"Selamat datang di dunia Bramasta Wijaya".
Agni lalu mengalihkan pandangannya ke arah Bram. Agni terpana apa yang Bram ucapakan, laki-laki itu terlihat sombong ketika mengatakan seperti itu. Inilah dunia Bram sebenarnya, pantas saja kemarin laki-laki itu terlihat tidak suka makan di pinggir jalan, jika makan malamnya saja di tempat seperti ini. Jujur Agni tidak tahu siapa Bram, ia juga tidak pernah mencari tahu apa pekerjaan Bram sebenarnya. Laki-laki itu tiba-tiba datang kepadanya, perlahan mulai mendekatinya. Agni tidak tahu, apa maksud Bram mendekatinya. Ia juga bukan jenis wanita populer, ia hanya wanita biasa dari keluarga sederhana tidak ada yang menarik di dalam dirinya. Sehingga laki-laki sekelas Bram mendekatinya. Laki-laki seperti Bram bisa saja mendapatkan wanita yang lebih cantik dan berkelas bahkan dia bisa mencari kekasih dari kalangan selebriti. Terlihat jelas bahwa Bram penuh kuasa.
Agni menikmati alunan musik, ia tersenyum menatap Bram. Dentingan piano itu terdengar ke segala penjuru ruangan. Bram menegakkan tubuhnya, lalu berdiri, ia melangkahkan kakinya mendekati Agni.
Bram mengulurkan tangannya ke arah Agni, "Mari kita berdansa" ucap Bram.
"Saya tidak bisa berdansa" ucap Agni jujur, ia memandang uluran tangan Bram.
"Saya akan mengajari kamu" ucap Bram.
Agni lalu meraih tangan hangat Bram. Tangan hangat itu menggengam jemarinya dengan erat. Agni menegakkan tubuhnya dan menatap wajah tampan Bram. Hembusan nafas Bram terasa di permukaan wajahnya. Bram menarik pinggang Agni mendekat, harum stroberi yang manis membuatnya betah berlama-lama memeluk Agni.
"Kamu hanya perlu mengikuti langkah saya" ucap Bram.
Agni menenangkan debaran jantungnya, karena posisi Bram telah memeluknya. Agni dengan berani, mengalungkan tangannya ke leher Bram. Ingin sekali ia menyentuh rahang tegas Bram.
"Apakah kita pernah berkenalan sebelumnya?" Tanya Agni, memecahkan kesunyian, mengikuti langkah Bram.
"Tidak, kenapa?" ucap Bram, ia menatap iris mata Agni dengan serius.
"Saya hanya merasa aneh saja, laki-laki tampan seperti kamu mengajak saya ketempat seperti ini, padahal kita baru berkenalan seminggu yang lalu".
Bram tahu, Agni tidak sepolos apa yang ia pikirkan, wanita itu cerdas dan mulai mencurigainya dengan cepat.
"Apakah laki-laki seperti saya, tidak boleh berkenalan dengan kamu dan mengajak kamu ke tempat seperti ini".
"Ya, boleh saja. Tapi saya merasa sedikit aneh".
Bram menyentuh rambut lurus Agni, "apakah saya tidak boleh tertarik wanita seperti kamu".
"Kamu tertarik dengan saya?".
"Iya".
"Apa yang membuat kamu tertarik terhadap saya?" Tanya Agni penasaran.
"Mungkin ini adalah alasan klise mengapa saya tertarik dengan kamu, saya tertarik dengan kamu sejak pandangan pertama, itu saja. Tidak ada alasan-alasan lain, karena saya baru saja mengenal kamu. Jika saya laki-laki yang ahli dalam berkata-kata, bisa jadi saya mengatakan kamu, wanita yang baik, cantik, sexy, dan bahkan kamu wanita itu idaman saya. Nyatanya saya baru mengenal kamu, saya tidak bisa mengatakan seperti itu. Ini pertemuan kita yang ketiga kalinya. Salahkah laki-laki seperti saya tertarik dengan kamu".
Kata-kata Bram benar adanya, Bram tidak pernah merayunya dan tidak pernah berkata-kata gombal kepadanya. Bram bukan jenis laki-laki bermulut manis yang sering ia lihat. Sama sekali bukan kepribadian Bram.
Agni menarik nafas, ia memberanikan diri menyentuh rahang tegas Bram dengan jemarinya. Bram menghentikan langkahnya, ketika Agni menyentuh rahangnya. Bram memperhatikan setiap setiap inchi wajah Agni. Wajah itu sangat simetris, hidungnya tidak terlalu mancung, alisnya terukir sempurna dan kulitnya putih bersih tanpa cela. Tatapan Bram beralih ke bibir tipis Agni.
Bram menyentuh menyentuh wajah Agni secara perlahan. Hatinya tiba-tiba berdesir, tidak pernah ia rasakan sebelumnya kepada wanita manapun.
"Saya tertarik denganmu" ucap Bram, kata-kata itu meluncur begitu saja tanpa ia perintah.
"Saya merasa tersanjung ketika kamu mengatakan itu kepada saya. Saya adalah wanita paling beruntung di dunia ini, ada laki-laki tampan tertarik dengan saya".
Bram tersenyum, ia memegang dagu Agni, "Bisakah kita bersama".
"Bersama seperti apa yang kamu maksud?" Tanya Agni.
"Menjadi kekasih saya. Jika alasan kamu menolak saya hanya perbedaan umur kita terlampau jauh, itu bukan alasan yang tepat. Saya pikir kamu sudah dewasa menanggapi ucapan saya, tertarik dengan seseorang tidak memandang umur dan perbedaan kita. Percayalah perlahan tapi pasti kita bisa menjalani, kita hanya perlu mencobanya" ucap Bram.
"Apakah kamu sedang menyatakan cinta kepada saya?".
"Iya, tentu saja".
Agni tersenyum penuh arti, ia lalu berjinjit mengecup pipi kiri Bram. Kata-kata Bram membuatnya hanyut dan ia bukan wanita munafik menolak kata-kata Bram. Bram laki-laki tampan, dan berkharisma.
Bram menarik pinggang Agni mendekat dan merapatkan tubuhnya, "Apakah itu berarti kamu menerima saya".
"Iya" ucap Agni.
Bram tersenyum pernuh Arti, ia lalu mengecup kening Agni. Bram akan bermain secara halus, ia tidak langsung melumat bibir tipis Agni, karena ia tidak ingin Agni berpikiran yang tidak-tidak kepadanya. Bram melepaskan kecupannya.
"Terima kasih telah menerima saya" ucap Bram.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...