di dunia ini. Saya seperti mimpi, semoga saja ini bukan mimpi".
Bram tersenyum, mendengar ucapan Agni. "Selamat datang di dunia Bramasta Wijaya".
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...